Bagaimana organisasi dunia (PBB) menanggapi persoalan Palestina?
Setelah 30 tahun pemerintahan Inggris, masalah Palestina dirujuk ke PBB, menjadikan PBB sebagai forum pembicaraan konflik yang difokuskan untuk membagi Palestina menjadi negara Arab dan Yahudi. Pada 29 November 1947, Majelis Umum PBB bertemu untuk menyusun rencana pembagian Palestina. Melalui Resolusi PBB 181, Palestina dibagi menjadi negara Arab dan negara Yahudi dengan Al-Quds (Yerusalem) sebagai kota internasional. Yahudi yang awalnya memiliki wilayah tidak lebih dari 5,5% tanah, kini diberikan 56% tanah Palestina. Sementara itu, Yaffa menjadi enclave atau daerah kantong bagi Palestina.
Tanah yang sekarang dikenal sebagai Jalur Gaza terpisah dari daerah pertanian sekitarnya membuat negara yang diusulkan menjadi tidak praktis di mata banyak orang Palestina, rancangan resolusi yang sangat merugikan Palestina ini diajukan melalui pemungutan suara dan diadopsi oleh 33 suara, 13 suara menentang, dan 10 abstain.
Apa yang dilakukan oleh negara-negara Arab dalam menyikapi pemungutan suara tersebut?
Hasil pemungutan suara itu pun resmi membagi palestina. Surat kabar Arab memuat nama dan negara-negara yang tidak tahu malu yang menyetujui Resolusi Pemisahan PBB. Orang-orang Arab turun ke jalan untuk berunjuk rasa. Tidak terpikirkan bahwa melalui PBB atau pun badan lainnya, mereka harus berbagi tanah begitu luas dengan komunitas pemukim. Di sisi lain, apa yang penting bagi zionis dalam resolusi partisi PBB adalah bahwa hal itu memberi Israel legitimasi internasional, tetapi mereka tidak peduli dengan batas-batas yang ditetapkan dan terus berpikir bagaimana merebut Palestina secara keseluruhan.
Sementara itu, Liga Arab yang kecewa dan marah dengan pemungutan suara, mempersiapkan Palestina untuk perlawanan bersenjata. Sekitar 4000 sukarelawan dari seluruh dunia Arab dikirim untuk pelatihan di Suriah. Pada akhir 1947, sekelompok pemuda Palestina melakukan perjalanan ke Damaskus, Beirut, dan Kairo untuk memperoleh senjata dan menerima pelatihan militer Tokoh utama perjuangan itu adalah Mufti Agung Al-Quds, Haji Amin al-Husseini. Dari pengungsiannya di Libanon ia merasa yakin bangsa Palestina dengan bantuan negara-negara Arab akan menang. Namun, Al-Husseini adalah pemimpin yang bekerja melalui pengasingan dan ia terputus selama 11 tahun dari situasi lapangan di Palestina.
Haji Amin al-Husseini “terpaksa” mengasingkan diri ke Lebanon setelah anggota Komite Tinggi Arab ditangkap dan diasingkan pada 1937 karena keikutsertaan mereka dalam Revolusi 1936. Dalam foto ini tampak al-Husseini bersama dengan Menlu Indonesia Agus Salim, pada 1946 di Cairo.
(Sumber: eltaher.org)
Apa langkah yang diambil oleh Inggris dan Zionis-Yahudi dalam menyambut Resolusi PBB itu?
Menyusul resolusi tersebut, Inggris mengumumkan akan mengakhiri mandatnya di Palestina pada 14 Mei 1948. Sementara, Badan Yahudi yang dipimpin oleh David ben-Gurion terus meningkatkan pengaruh militer dan administratif di Palestina. Selama paruh pertama 1948, jumlah pasukan paramiliter Yahudi, termasuk Haganah dan Irgun, membengkak menjadi 40.000 orang.
Jumlah ini tentu tidak sebanding dengan 3000 orang laskar Palestina yang merupakan sisa-sisa kekuatan tempur yang dihancurkan oleh Inggris setelah Pemberontakan Arab pada 1936, meski didukung pula oleh 4000 sukarelawan dari wilayah Arab lainnya yang dikenal sebagai Tentara Pembebasan Arab.
“Kelompok pemimpin Zionis dan komandan militer bertemu secara teratur setiap minggu sejak Februari 1947 hingga Februari 1948. Selama satu tahun penuh mereka merencanakan pembersihan etnis Palestina, dan setiap hari mereka menjadi lebih yakin bahwa cara tersebut adalah satu-satunya cara yang benar,” kata Ilan Pappe.
Pada minggu pertama tahun 1948, terjadi dua kali serangan bom terhadap sasaran Palestina; sebuah bom mobil yang menghancurkan Gedung Pemerintah Utsmani lama di Yaffa, menewaskan 26 orang. Yang kedua adalah pengeboman Hotel Semiramis di Yerusalem dan menewaskan lebih dari 20 orang. Israel melalui kelompok paramiliternya melakukan puluhan serangan terhadap kota dan desa Palestina. Pada Februari 1948, lebih dari 1000 orang Palestina diusir dari Kaisarea saat desa itu dibakar hingga rata dengan tanah.
Buku harian Ben Gurrion mengungkap rincian rencana dan luasnya agenda Zionis untuk mengusir bangsa Palestina. Dia menulis “dalam setiap serangan, pukulan telak harus dilakukan sehingga mengakibatkan penghancuran rumah dan pengusiran penduduk.”
Bagaimana perjuangan Palestina menghadapi penghancuran demi penghancuran yang dilakukan Zionis?
Para pejuang Palestina dan Arab bertekad untuk melawan. Surat kabar An-Nedal pada 16 Maret 1948 melaporkan bahwa Muhammad al-Hunaiti, sukarelawan Yordania yang merupakan komandan garnisun Haifa berusaha mendapatkan senjata dari Beirut dan Damaskus. Dalam perjalanan kembali ke Haifa, beberapa pemuda dari Akka memperingatkannya bahwa orang-orang Yahudi sedang menunggu untuk menyergapnya dan menasihatinya untuk kembali ke Damaskus. Namun, ia berkata, “Jika dibutuhkan lebih dari dua hari untuk sampai ke Haifa, kota itu akan jatuh.” Dia mengambil kesempatan untuk membela Palestina dan terbunuh dalam penyergapan.
Abdul Kadeer al-Husseini adalah komandan karismatik pasukan Palestina di wilayah Al-Quds. Dia pergi ke Damaskus untuk memohon senjata tetapi kembali dengan tangan kosong. Ia menulis surat kepada Liga Arab pada 6 April dan menganggap Liga Arab bertanggung jawab karena membiarkan orang-orang Palestina tidak berdaya dan tanpa senjata. Komandan Al-Quds itu kemudian menjual tanah kakeknya untuk membeli senjata.
Pada 8 April 1948, dia bergegas ke pertahanan Al-Qastal (Castel), sebuah desa yang menghadap ke jalan Yaffa dan Al-Quds. Di situ para pejuang Arab menghadapi pasukan Yahudi yang bersenjata lengkap. Al-Husseini adalah seorang komandan berpengalaman yang pernah berperang melawan Inggris selama pemberontakan Arab 1936. Dia terbunuh dalam Pertempuran Al-Qastal. Kematiannya merupakan pukulan telak bagi bangsa Palestina.
Abdul Kadeer al-Husseini (tengah) bersama pejuang Arab-Palestina lainnya. (sumber: 124news.tv)
Bagaimana Zionis-Yahudi melanjutkan rencana pembersihan etnis Palestina?
Pasukan Yahudi semakin unggul dan mulai merebut daerah-daerah yang telah dibagi oleh PBB untuk negara Arab-Palestina. Mereka juga secara sistematis bergerak untuk melakukan pembantaian, di antaranya:
- Pembantaian Deir Yasir, Al-Quds
Subuh, 9 April 1948 pasukan gabungan paramiliter bergerak menuju desa Deir Yassin di Al-Quds dan melakukan pembantaian. Lebih dari seratus orang Palestina terbunuh, termasuk perempuan, anak-anak, dan orang tua.
- Penyerangan dan pengusiran di Tiberias
Sebulan sebelum tanggal yang ditetapkan untuk berakhirnya mandat, pasukan Inggris mulai menarik pasukan mereka. Segera setelah Inggris pindah dari suatu daerah, pasukan paramiliter Yahudi masuk dan mengambil alih daerah tersebut . Mereka menembak atau membunuh setiap orang Arab yang datang ke stasiun. Inggris memberikan semua senjata, kendaraan lapis baja, dan tanknya kepada orang-orang Yahudi sebelum mereka pergi.
Pada 16 April, pasukan Inggris di Tiberias mendesak 5000 rakyat Palestina untuk pergi, tetapi banyak yang tinggal untuk mempertahankan kota. Tentara Inggris mundur dari kota Tiberias dan hari berikutnya, pasukan Yahudi merebut Tiberias.
- Penyerbuan dan pengusiran di Haifa
Apa yang terjadi di Palestina pada hari-hari selanjutnya, tidak jauh berbeda. Pada 21 April tengah hari, pasukan Inggris terakhir menarik diri dari Haifa, dan pada sore harinya, kota itu diserbu oleh kelompok paramiliter Yahudi, Hagana. Orang Palestina dan sukarelawan Arab yang tinggal untuk mempertahankan rumah mereka, melakukan pertempuran jalanan berhari-hari, 60 dari mereka terbunuh. Aliran orang Arab keluar dari kota tersebut tanpa henti. Sebanyak 50.000 orang Arab terpaksa meninggalkan rumah mereka di Haifa dan tidak dapat kembali. Pada akhir April 1948, kota Haifa sepenuhnya telah jatuh ke tangan pasukan Yahudi. Pada kemudian hari, tugu peringatan Haifa didirikan oleh Israel untuk memperingati apa yang mereka sebut sebagai ‘Pembebasan Haifa’.
- Pertempuran Heroik, penjarahan rumah, dan pengusiran di Yaffa
Kota pesisir Yaffa menjadi target berikutnya. Pertempuran Yaffa di wilayah Jabalia sangat sulit karena tepat di sebelah Tel Aviv. Pemimpin perlawanan di sana adalah perempuan bernama Mouhiba Khorshid. Selama minggu terakhir pada April 1948, pengeboman kota semakin intensif. Penduduk kota terpaksa melarikan diri melalui laut ke Lebanon dan melalui jalan darat ke Palestina Timur dan Yordania.
Pada 14 Mei 1948, pasukan paramiliter Hagana telah menguasai Yaffa. Sebanyak 70.000 penduduknya telah melarikan diri, para pejuang yang tersisa dipindahkan ke kamp-kamp penahanan pusat. Pasukan Yahudi menjarah dan mengangkut isi rumah-rumah Arab dengan membawa truk, mengobrak-abrik perpustakaan terkenal, Maktabah as-Sakakeeni dan membawa buku-bukunya ke perpustakaan Universitas Hebrew.
- Pengepungan dan pembantaian di Desa Al-Bassa, Akka
Organisasi militer Zionis mengadopsi gaya pengusiran paksa tertentu. Desa Al-Bassa di Akka dikepung dan ditembaki dari tiga arah sementara sisi utara dibiarkan terbuka bagi orang-orang untuk melarikan diri. Mereka membunuh banyak orang sebagai akibat dari pengepungan dan pengeboman. Ribuan warga yang ketakutan melarikan diri dan mereka yang tidak bisa melarikan diri, berlindung di gereja. Setelah pasukan paramiliter Hagana memasuki desa, mereka membawa empat anak laki-laki dan perempuan berusia 14—15 tahun dari dalam gereja dan membunuh mereka, sementara sisanya diusir.
Penduduk Al-Bassa yang tersisa bergerak menuju Libanon karena hanya pintu utara yang terbuka. Hal yang sama terjadi ketika pengungsi diarahkan ke Suriah dengan hanya membuka rute timur laut. Cara yang sama juga digunakan untuk memaksa orang Palestina agar bergerak ke timur menuju Lembah Yordan. Dengan cara inilah krisis pengungsi diciptakan oleh institusi militer Israel.
Desa Al-Bassa yang telah ditinggalkan oleh penduduk Palestina pada 1948, dijadikan permukiman untuk menampung imigran Yahudi yang kini dikenal dengan istilah pemukim-kolonial.
(Foto diambil pada 1950, sumber: palestineremembered.com)
Apa tahap selanjutnya yang dilakukan oleh Zionis-Yahudi untuk mendirikan Israel?
Tahap pertama pembersihan etnis terhadap bangsa Palestina telah dilakukan. Setengah dari penduduk Palestina yang menjadi pengungsi telah diusir dari rumah mereka pada Mei 1948. Sekitar 530-an desa Palestina sudah dihancurkan pada 15 Mei, sebelum terjadinya Nakba utama.
Pembersihan etnis adalah ideologi yang ingin menyingkirkan satu kelompok etnis secara keseluruhan dari tempat tinggalnya, dan Zionis telah bersiap untuk melakukan tahap kedua, yaitu “membersihkan” penduduk Palestina dari tempat-tempat sejarah sehingga warisan budaya dan sejarah mereka akan terhapus dari ingatan, dan tahap ketiga adalah untuk memastikan bahwa mereka tidak akan pernah kembali.
Mengapa Inggris tidak mengambil sikap atas pembersihan etnis yang terjadi Palestina padahal mereka masih berada di Palestina ketika itu terjadi?
Apa yang terjadi di Palestina merupakan campur tangan Inggris meski mereka mencoba mencuci tangan dengan mengalihkan persoalan tanah Palestina kepada PBB. Menjelang penarikan penuh pasukan Inggris, lebih dari 350.000 warga Palestina diusir dari tanah mereka.
Tanggal 15 Mei adalah waktu yang ditetapkan untuk berakhirnya Mandat Inggris. Namun, bagi orang Yahudi ini menimbulkan masalah karena 15 Mei jatuh pada Sabtu atau hari Sabat. Maka, pengumuman perayaan negara Yahudi dikirim sehari sebelumnya. Pada Jumat, 14 Mei, tentara Inggris mempercepat penarikan pasukan mereka dan orang-orang Yahudi telah bersiap-siap untuk mengambil alih.
Pada hari itu di salah satu rumah Grand Jerusalem, Komisaris Tinggi Inggris terakhir untuk Palestina, Alan Cunningham, menandatangani sebuah dokumen yang mengakhiri Mandat Inggris dan selama lebih dari tiga dekade, kehadiran Inggris telah membuka jalan bagi realisasi impian Zionis.
Sejak Inggris menduduki Palestina pada 1917 hingga pergi pada 1948, jumlah orang Yahudi diperkirakan telah berlipat sepuluh kali menjadi setengah juta. Sementara itu, saat Inggris mengucapkan selamat tinggal kepada Palestina, ben-Gurion tiba di Tel Aviv untuk secara seremonial mendeklarasikan “kemerdekaan” negara Israel yang ditandatangani oleh 25 anggota terkemuka komunitas Yahudi. Di belakang Ben-gurion, terpasang potret Theodor Herzl, penulis buku The Jewish State yang diterbitkan pada 1896 dan Bintang Daud dikibarkan. Sebuah “negara” baru telah lahir di atas darah Palestina, dibidani oleh Mandat Inggris.
Grafik imigran Yahudi (dalam ribuan) yang datang ke Palestina pada masa Mandat Inggris
Kapan negara-negara Arab kembali masuk ke Palestina dan adakah pengaruh yang diberikan?
Setelah pasukan Inggris pergi, 24.000 tentara dari tujuh negara Arab memasuki Palestina dari perbatasan Lebanon, Mesir, dan Transyordania. Tujuan mereka adalah untuk membebaskan Palestina. Namun, sedikitnya jumlah tentara Arab yang masuk ke Palestina adalah sebuah tragedi. Jumlahnya kurang dari sepertiga kekuatan Yahudi yang juga terlatih, dilengkapi senjata dan siap berperang, negara adidaya berdiri di pihak mereka, termasuk Uni Soviet.
Meskipun pasukan Arab hadir di Palestina, kekejaman masih dilakukan tetapi hanya sedikit yang terdokumentasi dengan baik, termasuk tragedi pembantaian di Tantura, desa Palestina di selatan Haifa, pada 22—23 Mei 1948.
Dua hari setelah tentara Arab memasuki Palestina, pasukan Israel memusatkan perhatian mereka di Akka dan mengusir 10.000 penduduknya. Pangeran Abdullah dari Irak menyuruh prajuritnya untuk kembali ke Irak dan di bawah “nasihat’ Inggris, Raja Abdullah dari Transyordania menyetujui kesepakatan rahasia dengan para pemimpin Yahudi untuk menghindari bentrokan antara tentara Yordania dan pasukan Yahudi.
Pawai Kematian
Segera setelah pasukan Yordania menarik diri pada Juli 1948, Kota Lydd dan Ramla dibom oleh Angkatan Udara Israel yang dipimpin oleh Kolonel Moshe Dayan. Di Lydd saja, lebih dari 100 orang Palestina dibantai di dalam Masjid Damash, sekitar 50.000—70.000 warga Palestina diusir dari kedua kota tersebut dan harus berjalan tanpa bekal di musim panas. Banyak dari yang meninggal karena kelelahan. Pengusiran penduduk dari dan Lydd dan Ramla ini kemudian dikenal dengan sebutan “Pawai Menuju Kematian”. (SNB, LMS)
Pawai Kematian penduduk Lydd dan Ramla pada 1948. Mereka berbaris lebih dari 20 mil dalam suhu di atas 1000 F. Lebih dari 350 warga Palestina meninggal, termasuk banyak anak-anak. Pengusiran warga Palestina dari Lydd dan Ramla oleh Haganah dimulai secara massal pada 13 Juli 1948 dan berlangsung selama tiga hari.
Baca juga
Nakba: Malapetaka yang Ditanggung Bangsa Palestina (Bagian IV: Diaspora Palestina)
Sumber:
https://www.youtube.com/watch?v=5SKECszemmA
[1] Tulisan ini disarikan dari Film Dokumenter Al-Jazeera: “Al-Nakba, The Palestinian Catastrophe Episode 3”
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International untuk berita terbaru Palestina.
Tetaplah bersama Adara Relief International untuk anak dan perempuan Palestina.
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini seputar program bantuan untuk Palestina.
Donasi dengan mudah dan aman menggunakan QRIS. Scan QR Code di bawah ini dengan menggunakan aplikasi Gojek, OVO, Dana, Shopee, LinkAja atau QRIS.
Klik disini untuk cari tahu lebih lanjut tentang program donasi untuk anak-anak dan perempuan Palestina.