PBB mengungkapkan bahwa 2022 merupakan tahun yang paling mematikan bagi rakyat Palestina karena tingginya tingkat pembunuhan warga Palestina oleh Israel. Kondisi ini tampaknya akan terus berlanjut. Tidak hanya pada tahun 2023 kini, tetapi tahun-tahun berikutnya pun berpotensi menjadi tahun paling mematikan bagi Palestina. Pergantian tahun rupanya tetap menuliskan kisah lama tentang penindasan yang dialami bangsa Palestina, dengan mencatat setidaknya 17 warga Palestina tewas dibunuh oleh Israel, sejak awal tahun hingga pekan ketiga Januari 2023. Hal ini tidak lepas dari kembali berkuasanya Netanyahu yang didukung oleh koalisi sayap kanan.
Terpilihnya Netanyahu untuk keenam kalinya menjadi perdana Menteri Israel di penghujung tahun 2022 menjadi indikasi penting soal ini. Keterpilihannya tidak akan memberikan banyak perubahan bagi Palestina, kecuali memperburuk kondisi Palestina. Salah satu indikasi kuatnya adalah terbentuknya koalisi pemerintahan sayap paling kanan sepanjang sejarah politik Israel, yang banyak berasal dari partai-partai aliran kanan yang memiliki kebijakan kontroversial terhadap Palestina.
Agenda Politik Sayap Kanan
Salah satu agenda politik dari sayap kanan adalah eksekusi perluasan pemukiman ilegal di seluruh wilayah “Israel”, yakni Galilee (Al-Jalil), Negev (Naqab), Dataran Tinggi Golan, dan Tepi Barat. Hal ini bukan lagi sekadar wacana, sebab sejak pembukaan tahun 2023 militer Israel secara intensif menghancurkan rumah-rumah penduduk Palestina yang menjadi sasaran berdirinya permukiman ilegal Israel, meskipun kejahatan ini telah mendapatkan kecaman dari dunia internasional, termasuk dari Amerika Serikat yang merupakan sekutu utama Israel.
Komposisi pemerintahan Netanyahu, yang merupakan gabungan dari partai ultra-ortodoks, faksi religius ultranasionalis kanan jauh, dan partai Likud, menjadi koalisi sayap kanan garis keras sepanjang sejarah. Menteri-menteri yang diangkat oleh Netanyahu pun merupakan orang-orang yang kontroversial dan sangat anti-Palestina.
Menteri Keuangan terpilih Bezalel Smotrich menyatakan bahwa status Tepi Barat tidak akan mengalami perubahan hukum dan politik, sehingga akan aneksasi terhadap wilayah ini akan terus berlangsung. Ditambah dengan kewenangannya juga sebagai menteri pertahanan yang ikut mengawasi pemukiman ilegal di Tepi Barat yang akan diperluas, maka upaya perluasan permukiman ilegal akan dengan mudah dapat terlaksana. Ia juga merupakan oposisi terhadap penduduk Palestina yang memiliki kewarganegaraan Israel.
Itamar Ben-Gvir, yang mengetuai Partai Kekuatan Yahudi dan terkenal atas tindakan rasisnya terhadap penduduk Palestina, ditunjuk menjadi Menteri Keamanan Nasional. Tidak hanya menentang berdirinya negara Palestina, ia juga seringkali melakukan pelecehan terhadap Al-Aqsa dengan melakukan ritual ibadah Yahudi di Masjid Al-Aqsa. Baru-baru ini, kelompok organisasi ekstrem Yahudi memintanya agar mengeluarkan aturan yang memperbolehkan mereka untuk melakukan penyembelihan di dalam Masjid Al-Aqsa saat Hari Raya Paskah Yahudi (Pesach) yang bertepatan dengan bulan Ramadan. Ia juga yang menyerukan agar polisi Israel mendapatkan kelonggaran mengenai ketentuan kapan pasukan Israel dapat melepaskan tembakan saat menghadapi ancaman.
Sementara itu, Menteri Kesehatan dan Dalam Negeri, Aryeh Deri, merupakan seorang Rabi ultra-ortodoks. Keterpilihannya cukup dipertanyakan, mengingat pengakuannya atas penipuan pajak yang telah dilakukannya, dan ia tidak mendapatkan hukuman penjara.
Beberapa agenda utama yang ditetapkan oleh pemerintahan Yahudi sayap kanan adalah pembentukan kerangka kerja untuk mengokupasi Tepi Barat ke Israel, meski hal itu bertentangan dengan Perjanjian Oslo. Koalisi ini juga ingin mengurangi kekuatan peradilan Israel, yang berkonsekuensi terhadap bertambah minimnya perlindungan bagi penduduk Palestina.
Mereka juga berencana untuk melakukan perluasan permukiman ilegal Yahudi di kedua sisi Garis Hijau (Green Line), yakni garis demarkasi yang disepakati antara Israel dengan Mesir, Yordania, Lebanon, dan Suriah dalam sebuah Perjanjian Gencatan Senjata pada 1949. Garis tersebut menjadi penanda perbatasan tidak hanya antara Israel dengan negara-negara tersebut, tetapi juga antara wilayah “Israel” (Palestina yang Terjajah) dengan Palestina.
Tidak hanya itu, koalisi pemerintahan Yahudi sayap kanan juga ingin mencabut UU yang melarang diskriminasi berdasarkan keyakinan agama. Agenda ini memiliki implikasi serius terhadap kemanusiaan, karena berdasarkan aturan ini, seorang dokter misalnya dapat menolak untuk melakukan perawatan medis terhadap orang Palestina, hanya karena dianggap bertentangan dengan ajaran agama yang mereka anut.
Sanksi Terhadap Palestina
Selain agenda-agenda diskriminasi tersebut, Netanyahu juga menjatuhkan sejumlah sanksi terhadap Palestina. Ini diakibatkan karena adanya dorongan dari Otoritas Palestina (PA) kepada PBB untuk mengeluarkan resolusi pada 31 Desember 2022. Resolusi ini meminta ICJ (International Court of Justice) untuk mengeluarkan opini terhadap konsekuensi-konsekuensi hukum mengenai penjajahan yang berkepanjangan terhadap wilayah Palestina.
Res0lusi ini juga menyebutkan bahwa Israel harus bertanggung jawab terhadap kejahatan yang terjadi di Palestina, termasuk di antaranya adalah penjajahan, permukiman ilegal, aneksasi, UU yang mendiskriminasi penduduk Palestina, serta aturan yang ditujukan untuk mengubah komposisi penduduk, termasuk status Kota Al-Quds (Jerusalem).
Adapun sanksi-sanksi tersebut adalah, pertama, penundaan pemberian dana pajak penduduk Palestina sejumlah 150 juta dolar AS, yang menjadi pemasukan utama PA. Kedua, Israel akan mengurangi penerimaan pajak tersebut hingga 40 juta dollar AS untuk diberikan kepada keluarga Israel yang keluarganya dibunuh oleh penduduk Palestina.
Ketiga, Israel tidak akan menerbitkan izin membangun kepada penduduk Palestina di Tepi Barat Area C. Meskipun tanpa sanksi ini, lebih dari 90% izin membangun yang diajukan penduduk Palestina di wilayah tersebut ditolak. Keempat, Israel akan menolak diberlakukannya “keuntungan VIP” terhadap pejabat PA yang dapat lewat secara bebas ketika melewati pos pemeriksaan ataupun perbatasan. Kelima, Israel akan mengambil Langkah terhadap organisasi Palestina yang melakukan aktivitas teroris ataupun tindakan agresif, termasuk aksi politik dan hukum terhadap Israel melalui jalur kemanusiaan.
Bersamaan dengan hal tersebut, Ben-Gvir juga mengeluarkan sejumlah aturan untuk menambah penderitaan penduduk Palestina. Pada 9 Januari 2023 lalu, ia mengumumkan aturan mengenai larangan untuk mengibarkan bendera di seluruh ruang publik. Aturan ini, tidak hanya menjadi bagian dari upaya Israel untuk menghapus identitas bangsa Palestina, tetapi juga merupakan bagian dari legalisasi terhadap upaya Israel untuk melakukan represi, kekerasan, dan mengukuhkan eksistensi penjajahan.
Ben-Gvir juga ingin membatalkan aturan yang memperbolehkan anggota parlemen bertemu dengan tawanan politik. Pada 8 Januari 2023 lalu, ia dengan sengaja berkunjung ke penjara Israel yang tengah direnovasi, sekadar memastikan bahwa perbaikan penjara Israel tidak ikut menambahkan sedikit pun fasilitas atau hal lain terkait perbaikan hidup bagi para tawanan Palestina.
Enough is enough!
Koalisi ini boleh saja menjadi koalisi paling kanan Israel sepanjang sejarah. Namun, dengan atau tanpa embel-embel politik apa pun di belakangnya, kondisi Palestina tetap akan sama jika tidak ada intervensi dari masyarakat dunia untuk mengakhiri penjajahan Israel di atas tanah Palestina.
Sehingga pertanyaannya adalah, akankah kita ikut membiarkan sejarah kembali terulang tentang penderitaan bangsa Palestina. Enough is enough. Saatnya mengubah dunia, bahwa sekanan apa pun atau sekuat apa pun sebuah koalisi pemerintahan, kemanusiaan harus selalu dijunjung di muka bumi. Masih tetap terjajahnya Palestina menjadi indikasi bahwa kemanusiaan masih berada di titik nadir.
Fitriyah Nur Fadilah, S.Sos., M.I.P.
Penulis merupakan Ketua Departemen Resource Development and Mobilization (RDM) Adara Relief International yang mengkaji tentang realita ekonomi, sosial, politik, dan hukum yang terjadi di Palestina, khususnya tentang anak dan perempuan. Ia merupakan lulusan sarjana dan master jurusan Ilmu Politik, FISIP UI.
Sumber:
https://www.bbc.com/news/world-middle-east-63942616
https://english.wafa.ps/Pages/Details/132714
https://mondoweiss.net/2023/01/itamar-ben-gvir-just-banned-the-palestinian-flag/
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini