Mahkamah Internasional (ICJ) telah memutuskan pada Jumat (19/7) bahwa strategi permukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki merupakan pelanggaran hukum internasional dan Israel harus membayar ganti rugi kepada warga Palestina yang kehilangan properti dan pendapatan sebagai akibat dari pendudukan Israel.
ICJ menetapkan bahwa pemindahan pemukim Israel ke Tepi Barat dan Al-Quds bagian Timur (Yerusalem Timur) yang diduduki, serta pemeliharaan keberadaan mereka, melanggar paragraf keenam Pasal 49 Konvensi Jenewa Keempat.
Presiden ICJ Nawaf Salam, yang membacakan temuan dari panel 15 hakim, menyatakan, “Pengadilan menegaskan kembali bahwa permukiman Israel di Tepi Barat dan Al-Quds bagian timur (Yerusalem Timur), serta rezim yang terkait dengan mereka, telah didirikan dan dipertahankan dengan melanggar hukum internasional.”
“Penyalahgunaan yang berkelanjutan oleh Israel atas posisinya sebagai kekuatan pendudukan melalui aneksasi dan pernyataan mempunyai kendali permanen atas wilayah Palestina yang diduduki dan terus menghalangi hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri, telah melanggar prinsip-prinsip fundamental hukum internasional. Hal ini menjadikan keberadaan Israel di wilayah Palestina yang diduduki melanggar hukum,” lanjutnya.
Pengadilan juga menyatakan bahwa keberadaan Israel yang berkelanjutan di wilayah Palestina adalah ilegal dan harus diakhiri secepat mungkin. Selain itu, pengadilan memutuskan bahwa Israel harus memberikan kompensasi atas kerusakan yang diakibatkan oleh pendudukannya dan mencatat bahwa eksploitasi sumber daya alam oleh Israel tidak konsisten dengan kewajibannya di bawah hukum internasional sebagai kekuatan pendudukan.
Menyoroti argumen bahwa Israel melakukan apartheid, Salam mengatakan, “Pengadilan mengamati bahwa kebijakan dan praktik Israel di Tepi Barat dan Al-Quds bagian timur (Yerusalem Timur) menerapkan pemisahan antara penduduk Palestina dan pemukim yang dipindahkan oleh Israel ke wilayah tersebut.”
Ia menjelaskan bahwa pemisahan ini tidak hanya secara fisik tetapi juga melalui yurisdiksi dengan warga Palestina dipaksa untuk mendapatkan izin perencanaan untuk membangun di wilayah Palestina yang diduduki sementara pemukim ilegal Israel tidak.
Sebagai hasil dari temuan ini, ia menambahkan, “legislasi dan langkah-langkah Israel merupakan pelanggaran Pasal 3 CERD”, dengan demikian Tel Aviv melakukan diskriminasi rasial terhadap warga Palestina.
Selain itu, pengadilan lebih lanjut menyatakan bahwa praktik dan kebijakan Israel melanggar hak warga Palestina untuk menentukan nasib sendiri.
Meskipun keputusan ini bersifat mengikat secara hukum, pengadilan tidak memiliki sarana untuk menegakkannya.
Perkiraan menunjukkan bahwa sekitar 700.000 pemukim Israel tinggal di sekitar 300 permukiman ilegal di Tepi Barat dan Al-Quds bagian timur yang diduduki.
Putusan ini muncul sebagai tanggapan atas Majelis Umum PBB pada tahun 2022 yang meminta pendapat pengadilan mengenai implikasi hukum dari “pendudukan yang berkepanjangan, permukiman, dan aneksasi” Israel atas wilayah tersebut, termasuk Tepi Barat dan Al-Quds bagian Timur sejak 1967.
Sumber: https://www.middleeastmonitor.com
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini