Tahun 2022 telah usai. Kondisi dunia yang perlahan membaik pascapandemi Covid-19 memberikan harapan bagi banyak orang. Perbatasan-perbatasan dibuka, roda ekonomi kembali menggeliat, orang-orang mulai berani menyusun lebih banyak harapan dan resolusi pada tahun 2023, yang dulu mungkin sempat tertunda atau bahkan kandas saat kondisi masih pandemi. Namun, di antara deretan daftar resolusi tahun baru kita, adakah kita sempat mengingat saudara-saudara kita yang ada di Palestina?
Pilu. Mungkin itu satu kata yang dapat menggambarkan tahun 2022 di mata penduduk Palestina. Jika di belahan dunia lain momen pergantian tahun ditandai dengan kembang api meriah berwarna warni, di Palestina para penduduknya menutup telinga dan bersembunyi dari dentuman bom dan rudal yang silih berganti. Saat orang-orang menikmati liburan akhir tahun dengan mengunjungi berbagai destinasi wisata, penduduk Palestina kebingungan bagaimana menghadapi musim dingin karena rumah-rumah mereka sudah rata dengan tanah. Ketika orang-orang sibuk menghitung pencapaian yang telah diraih selama setahun, penduduk Palestina justru harus menghitung jumlah keluarga mereka yang telah gugur atau mendekam di penjara sepanjang tahun 2022. Saat kebanyakan orang mengucapkan “Selamat tahun baru”, penduduk Palestina hingga saat ini masih bertanya-tanya, “kapan ini semua akan berakhir?”
Ini adalah kenyataan yang terjadi di Palestina, momen pergantian tahun yang penuh dengan tragedi berdarah dan air mata yang tertumpah.
Tahun yang Mematikan di Palestina
Pembunuhan yang Tak Kunjung Berhenti
Pada akhir 2022 lalu, Kantor Koordinasi PBB Urusan Kemanusiaan di wilayah Palestina yang diduduki (OCHA) menyatakan bahwa 2022 adalah tahun yang paling mematikan bagi penduduk Palestina. Pernyataan tersebut bukanlah sekadar kalimat hiperbola untuk menarik simpati dunia, melainkan fakta yang berbicara berdasarkan hasil riset yang menghasilkan kumpulan data. Tidak hanya membandingkan tahun 2022 dengan satu atau dua tahun sebelumnya, OCHA telah melakukan riset dan menghitung jumlah pelanggaran Zionis terhadap penduduk Palestina sejak 2005. Maka ketika PBB telah mengatakan 2022 sebagai “tahun paling mematikan”, itu artinya tahun tersebut adalah tahun terburuk selama kurang lebih 17 tahun terakhir ini.
Kanal berita Mondoweiss menyatakan bahwa pembunuhan pertama dan kedua penduduk Palestina pada 2022 terjadi pada pekan pertama Januari. Korban pertama adalah Bakeer Hashash (21), seorang pria Palestina yang tinggal di Kamp Pengungsi Balata di Nablus. Hashash tewas seketika pada 6 Januari 2022 ketika pasukan Israel menembaknya di bagian kepala, meskipun Hashash dilaporkan sama sekali tidak bersenjata. Pada hari yang sama, pemukim Israel juga membunuh seorang pria Palestina dari Ramallah bernama Mustafa Falaneh (25). Falaneh saat itu dilaporkan sedang berangkat menuju tempat kerjanya, ketika pemukim Israel menabraknya dengan mobil di dekat Pos Pemeriksaan Beit Sira di Ramallah. Falaneh meninggalkan seorang istri dan anak perempuan yang usianya saat itu masih 18 bulan. Pembunuhan dua pemuda Palestina tersebut menjadi awal dari pembunuhan-pembunuhan lainnya yang tidak kunjung berhenti sepanjang tahun 2022.
Berdasarkan laporan dari Mondoweiss pada 31 Desember 2022, Zionis telah membunuh 231 penduduk Palestina sepanjang tahun 2022. Jumlah pembunuhan tertinggi terjadi di Tepi Barat dan Al-Quds (Yerusalem) Timur yaitu sebanyak 173 kasus, 39 di antaranya atau sekitar 27% adalah anak usia 17 tahun kebawah. Jumlah korban tertinggi terdapat di wilayah Nablus yaitu sebesar 19% dan di Jenin sebesar 34%. Angka pembunuhan yang tinggi juga terjadi di Jalur Gaza yaitu sebanyak 53 kasus, 49 di antaranya merupakan korban dari operasi Breaking Dawn yang terjadi pada Agustus 2022, termasuk 8 anak-anak. Selain itu, Zionis juga membunuh 5 orang Palestina yang memiliki kewarganegaraan Israel[1].
Daftar korban yang terdapat di dalam laporan Mondoweiss tidak hanya terbatas pada penduduk Palestina yang tewas akibat ditembak mati oleh pasukan pendudukan Israel, melainkan memuat data secara umum, termasuk tawanan Palestina yang meninggal akibat kelalaian medis di penjara Israel, pejuang yang wafat saat mengkritik atau melawan rezim apartheid Israel, juga termasuk para martir yang gugur saat berpartisipasi dalam aksi perlawanan dan bentrok dengan pasukan pendudukan atau pemukim Israel.
Diagram jumlah pembunuhan sejak 2005 – 2022 : https://infogram.com/palestinian-and-israeli-deaths-since-2005-1h0n25yvwzgzl6p
Data pembunuhan penduduk Palestina per wilayah (MEE)
Middle East Eye (MEE) juga telah mengumpulkan data-data terkait pembunuhan penduduk Palestina oleh Zionis, dan menyimpulkan bahwa Oktober merupakan bulan paling mematikan sepanjang tahun 2022. Pada Oktober, Zionis dilaporkan telah membunuh 30 orang Palestina, atau satu orang per hari selama satu bulan penuh, dengan 5 korban adalah anak di bawah umur, yang termuda adalah anak laki-laki usia 12 tahun bernama Mahmoud Mohammad Samoudi. MEE menyatakan bahwa terakhir kalinya terjadi kasus pembunuhan melebihi 30 orang adalah antara Oktober dan Desember 2015 saat puncaknya serangan penusukan, dan Oktober 2022 telah menyamai jumlah tersebut, menjadikannya bulan paling mematikan di tahun yang paling mematikan di Palestina[2].
Jangan lupakan juga agresi Israel di Jalur Gaza pada Agustus 2022 yang menewaskan 48 penduduk Palestina, termasuk 4 perempuan dan 17 anak-anak, dengan korban termuda masih berusia 4 tahun. Sebanyak 360 penduduk lainnya juga dilaporkan terluka selama agresi, 151 di antaranya adalah anak-anak, dan korban cedera paling muda adalah bayi berusia 15 bulan. Jalur Gaza di Palestina telah berkali-kali menjadi sasaran agresi Israel. Setiap serangan tidak pernah memandang usia, dari bayi hingga lansia semuanya berpotensi menjadi korban serangan. Sejak 2006 hingga sekarang, Gaza masih menjadi penjara terbuka akibat blokade yang tidak kunjung berhenti, membuat para penduduknya tidak bisa keluar dari wilayah yang terkepung tersebut dari sisi mana pun.
Penjara-penjara yang Tidak Pernah Penuh
Sepanjang tahun 2022, Middle East Monitor (MEMO), mengutip dari the Palestinian Prisoners Club (PPC) melaporkan bahwa pasukan pendudukan Israel telah menangkap lebih dari 3.000 penduduk Palestina sebagai bagian dari operasi Breaking Waves. Jumlah tersebut juga termasuk 410 warga Palestina dari berbagai kalangan yang ditangkap hanya karena mengungkapkan pendapat di media sosial, baik itu hanya memposting foto pejuang Palestina atau menuliskan seruan untuk membela dan menjaga Masjid Al-Aqsa. Pasukan pendudukan Israel juga telah mengeluarkan 1.829 perintah penahanan administratif sepanjang tahun, yang membuat mereka bisa menahan warga Palestina tanpa dakwaan atau pengadilan. Laporan tersebut menyatakan bahwa jumlah penangkapan tertinggi terjadi di Al-Quds (Yerusalem), yaitu sebanyak 2.700 kasus[3].
Di antara jumlah yang sangat banyak tersebut, PPC mengatakan bahwa 164 kasus adalah penangkapan terhadap perempuan. Pasukan pendudukan Israel menangkap perempuan Palestina tanpa memandang usia dan kategori, mereka menangkap anak-anak perempuan, lansia, perempuan hamil, perempuan yang terluka, perempuan jurnalis, murabithah Al-Aqsa, bahkan menangkap kembali perempuan tawanan yang telah dibebaskan.
Hingga akhir tahun 2022, jumlah perempuan tawanan yang masih berada di penjara Israel dilaporkan berjumlah 29 orang, termasuk 13 orang dengan hukuman yang berbeda, dengan 8 di antaranya divonis lebih dari 10 tahun penjara. Mengenai distribusi geografis tawanan perempuan, ada 12 tawanan dari Al-Quds, 6 dari Nablus, 2 dari Jenin, 2 dari Bethlehem, 2 dari Hebron, 2 dari Tulkarem, 1 dari wilayah Palestina 48, dan 1 dari Ramallah. Sebanyak 5 perempuan tawanan menderita berbagai penyakit, dan mereka tidak mendapatkan perawatan yang sesuai di penjara[4].
Riyad Al-Ashqar, direktur PPC, mengatakan bahwa pasukan pendudukan Israel sengaja menangkap perempuan Palestina dengan tujuan menghalangi mereka dalam berpartisipasi di kegiatan damai, perlawanan, atau komunitas apa pun yang mendukung perjuangan Palestina dan menentang kebijakan kriminalnya, meskipun hanya dengan menulis atau mengungkapkan pendapat di situs jejaring sosial. Pasukan pendudukan juga mencegah para perempuan untuk berdoa di Masjid Al-Aqsa. Al-Ashqar mengatakan bahwa strategi tersebut adalah strategi lama, dan tidak terbatas pada era tertentu, tetapi telah meningkat selama Intifada. Pasukan pendudukan menggunakan strategi tersebut sebagai bentuk hukuman kolektif, dan dalam banyak kasus, perempuan ditangkap dengan tujuan pemerasan dan tawar menawar untuk memaksa kerabat mereka agar menyerahkan diri.
Lembaga yang membela hak anak-anak Palestina, Defense for Children International Palestine (DCIP) juga turut mengeluarkan laporan tahunan yang merinci data penangkapan Israel terhadap anak-anak Palestina. DCIP mengatakan bahwa sepanjang 2022, pasukan pendudukan Israel diperkirakan telah menangkap 132 anak Palestina setiap bulannya, seringkali tanpa orangtua atau kerabat yang mendampingi mereka selama penyelidikan dan interogasi. Di antara jumlah tersebut, 16 anak di antaranya merupakan tawanan administratif[5].
Di Palestina, tidak ada tempat yang aman bagi anak-anak. Pasukan pendudukan Israel bisa menangkap mereka kapan pun, di mana pun, dan dalam kondisi apa pun, baik itu di rumah, di sekolah, di tempat bermain, di rumah sakit, bahkan di jalanan. Tidak hanya menangkap, pasukan pendudukan Israel seringkali mengancam dan melecehkan anak-anak, baik secara verbal, kekerasan fisik, maupun penyiksaan. Israel juga seringkali membuat anak-anak ketakutan dengan tidak memberikan mereka izin untuk didampingi oleh orang tua, kerabat, atau pengacara mereka selama masa interogasi maupun kunjungan di penjara.
Pasukan Israel tangkap anak Palestina (MEMO)
Dari banyaknya anak Palestina yang ditahan di penjara Israel, DCIP berhasil mewawancarai 84 anak Palestina yang ditahan oleh pasukan pendudukan Israel di Tepi Barat dan Al-Quds (Yerusalem) Timur. Berdasarkan kesaksian anak-anak tersebut, DCIP melaporkan bahwa sebanyak 70% anak mengalami kekerasan fisik selama penangkapan, 94% ditangkap dengan kondisi tangan terikat dan 84% dengan mata tertutup, 58% mengalami pelecehan verbal, penghinaan, dan intimidasi, 58% menjadi target penggeledahan, 63% tidak mendapat informasi tentang hak mereka, 99% diinterogasi tanpa didampingi anggota keluarga, 17% menderita stres, 29% dipaksa untuk menandatangani dokumen berbahasa Ibrani yang tidak mereka pahami, dan 25% ditahan di sel isolasi selama lebih dari dua hari, rata-rata selama 21 hari dan yang terlama mencapai 45 hari[6].
Tidak hanya menahan anak-anak Palestina di penjara Israel, pasukan pendudukan Israel juga menahan lebih dari 600 anak Palestina di bawah kebijakan tahanan rumah sepanjang tahun 2022. Kebijakan ini merupakan bentuk hukuman Israel terhadap anak-anak Palestina yang masih berusia di bawah 14 tahun[7]. Tidak jauh lebih baik dibanding penahanan di penjara, anak-anak yang menjadi tahanan rumah diharuskan menggunakan gelang pelacak yang memaksa mereka untuk terus berada di dalam rumah, tidak dapat pergi ke sekolah atau ke rumah sakit saat mereka sakit. Terdapat dua jenis tahanan rumah, yaitu anak yang tinggal di rumah keluarganya sesuai batas waktu yang ditetapkan, atau dipaksa untuk tinggal di rumah lain selain rumah keluarganya dengan tujuan untuk mencerai-beraikan mereka. Keduanya sama buruknya bagi psikologis anak karena memicu perasaan cemas, ketakutan berlebihan, dan memaksa mereka untuk meninggalkan pendidikan yang seharusnya mereka dapatkan pada usianya.
Tindakan Zionis yang menangkap anak-anak Palestina, seringkali tanpa alasan atau hanya karena alasan sepele, memiliki beberapa tujuan. Selain untuk mengancam dan membuat anak-anak dan keluarga mereka ketakutan, Zionis juga menambah beban berat bagi keluarga anak-anak yang ditangkap dengan cara memberikan denda yang tinggi sebagai syarat untuk pembebasan anak mereka. Direktur PPC, Riyad Al-Ashqar, mengatakan bahwa sepanjang tahun 2022 Israel telah menjatuhkan denda sebesar 473.000 Shekel, setara dengan $140.000 terhadap tawanan anak-anak[8]. Al-Ashqar menyebut tindakan tersebut sebagai “pencurian terbuka”, karena Israel memeras uang dari keluarga tawanan anak yang secara ekonomi sudah sulit, hanya karena anak mereka berdiri di dekat pos pemeriksaan atau bahkan karena penangkapan yang mereka sama sekali tidak tahu alasannya.
Rumah dan Sekolah yang Rata dengan Tanah
Sepanjang tahun 2022, Kantor Koordinasi PBB Urusan Kemanusiaan di wilayah Palestina yang diduduki (OCHA) melaporkan bahwa Otoritas Pendudukan Israel telah menghancurkan atau menyita 851 bangunan milik Palestina. Dengan penggusuran tersebut, Israel telah membuat lebih dari 966 penduduk Palestina kehilangan tempat tinggal, membuat mereka terpanggang panas matahari pada musim panas dan menggigil kala musim dingin melanda[9].
Pada November saja, OCHA melaporkan bahwa Israel telah menghancurkan atau menyita 123 bangunan di Tepi Barat dan Al-Quds (Yerusalem) Timur. Jumlah ini meningkat sebesar 68% dibanding rata-rata bulanan selama tahun 2022. Sebanyak 108 bangunan yang ditargetkan pada November berada di Area C Tepi Barat, yang berada di bawah kekuasaan penuh militer Israel, 13 lainnya berada di Yerusalem Timur, dan dua di Area B Tepi Barat, yang berada di bawah administrasi sipil Palestina dan keamanan Israel. Akibatnya, 109 orang, termasuk 58 anak-anak, terpaksa mengungsi, dan mata pencaharian atau akses ke layanan lebih dari 382 orang lainnya terkena dampak.
DCIP juga menambahkan bahwa tindakan Israel yang menggusur rumah dan bangunan-bangunan milik Palestina memberikan dampak yang signifikan bagi anak-anak Palestina. Mengutip dari UNICEF and Save the Children-led Occupied Palestinian Territory Education Cluster, DCIP melaporkan bahwa selama tahun 2022, Israel sedang melakukan pembongkaran dan penghentian pembangunan terhadap 58 sekolah Palestina yang terletak di Tepi Barat dan Al-Quds (Yerusalem) Timur. Israel juga telah mengeluarkan 6 perintah pembongkaran terhadap sekolah-sekolah yang terletak di area C Tepi Barat, membuat 206 siswa terancam tidak dapat melanjutkan pendidikan. Sementara itu, sebanyak 3 sekolah Palestina telah mengalami pembongkaran total oleh Israel selama 2022, salah satunya yaitu sekolah Isfey Al-Fouqa di Masafer Yatta yang dihancurkan sebanyak dua kali dalam setahun oleh Israel, memberi dampak pada 85 siswa yang tidak tahu ke mana harus melanjutkan sekolah mereka[10].
Pasukan pendudukan Israel dan pemukim Yahudi juga tercatat telah melakukan 8.724 pelanggaran terhadap penduduk Palestina dan propertinya yang terletak di Tepi Barat dan Al-Quds (Yerusalem) Timur, berdasarkan laporan dari the Colonisation and Wall Resistance Commission. Muayyad Shaaban, ketua organisasi tersebut mengatakan bahwa pelanggaran-pelanggaran tersebut mencakup perintah pembongkaran bangunan yang telah dirincikan sebelumnya, penghancuran 715 fasilitas publik yang berdampak pada 1.235 orang, juga perusakan terhadap 354 pohon, juga mencabut dan meracuni 10.291 pohon, terutama pohon zaitun yang menjadi simbol ketahanan dan perjuangan penduduk Palestina[11].
Situs-situs Suci Terancam Yahudinisasi
Direktur Departemen Wakaf Islam yang bertanggung jawab terhadap Masjid Al-Aqsa, Azzam Khatib, menyatakan bahwa tahun 2022 menjadi saksi pelanggaran tertinggi di Masjid Al-Aqsa oleh pemukim fanatik Yahudi. Beliau mengatakan bahwa sepanjang tahun 2022, 48.238 pemukim fanatik Yahudi telah menyerbu Masjid Al-Aqsa sebanyak 262 kali, melakukan pelanggaran dan tindakan provokatif, termasuk melakukan ritual Talmud dan mengibarkan bendera bintang Daud di area dalam masjid. Pasukan pendudukan Israel juga seringkali ambil bagian dengan melindungi para pemukim yang menyerbu masjid, juga menahan para penjaga Masjid Al-Aqsa yang biasa disebut murabiteen dan murabithah[12].
Tidak hanya di Masjid Al-Aqsa, Israel juga melancarkan Yahudinisasi di Masjid Ibrahimi yang terletak di kota Hebron. Departemen Wakaf Islam menyampaikan bahwa Otoritas Pendudukan Israel telah melarang kumandang azan di Masjid Ibrahimi sebanyak 613 kali dan telah menutup masjid sebanyak 10 kali sepanjang 2022. Selain itu, pasukan pendudukan Israel juga sedang membangun lift yang bertujuan untuk memudahkan akses bagi para pemukim untuk mengakses masjid, termasuk untuk mengibarkan bendera, menyalakan lilin, dan mengadakan pesta minuman keras di lingkungan masjid. Israel juga dilaporkan telah menyerbu, menyerang, menghancurkan, bahkan membakar 24 masjid lainnya yang terletak di Tepi Barat dan melaksanakan ritual Talmud di 20 situs umat Muslim serta menyerang 12 makam umat Islam selama setahun[13].
Selain melakukan Yahudinisasi terhadap umat Islam, Israel juga melancarkan Yahudinisasi terhadap umat Kristen dan situs-situsnya. Pada akhir tahun, umat Kristen Palestina biasanya akan memperingati Natal dengan berziarah ke Gereja Kelahiran yang terletak di Bethlehem. Umat Kristen meyakini tempat tersebut sebagai lokasi Maria ketika melahirkan Yesus Kristus. Akan tetapi, tradisi tersebut tidak bisa dilakukan oleh penduduk Gaza, meskipun jarak Gaza dengan Bethlehem dapat ditempuh hanya dalam waktu satu jam saja. Hal tersebut disebabkan oleh blokade yang sangat ketat dan berkelanjutan oleh Israel, yang membuat 1.500 umat Kristen di Gaza tidak bisa melaksanakan hak mereka untuk beribadah secara bebas[14].
