“Hari ini, saya yakin senyum semua orang yang ada di ruangan ini palsu. Wajah kita memang tersenyum seakan bahagia bertemu teman-teman di sini, tapi bagaimana bisa hati kita tersenyum ketika mengingat Palestina yang masih terjajah?” – Edgar Gensa
Pada Ahad, 12 Mei 2024, lantai dua Perpustakaan Nasional Republik Indonesia telah ramai sejak pagi hari. Di koridor menuju auditorium, papan-papan pameran disusun rapi, Kaffiyeh dan barang-barang yang menggunakan simbol Palestina dipajang dengan berani, demikian juga photobooth dengan tema Kaffiyeh untuk merayakan Hari Kaffiyeh yang diperingati sehari sebelumnya. Para panitia hilir-mudik dengan semangat tinggi, bersiap mempersembahkan yang terbaik untuk para tamu yang akan datang, baik daring maupun luring.
Tahun ini, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, Adara Relief International menolak lupa akan peristiwa Nakba (Malapetaka), pengusiran besar-besaran penduduk Palestina dari tanah airnya oleh penjajah Israel. Tahun ini, Adara ‘memperingati’ peristiwa Nakba dengan mengadakan kegiatan bedah buku dan seminar edukasi yang bertajuk “Ongoing Nakba : “Turn Back The Narration of Palestine”. Harapannya, kegiatan ini dapat menjadi bentuk solidaritas dan mempertegas posisi Adara di pihak Palestina, serta tentunya memberi edukasi dan inspirasi kepada sebanyak mungkin orang tentang peristiwa Nakba dan isu Palestina secara umum, termasuk agresi Gaza yang hingga saat ini masih berlangsung.
Baca juga “Ongoing Nakba: Turn Back The Narration of Palestine”
Kegiatan dimulai sekitar pukul 08.00. Para peserta yang hadir secara luring dipersilakan untuk mengambil tempat di dalam auditorium. Kegiatan dimulai dengan penyajian film-film tentang Nakba yang telah disiapkan Adara khusus untuk acara ini, kemudian dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan sambutan-sambutan. “Tak hanya menolak lupa pada peristiwa Nakba 15 Mei 1948, kita juga mengungkap fakta bahwa Nakba masih berlangsung.” Ucap Indah Kurniati, Direktur Keuangan dan Operasional Adara Relief International, dalam pidatonya mengenai pemilihan tema Ongoing Nakba: Turn Back The Narration of Palestine.
Kegiatan ini juga dimeriahkan oleh suara merdu Marsha Chikita Fawzi (Chiki Fawzi), seorang penyanyi perempuan yang aktif menyuarakan solidaritasnya terhadap Palestina. Bernyanyi dengan mengenakan Kaffiyeh yang diikatkan di kepalanya, penampilan Chiki Fawzi sukses menyihir seluruh mata yang menyaksikannya. Suasana semakin meriah ketika Chiki Fawzi menyanyikan lagunya yang berjudul “Tanah Para Nabi” yang ia persembahkan khusus untuk saudara-saudara kita yang ada di Palestina. Bersama para penonton, Chiki Fawzi memimpin slogan perjuangan “Birruh, Biddam, Nafdika Yaa Aqsa! Birruh, Biddam, Nafdika Yaa Aqsa!”.

Kegiatan ini juga mengundang pembicara-pembicara yang inspiratif, baik pembicara Palestina yang mengisi kegiatan secara daring maupun aktivis Palestina dari Indonesia yang mengisi kegiatan secara luring. Salah satu pembicara yang mengisi kegiatan tersebut adalah Dr. Shaima Abu Shaban, seorang asisten profesor di Universitas Islam Gaza. Beliau memberikan kesaksian mengenai agresi Gaza yang sedang berlangsung dari perspektif akademisi. “Semua kehidupan normal yang saya miliki mereka rampas. Alhamdulillah.” Demikian beliau mengatakan ketika menceritakan bahwa dengan tubuh penuh perban, ia dipaksa mengungsi dari satu tempat ke tempat lain di bawah todongan senjata Israel.
