Zena Abdo (18), menyerahkan diri ke polisi Israel pada Ahad (10/9). Ia menyerahkan diri ke penjara Al-Ramla setelah 8 bulan menjadi tawanan rumah di rumahnya yang terletak di Kota Jabal Al-Mukabber, selatan Al-Quds (Yerusalem). Israel menuduhnya menyebarkan pidato yang menghasut perlawanan di platform media sosial.
“Penahanan Rumah sungguh tak tertahankan,” kata Zena. Ia menggambarkan bagaimana hukuman yang tidak adil ini telah menghalanginya untuk menjalani kehidupan normal dan menekan kesehatan mentalnya.
Berbicara tentang masa depannya, Zena sangat khawatir dengan penjara Israel. “Ini sulit karena saya akan tinggal di sel kecil dan bertemu orang-orang yang tidak saya kenal sebelumnya. Dengan kata lain, saya akan berpindah dari pangkuan keluarga saya ke kegelapan penjara Israel,” tambahnya.
Ini bukan kali pertama kalinya Zena dijebloskan ke penjara dengan dalih yang tidak jelas. Pusat Studi Tawanan Palestina melaporkan bahwa pasukan Israel pernah menangkapnya pada Mei 2021 ketika dia memprotes upaya Israel yang mengusir puluhan warga Sheikh Jarrah dari rumah mereka untuk memberi tempat bagi pemukim kolonial di tempat tersebut.
Ketika itu, Zena mengalami serangan brutal, penyiksaan, dan penderitaan sebelum dipindahkan ke penjara Hasharon di Ramla untuk menjalani penyelidikan keamanan berjam-jam Setelah seminggu, dia dihukum menjadi tawanan rumah selama satu setengah tahun.
Pada Desember 2022, Zena kembali ditangkap saat mengunjungi pemakaman Bab al-Assabat di Al-Quds (Yerusalem). Dia diinterogasi dengan kejam di pusat penahanan “Maskobiya”. Tiga pekan setelah penyelidikan, dia kembali menjadi tawanan rumah selama delapan bulan. Pada Juli 2023, pengadilan Israel menjatuhkan hukuman lima setengah bulan penjara dengan hukuman sebesar 5.000 Shekel, meskipun dia telah menjadi tawanan rumah selama delapan bulan.
Sejak dia berusia 16 tahun, Israel telah mengintimidasi, menahan, dan mengirimnya ke bagian interogasi penjara. Penangkapan terakhirnya menambah jumlah tawanan perempuan Palestina di penjara-penjara Israel menjadi 36 orang. “Tidak mudah untuk mengatasi pengalaman pahit seperti itu. Meski ini adalah jam-jam terakhir menuju kebebasan, namun gerbang penjara tidak akan pernah ditutup,” Zina menutup pidatonya dengan rasa sakit yang luar biasa.
Sumber:
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini
#Palestine_is_my_compass
#Palestina_arah_perjuanganku
#Together_in_solidarity
#فلسطين_بوصلتي
#معا_ننصرها