Awal Tahun 2023, Masihkah Ada harapan?
2022 telah berakhir, berganti menjadi tahun 2023, tetapi situasinya sama mengerikannya bagi penduduk Palestina. Januari 2023 belum usai, tetapi Israel tercatat telah membunuh 17 orang Palestina, 4 di antaranya adalah anak-anak, dan kemungkinan jumlahnya masih akan terus bertambah mengingat penyerangan yang masih terus terjadi di berbagai wilayah Palestina terutama di Tapi Barat dan Jalur Gaza. Jumlah tersebut belum termasuk pelanggaran-pelanggaran lain yang belum terdata secara detail seperti penangkapan, penggusuran, serangan pemukim ke Masjid Al-Aqsa, pencabutan pohon zaitun, dan sejumlah pelanggaran-pelanggaran lainnya.
Pernahkah bertanya-tanya, mengapa setiap tahunnya selalu terjadi hal-hal yang sama di Palestina? Tahun yang berganti hanya menambah daftar kejahatan Israel yang tidak kunjung mendapat tindakan tegas dari dunia internasional. Lebih seringnya, dunia hanya bersimpati satu-dua hari pada tragedi Palestina, sebelum akhirnya mereda dan terlupa akibat sejumlah agenda dan urusan-urusan politik lainnya yang dianggap lebih penting. Lagi dan lagi, dunia seakan menganggap hal-hal mengerikan yang terjadi di Palestina sebagai “hal biasa” karena terjadi hampir setiap hari.
Sejumlah negara besar yang berani mengumumkan normalisasi dengan Israel juga telah menambah andil terhadap penderitaan penduduk Palestina. Israel menjadi semakin jumawa, menganggap bahwa negara-negara yang telah mengumumkan normalisasi sudah tidak lagi peduli pada nasib saudara-saudara mereka yang ada di Palestina. Begitulah strategi Israel yang membungkus penindasan mereka terhadap penduduk Palestina dengan plastik bening, membuat seluruh dunia bisa melihat dan menyaksikannya namun tidak dapat menyentuh ataupun bertindak sama sekali.
Pada akhirnya, rezim apartheid Israel adalah sebuah sistem, yang hanya dapat dihentikan dengan memutus mata rantai dari rangkaian sistem tersebut. Sebelum hal tersebut dilakukan, deretan daftar pelanggaran Israel terhadap penduduk Palestina akan terus bertambah, sejalan dengan bertambahnya aksi perjuangan dari penduduk Palestina yang menuntut hak mereka. Anak-anak dan perempuan yang tak bersenjata akan terus ditargetkan menjadi korban, membuat Palestina menjadi penjara terbesar tanpa satu celah pun yang aman dari serangan.
Ini adalah potret Palestina dengan segala kenyataannya; momen pergantian tahun artinya berganti juga tokoh-tokoh generasi pejuang, menggantikan syuhada-syuhada yang gugur di tahun sebelumnya. Masih belum terprediksi hingga kapan situasi seperti ini akan terus berlangsung di Palestina, namun bukan berarti kita tidak bisa melakukan apa-apa. Sepotong roti, segelas air, bahkan seuntai doa yang kita langitkan untuk Palestina adalah hal yang berarti. Suara kita, tulisan kita, lukisan-lukisan kita tentang Palestina, adalah rekam jejak perjuangan kita yang turut membersamai derap langkah pejuang-pejuang yang angkat senjata di Palestina. Sekecil apa pun peran kita, itu semua bermakna, karena apa yang kita lakukan akan menentukan di mana kita berdiri, di kelompok mana kita berpihak, dan siapa yang sebenarnya hati kita pilih.
Pada tahun baru ini, Palestina masih membutuhkan uluran tangan kita. Jadi mari bersama Adara Relief International, kita merapatkan barisan, menguatkan tekad, dan berjuang di posisi kita masing-masing, hingga nanti bisa bersama meneriakkan kemenangan bersama saudara-saudara kita di Palestina.
Salsabila Safitri, S.Hum.
Penulis merupakan Relawan Departemen Penelitian dan Pengembangan Adara Relief International yang mengkaji tentang realita ekonomi, sosial, politik, dan hukum yang terjadi di Palestina, khususnya tentang anak dan perempuan. Ia merupakan lulusan sarjana jurusan Sastra Arab, FIB UI.
Sumber:
https://english.wafa.ps/Pages/Details/132463https://mondoweiss.net/2022/12/for-gazas-christians-christmas-is-marred-by-permits-and-checkpoints/ https://www.middleeasteye.net/opinion/all-palestinian-christians-want-for-christmas-return
https://www.middleeasteye.net/opinion/israel-palestinian-christians-christmas-rights-denies
https://mondoweiss.net/2022/12/2022-in-review-palestines-moment-of-truth/
https://mondoweiss.net/2022/12/231-palestinians-were-killed-this-year-these-are-their-stories/
https://www.middleeastmonitor.com/20230109-btselem-last-year-israel-killed-largest-number-of-palestinians-in-west-bank-since-2004/ https://www.dci-palestine.org/year_in_review_2022 https://english.wafa.ps/Pages/Details/132524 https://www.middleeasteye.net/news/palestine-west-bank-deadliest-year-second-intifada https://www.middleeastmonitor.com/20230116-about-140000-in-fines-against-palestinian-child-prisoners-in-2022/ https://www.maannews.net/news/2085044.html https://www.middleeastmonitor.com/20230109-israel-prevented-call-to-prayer-in-ibrahimi-mosque-613-times-in-2022/
https://english.wafa.ps/Pages/Details/132558
https://www.middleeastmonitor.com/20230105-report-israel-carried-out-8724-violations-against-palestinians-in-2022/ https://www.middleeastmonitor.com/20230105-israel-arrested-410-palestinians-for-social-media-activity-in-2022-report-says/
https://www.middleeastmonitor.com/20221229-israel-arrested-over-3000-palestinians-in-2022/
https://www.middleeastmonitor.com/20221229-report-israel-demolished-950-palestinian-homes-in-2022/
https://english.wafa.ps/Pages/Details/132546 https://www.middleeastmonitor.com/20221229-14-3m-palestinians-around-the-world-report-reveals/
https://english.wafa.ps/Pages/Details/132555 https://www.middleeastmonitor.com/20221221-israel-increases-budget-for-judaising-occupied-jerusalem/ https://www.middleeasteye.net/news/israel-palestine-west-bank-october-deadliest-month-year-palestinians
https://english.wafa.ps/Pages/Details/131668
https://english.wafa.ps/Pages/Details/131383
- https://mondoweiss.net/2022/12/231-palestinians-were-killed-this-year-these-are-their-stories/ ; https://www.dci-palestine.org/year_in_review_2022 ↑
- https://www.middleeasteye.net/news/israel-palestine-west-bank-october-deadliest-month-year-palestinians ↑
- https://www.middleeastmonitor.com/20221229-israel-arrested-over-3000-palestinians-in-2022/ ; https://www.middleeastmonitor.com/20230105-israel-arrested-410-palestinians-for-social-media-activity-in-2022-report-says/ ↑
- https://www.maannews.net/news/2085044.html ↑
- https://www.middleeastmonitor.com/20221229-israel-arrested-over-3000-palestinians-in-2022/ ; https://www.dci-palestine.org/year_in_review_2022 ↑
- https://www.dci-palestine.org/year_in_review_2022 ↑
- https://english.wafa.ps/Pages/Details/132524 ↑
- https://english.wafa.ps/Pages/Details/132524 ↑
- https://english.wafa.ps/Pages/Details/132546 ↑
- https://www.dci-palestine.org/year_in_review_2022 ↑
- https://www.middleeastmonitor.com/20230105-report-israel-carried-out-8724-violations-against-palestinians-in-2022/ ↑
- https://english.wafa.ps/Pages/Details/132558 ↑
- https://www.middleeastmonitor.com/20230109-israel-prevented-call-to-prayer-in-ibrahimi-mosque-613-times-in-2022/ ↑
- https://mondoweiss.net/2022/12/for-gazas-christians-christmas-is-marred-by-permits-and-checkpoints/ ↑
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini