Pada Sabtu (19/04) sore, dua anak Palestina menjadi korban penculikan oleh sekelompok pemukim Israel di dekat Kota Nablus, wilayah Tepi Barat yang diduduki. Insiden ini terjadi saat sekelompok anak sedang bermain di sekitar rumah mereka di pinggiran Beit Furik, sebelah timur Nablus.
Menurut keterangan warga setempat, para pemukim datang dari sebuah pos permukiman baru yang dibangun di atas tanah milik warga, lalu menculik dua anak—Maryam yang berusia 13 tahun dan adiknya Ahmed yang baru berusia 3 tahun. Kedua anak tersebut kemudian dibawa ke area terpencil dan diikat ke pohon zaitun.
Salah satu kerabat yang mencoba menolong sempat diserang oleh para pemukim dengan lemparan batu. Namun, warga berhasil menyusul dan menyelamatkan kedua anak tersebut. “Kedua anak saya datang sambil menangis dan berteriak. Kami pun segera mengejar para pemukim,” ujar Mohammed Hanani, paman korban, kepada Middle East Eye. “Kami menemukan mereka tidak sadarkan diri dan terikat di pohon. Para pemukim sudah kabur ke arah pos permukiman dengan kendaraan ATV. Kami segera melepas ikatan dan membawa anak-anak ke pusat kesehatan,” tambahnya.
Meski tidak mengalami luka fisik, kedua anak tersebut mengalami trauma berat dan ketakutan luar biasa. Hanani menyampaikan bahwa hingga kini, anak perempuannya masih belum berani keluar rumah dan terus menangis karena menyaksikan langsung kejadian tersebut.
Insiden ini menjadi yang pertama kali dilaporkan di Beit Furik, meski serangan dari pemukim telah terjadi berulang sejak pendirian pos permukiman baru tersebut, terutama setelah dimulainya agresi Israel ke Gaza. Dalam beberapa bulan terakhir, Hanani mengaku bahwa para pemukim telah membakar mobil dan truk miliknya, merusak lahan pertanian, serta melempari rumahnya dengan batu.
“Kerusakan materi memang bisa diganti. Tapi penculikan dan penyerangan terhadap anak-anak adalah hal yang sangat mengkhawatirkan dan mengancam nyawa kami secara langsung,” tegas Hanani. Ia meyakini bahwa serangkaian serangan ini bertujuan untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka agar dapat dikuasai oleh para pemukim.
Warga juga melaporkan bahwa militer Israel sama sekali tidak hadir di lokasi kejadian, meskipun biasanya mereka segera merespons jika pemukim merasa terancam di wilayah manapun di Tepi Barat.
Kasus penculikan anak Palestina oleh pemukim bukanlah hal baru. Pada Juli 2014, pemukim Israel menculik remaja Palestina, Mohammed Abu Khdeir, dari Shuafat, Al-Quds bagian timur (Yerusalem Timur) yang diduduki. Ia disiksa dan kemudian dibakar hidup-hidup di hutan.
Serangan pemukim terhadap warga Palestina dan properti mereka di Tepi Barat semakin meningkat di bawah pemerintahan ekstrem kanan Israel saat ini. Sejak pemerintahan ini mulai berkuasa pada 2022, tercatat peningkatan signifikan dalam hal perampasan tanah, kekerasan terhadap petani, pencurian ternak, dan pembangunan pos-pos permukiman ilegal.
Bedanya, pemerintahan ini mendukung secara terang-terangan terhadap para pemukim—baik melalui penyediaan senjata maupun pendanaan pos permukiman baru. Dukungan ini telah memperkuat dan membebaskan para pemukim untuk melakukan kekerasan terhadap warga Palestina, dengan tujuan utama mengusir komunitas lokal dan mencaplok tanah mereka.
Sumber:
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di sini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini