Bagaimana sikap pemimpin Arab pada umumnya dalam menanggapi pemberontakan Palestina dan hukuman kolektif Inggris pada 1936?
Pada 19 April 1936, Palestina melancarkan pemogokan nasional untuk memprotes imigrasi massal Yahudi dan apa yang mereka lihat sebagai aliansi Inggris dengan gerakan zionis. Banyak orang Palestina terluka dan terbunuh selama enam bulan serangan; lebih dari 190 warga Palestina tewas dan lebih dari 800 yang terluka. Khawatir akan pemberontakan rakyat, para pemimpin Arab menyarankan Palestina untuk mengakhiri pemogokan.
Ketika itu, para pemimpin Arab mengatakan bahwa sekutu mereka, Inggris, akan menyelesaikan masalah tersebut. Pimpinan Palestina tunduk pada tekanan pemimpin negara Arab dan setuju untuk bertemu dengan komisi penyelidikan kerajaan Inggris yang dipimpin oleh bangsawan Earl Peel.
Dalam laporannya pada Juli 1937, Komisi Peel merekomendasikan pembagian Palestina; menarik perbatasan negara Yahudi di sepertiga Palestina dan negara Arab di dua pertiga sisanya untuk digabungkan dengan Trans-Yordania. Sementara itu, koridor tanah dari Al-Quds (Yerusalem) ke Yaffa akan tetap berada di bawah Mandat Inggris. Komisi tersebut juga merekomendasikan pemindahan warga Palestina yang diperlukan dari tanah yang dialokasikan untuk negara Yahudi yang baru. Proposal diterbitkan secara luas dan memicu perdebatan sengit.
Pihak zionis sangat senang dengan Peel Commission Report karena menyatakan prinsip pemindahan orang dari satu wilayah ke wilayah lainnya berdasarkan kebangsaan atau agamanya. Bagi Zionis, bagian terbaiknya adalah prinsip pemindahan ini bisa mengarah pada negara Yahudi 100% dengan izin dan pengesahan Mandat.
Apa yang kemudian terjadi atas Palestina dan para pemimpinnya?
Tanggapan Inggris terhadap pemberontakan rakyat Palestina kian mengeras. Pada periode 1936 – 1937, Inggris menyatakan darurat militer dan membubarkan organ politik utama Palestina dan Komite Tinggi Arab yang dipimpin oleh Mufti Al-Quds (Yerusalem) Haji Amin al-Husseini dan lima anggotanya diasingkan ke Pulau Seychelles, salah satunya adalah Walikota Al-Quds Hussein al-Khalidi. Pada Oktober 1937, Haji Amin al-Husseini dan para pemimpin Palestina yang menghindari penangkapan, pergi ke Lebanon untuk memimpin dari sana. Hal tersebut menggambarkan bahwa para pemimpin politik Palestina saat itu berada di pengasingan. Namun, pemberontakan terus berlanjut meskipun tidak ada kepemimpinan di Palestina.
Bagaimana pengaruh ketiadaan pemimpin Palestina terhadap rakyat ketika itu?
Reaksi otoritas Inggris sangat keras. Mereka membuat kamp konsentrasi di Palestina dan menempatkan ribuan warga Palestina di kamp konsentrasi tersebut dan membunuh 1000 di antara mereka. Sementara otoritas Inggris melucuti senjata Palestina, mereka mempersenjatai dan melengkapi pasukan khusus Yahudi untuk bertindak sebagai milisi pelindung bagi permukiman Yahudi.
Kamp Konsentrasi Inggris di Palestina (Sumber:electronicintifada.net)
Orang-orang Palestina melihat ini sebagai bukti lebih lanjut dari bias dan ketidakadilan Inggris. Dalam beberapa kasus, perwira Inggris, seperti Kolonel Orde Wingate, secara aktif terlibat dalam pelatihan paramiliter Yahudi yang disebut haganah. Mereka kemudian menjadi inti dari tentara Israel. Banyak orang Yahudi yang memainkan peran utama dalam perang 1948, telah mendapat pelatihan dan bertugas di Angkatan Darat Inggris selama Perang Dunia II. Mereka dilatih untuk menggunakan senjata berat, artileri, angkatan udara, radio, dan semua keahlian yang harus dimiliki tentara profesional.
Pada 1938, sebuah organisasi paramiliter Zionis bawah tanah yang disebut ‘Ergon’ mulai meningkatkan jumlah serangan terhadap sasaran-sasaran Arab. Pada Juli tahun itu, kelompok Ergon melakukan suksesi pengeboman di wilayah sipil di Haifa dan Yerusalem, 68 warga Palestina tewas dan banyak yang terluka.
Apakah Palestina menanggapi kekerasan tersebut mengingat senjata mereka telah dilucuti?
Tekanan yang terus diterima oleh rakyat Palestina menyebabkan Revolusi Palestina mencapai puncaknya pada musim panas 1938. Ada sekitar 65 pemimpin lokal dan 14 pemimpin distrik dengan 60—70% adalah pengikut Izzuddin al-Qassam. Mereka mulai membentuk kelompok-kelompok yang lebih terkoordinasi dan berbasis di desa-desa, dalam melawan pendudukan Inggris dan imigran Yahudi. Panglima tertinggi kaum revolusioner adalah Abdul Rahim al-Hajj.
Abdul Rahim al-Hajj bersama kaum revolusioner, 1938 (sumber: Paljourneys.org)
Namun, perlawanan ini mendapat reaksi lebih keras lagi. Antara 1938 dan 1939, Inggris mengadakan puluhan pengadilan militer. Sebanyak 112 warga Palestina dieksekusi. Di antara mereka adalah Farhan al-Sadi, revolusioner 80 tahun dari Jenin yang dieksekusi pada Ramadan. Ada pula Uskup Akka-Katolik Yunani, Gregorus Hajjar yang terus berkampanye tentang orang-orang Yahudi yang ingin mengambil alih Palestina. Pada tahun 1940 Uskup Hajjar tewas dalam kecelakaan sabotase mobil dalam perjalanan ke Haifa.
Mengapa tanggapan Inggris begitu keras terhadap bangsa Arab-Palestina?
Pembersihan etnis orang Arab dari Palestina telah direncanakan selama beberapa dekade oleh gerakan Zionis. Terdapat komite transfer yang dipimpin oleh Yosef Weitz, yang merupakan tangan kanan Ben-Gurion pada 1930-an. Hal ini menegaskan bahwa para perencana Zionis telah mempertimbangkan perlunya pembersihan sistematis terhadap orang-orang Arab agar dapat mempromosikan gagasan “tanah tanpa orang untuk orang tanpa tanah” yang tidak memiliki dasar sama sekali.
Pada 1940 Yosef Weitz menegaskan bahwa tidak mungkin bagi dua bangsa untuk berbagi ruangan. Artinya, bangsa Arab, seluruhnya, harus “dipindahkan” dari tanah Palestina.
Akibatnya, hukuman kolektif yang diberlakukan oleh Inggris terhadap Palestina terus meningkat. Mereka membakar ladang, mengumpulkan orang-orang, serta memaksa berjalan di atas batu bara dan tanaman kaktus yang terbakar. Makanan pokok seperti minyak dan gula sengaja dicampur agar penduduk kelaparan. Penghancuran rumah dan pengepungan panjang dilakukan sepanjang hari pada musim panas agar orang-orang kehilangan tempat berlindung dan semakin tertekan. Semua ini menurunkan kapasitas orang-orang Palestina untuk melanjutkan revolusi, terutama setelah dilakukannya eksekusi terhadap sejumlah revolusioner.
Apa akibat signifikan dari peristiwa sepanjang Revolusi 1936—1939 di Palestina?
Pada periode tersebut diperkirakan 5.000 orang Palestina tewas dan 14.000 terluka. Sekitar 100 tentara Inggris dan 400 orang Yahudi juga tewas selama pemberontakan. Eugene Rogan dari Middle East Center di Oxford mengatakan bahwa satu dari sepuluh pemuda Palestina usia pertempuran; antara 18 dan 40, berada di penjara, dibunuh, terluka, atau diusir dari negara itu. Ini bukanlah kebetulan, melainkan bagian dari strategi untuk memutus rantai perlawanan, sebab generasi yang bisa dibentuk untuk melawan gerakan Zionis pada tahun 1940-an, hilang begitu saja.
Seorang Syekh berbicara di hadapan para pria Palestina pada masa Revolusi (sumber: Paljourneys.net)
Sejarawan Israel Ilan Pappe menambahkan bahwa tidak ada institusi yang tersisa dalam masyarakat Palestina. Masyarakat Palestina sangat miskin dan tanpa pemimpin, secara militer dan politik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sejak 1939 dan seterusnya, tidak ada kepemimpinan Palestina yang sesungguhnya di lapangan.
Selain itu, kelompok Yahudi juga memprakarsai operasi pengumpulan intelijen dengan mengumpulkan materi tentang setiap desa di Palestina yang disebut proyek data desa. Dari proyek tersebut didapat informasi tentang kualitas tanah dan pandangan politik masyarakatnya. Hal-hal tersebut menjadi alasan yang berkontribusi pada apa yang terjadi nanti pada 1948. (SNB, LMS)
Baca juga
Nakba: Malapetaka yang Ditanggung Bangsa Palestina (Bagian III: Dari Resolusi PBB 181 hingga Pawai Kematian)
Sumber:
https://www.youtube.com/watch?v=yI2D5Fsd9lg
[1] Tulisan ini disarikan dari Film Dokumenter Al-Jazeera: “Al-Nakba, The Palestinian Catastrophe Episode 2”
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International untuk berita terbaru Palestina.
Tetaplah bersama Adara Relief International untuk anak dan perempuan Palestina.
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini seputar program bantuan untuk Palestina.
Donasi dengan mudah dan aman menggunakan QRIS. Scan QR Code di bawah ini dengan menggunakan aplikasi Gojek, OVO, Dana, Shopee, LinkAja atau QRIS.
Klik disini untuk cari tahu lebih lanjut tentang program donasi untuk anak-anak dan perempuan Palestina.