Pembicara selanjutnya adalah Ezzeddin Lulu, seorang dokter di Gaza yang kerap membagikan informasi mengenai agresi Gaza di akun instagramnya @ezz.lulu. Beliau adalah salah satu dokter yang bertugas di Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza, yang artinya menjadi saksi nyata kekejaman Israel terhadap pasien, warga sipil, dan tenaga medis di sana. Di antara dentuman suara drone Israel, dr. Ezzeddin memberikan kesaksian mengenai agresi Gaza dari perspektif tenaga kesehatan. Beliau menjelaskan bahwa tenaga kesehatan mengalami kesulitan yang sangat berat dalam menangani pasien yang terus bertambah akibat pembatasan listrik dan obat-obatan serta minimnya air bersih.
Baca juga Gaza: Benang Tipis Antara Rumah Sakit dan Rumah Duka
Setelah mendapatkan materi mengenai agresi Gaza dari perspektif akademisi dan tenaga medis, peserta kemudian mendengarkan materi yang disampaikan oleh Hatem Hany Rawagh. Beliau menyampaikan materi mengenai agresi Gaza dari perspektif jurnalis. Beliau adalah jurnalis Gaza yang kerap memberikan perkembangan informasi terkait agresi Gaza melalui akun instagramnya @hatem.h.rawagh. Ia menjelaskan bahwa selama agresi Gaza, nyawa jurnalis juga terancam oleh serangan Israel. Ia juga menegaskan bahwa Israel telah membunuh 142 jurnalis di Gaza sejak awal agresi, yang merupakan jumlah tertinggi sepanjang perang apa pun yang terjadi di dunia.
Pembicara selanjutnya adalah dr. Fauziah Hasan yang juga mengisi kegiatan secara daring dari ruang zoom. Beliau memberikan materi mengenai “Kabar dari Perjalanan Freedom Flotilla Menembus Gaza”. Beliau menjelaskan, “Freedom Flotilla mengesahkan Break The Siege dengan melayarkan tiga kapal kargo dan penumpang ke dalam wilayah Gaza melalui jalur laut. Misi yang harusnya berlayar sejak Maret ini gagal akibat upaya diplomasi Israel.”
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan mendengarkan materi dari pembicara-pembicara Indonesia yang hadir secara langsung di Perpustakaan Nasional. Pembicara pertama yang mengisi kegiatan secara luring yaitu Akhmad Masbukhin selaku Koordinator Timur Tengah dan Afrika dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Beliau menjelaskan mengenai “Respon Dunia Internasional Terkait The New Nakba”. Beliau menyatakan bahwa permasalahan Palestina-Israel memiliki durasi yang sangat panjang, dan beliau menegaskan sikap Indonesia dengan mengatakan “Indonesia tidak bisa ditawar-tawar lagi, bahwa kita mendukung Palestina.”
Baca juga Gaza dan Diplomasi Basa-basi Dunia Internasional
Pemateri selanjutnya adalah Amar Ar-Risalah yang pada kesempatan tersebut hadir melalui zoom karena masih berada di Kairo, Mesir. Beliau menyampaikan materi yang sama persis dengan tema kegiatan ini, “Turn Back the Narration of Palestine”. Beliau memberikan pemahaman bahwa agresi Gaza tidaklah bermula dari 7 Oktober 2023, melainkan bertahun-tahun sebelumnya. “Banyak sekali yang berusaha menggembosi isu Palestina dengan mengatakan, ‘kalau saja Gaza tidak menyerang lebih dulu’. Padahal pemicu utama kejadian ini berjalan sejak tahun 2022 saat Netanyahu menyatakan akan menghancurkan Gaza dan mendirikan kota di atasnya.” Ucap Amar Ar-risalah dalam penyampaiannya.
Setelah materi disampaikan oleh Amar Ar-Risalah, kegiatan dijeda sejenak untuk memberikan waktu bagi para peserta untuk melaksanakan salat Zuhur dan makan siang. Kegiatan kembali dilanjutkan dengan pembicara yang tidak kalah menarik yaitu Edgar Gensa. Melalui akun instagramnya yaitu @ceritaedgar, beliau sering membagikan ilmu-ilmu terkait Palestina dan agama Islam. Pada kegiatan ini, beliau menyampaikan materi tentang “Who’s the Next Shalahuddin?”. Beliau menceritakan kisah Shalahuddin Al-Ayyubi, bahwa suatu waktu seorang sahabatnya pernah bertanya, “Mengapa saya tidak pernah melihat anda tersenyum?” Lalu Shalahuddin menjawab, “Bagaimana bisa aku tersenyum sementara Al-Aqsa terjajah?”. Beliau juga menegaskan bahwa “Kita hanya bisa membebaskan Palestina dengan cara Umar bin Khattab dan Shalahuddin Al-Ayyubi membebaskan Palestina.”
Baca juga 835 Tahun Pembebasan Baitul Maqdis, Al-Quds Menanti Shalahuddin Selanjutnya
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan bedah buku “WHY Palestine? Nakba: Upaya Israel Memusnahkan Bangsa Palestina” oleh Fitriyah Nur Fadilah selaku salah satu penulis buku tersebut yang juga Kepala Bidang Riset di Adara Relief International. Dengan mengenakan thobe, pakaian sulaman khas Palestina, Fitriyah menjelaskan bahwa buku WHY Palestine adalah buku yang dirancang khusus oleh tim riset Adara dengan warna-warna yang cerah, dengan harapan buku tersebut dapat menjadi buku rujukan untuk dibaca oleh anak-anak muda yang penasaran dengan apa yang terjadi di Palestina. Buku ini merupakan ikhtiar Adara untuk menyebarkan informasi yang akurat mengenai Palestina dengan bahasa yang disederhanakan agar mudah dipahami oleh seluruh kalangan.
Setelah serangkaian pembicara telah menyelesaikan materinya, kegiatan kemudian mencapai penghujungnya. Muslimah Majelis Taklim Bani Umar Bintaro dan pelukis profesional Ki Gamblang menyerahkan hasil karya sulam pita Al-Aqsa dan lukisan live painting Al-Aqsa untuk didonasikan ke Palestina melalui Adara.
Acara kemudian ditutup dengan penyerahan kunci. Kunci ini merupakan simbol perjuangan penduduk Palestina dengan sebuah keyakinan bahwa suatu saat mereka akan kembali ke rumah masing-masing. Kunci tersebut diserahkan oleh Syekh Fayez Al Ghoul, syekh Palestina asal Gaza kepada Dr. Siti Zainab, pendiri Adara Relief International, sebagai simbol perjuangan menjaga narasi Turn Back The Narration of Palestine.
Baca juga Nakba, Malapetaka yang Terus Berlangsung

Kegiatan berakhir sekitar pukul 15.30 dan peserta satu per satu meninggalkan ruangan. Tahun ini, kegiatan edukasi untuk memperingati Nakba sekali lagi telah sukses dilaksanakan oleh Adara. Akan tetapi, acara ini bukanlah akhir dari perjuangan, sebab hingga detik ini saudara-saudara kita di Gaza masih menjadi sasaran, pun Masjid Al-Aqsa masih tak terlepas dari penistaan. Kegiatan ini barulah satu di antara bentuk-bentuk perjuangan lainnya yang bisa kita lakukan sebagai generasi pembebas Palestina. Melalui kegiatan ini, kita kembali diingatkan untuk jangan diam, teruslah bersuara, sebagaimana yang dikatakan oleh Edgar Gensa, “Terbiasa dengan kezaliman juga merupakan sebuah kezaliman.”
Salsabila Safitri, S.Hum.
Penulis merupakan Relawan Departemen Penelitian dan Pengembangan Adara Relief International yang mengkaji tentang realita ekonomi, sosial, politik, dan hukum yang terjadi di Palestina, khususnya tentang anak dan perempuan. Ia merupakan lulusan sarjana jurusan Sastra Arab, FIB UI.
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini