Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, pada Kamis (30/1) mendesak agar 2.500 anak segera dievakuasi dari Gaza untuk mendapatkan perawatan medis dengan jaminan bahwa mereka dapat kembali ke keluarga dan komunitas mereka. Pernyataan ini disampaikan Guterres setelah bertemu dengan dokter-dokter Amerika yang menjadi sukarelawan di Gaza selama agresi yang telah berlangsung selama 15 bulan.
Keempat dokter tersebut memperingatkan bahwa anak-anak tersebut berada dalam risiko kematian dalam beberapa pekan mendatang. Salah satu dari mereka, Feroze Sidhwa, seorang ahli bedah trauma dari California, mengungkapkan bahwa banyak dari anak-anak itu hanya membutuhkan perawatan sederhana. Ia mencontohkan seorang bocah berusia tiga tahun yang mengalami luka bakar di lengannya—lukanya telah sembuh, tetapi jaringan parut yang terbentuk mulai menghambat aliran darah, sehingga ia berisiko mengalami amputasi.
Ayesha Khan, seorang dokter darurat dari Stanford University Hospital, berbagi kisah dua anak perempuan bersaudara yang mengalami amputasi dan harus berbagi satu kursi roda. Mereka menjadi yatim piatu akibat serangan yang mencederai mereka. “Satu-satunya kesempatan mereka untuk bertahan hidup adalah dievakuasi untuk mendapatkan perawatan medis,” ujar Khan.
Namun, proses evakuasi menghadapi hambatan besar. Khan menjelaskan bahwa banyak anak hanya diperbolehkan bepergian dengan satu pendamping. Ia menyoroti kasus seorang bibi yang harus memilih antara membawa kedua keponakannya atau tetap bersama bayinya yang masih menyusui, karena aturan saat ini tidak mengizinkan lebih dari satu pendamping.
Dokter-dokter yang bertemu dengan Guterres mendesak adanya mekanisme evakuasi medis yang terpusat dengan pedoman yang jelas. Thaer Ahmad, seorang dokter ruang gawat darurat dari Chicago, menyatakan bahwa meskipun ada kesepakatan gencatan senjata yang seharusnya mencakup mekanisme evakuasi medis, hingga kini belum ada kejelasan mengenai proses tersebut. Khan juga memperingatkan adanya kekhawatiran bahwa perlintasan Rafah dibuka hanya untuk keluar tanpa hak untuk kembali.
Dalam pertemuannya dengan para dokter, Guterres mengungkapkan keprihatinan mendalam atas kondisi anak-anak di Gaza. “Saya sangat tergerak oleh kesaksian para dokter yang telah bekerja di Gaza. Ada 2.500 anak yang harus segera dievakuasi dengan jaminan mereka dapat kembali ke keluarga dan komunitas mereka,” tulisnya dalam sebuah unggahan di platform X (sebelumnya Twitter).
Hingga saat ini, COGAT—lembaga pertahanan Israel yang berkoordinasi dengan Palestina—dan misi Israel untuk PBB belum memberikan tanggapan atas permintaan evakuasi yang disampaikan oleh Guterres dan para dokter. Sebelum gencatan senjata, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa sejak agresi dimulai pada Oktober 2023, mereka telah membantu mengevakuasi 5.383 pasien, sebagian besar dievakuasi dalam tujuh bulan pertama sebelum penutupan perbatasan Rafah antara Mesir dan Gaza. Meskipun ada seruan mendesak dari komunitas internasional, hingga kini belum ada kepastian kapan dan bagaimana evakuasi medis bagi 2.500 anak Palestina ini akan dilaksanakan.
Sumber:
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di sini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini