“Tragedi Palestina bukan hanya tragedi di satu tempat; ini adalah tragedi bagi dunia karena ketidakadilan merupakan ancaman bagi perdamaian dunia.” (Arnold Toynbee, Sejarawan Inggris).
Kapan Nakba Dimulai?
Kisah Nakba dimulai di Akka ketika Tentara Napoleon Bonaparte mengepung kota. Perancis membuat kampanye negatif tentang Imperium Utsmani yang diklaim tidak mampu menjalankan pemerintahan kota. Napoleon mulai mendirikan komunitas Perancis di Akka dan mencari sekutu, mengeluarkan surat yang menawarkan Palestina sebagai tanah air bagi orang-orang Yahudi di bawah perlindungan Perancis. Ketika itu, tawarannya tidak digubris, tetapi idenya tentang memanggil orang-orang Yahudi ke Palestina di bawah perlindungan kolonial, dihidupkan kembali oleh Inggris.
Ilustrasi ketika Napoleon dan pasukannya menyerang Akka, Palestina, pada 1799
(sumber: Wikipedia)
Empat puluh tahun kemudian, pada 1840, Menteri Luar Negeri Inggris berusaha meyakinkan Sultan dan rombongannya untuk membuka Palestina bagi imigrasi orang-orang Yahudi. Pada masa Utsmani, ada 3000 Yahudi di Palestina dan melalui kolonialisme Imperial Inggris, imigrasi Yahudi ke Palestina telah meningkat dan menciptakan permukiman besar-besaran. Kondisi ini membuat warga Palestina diusir dari rumahnya. Zionisme sudah merencanakan kondisi ini melalui pemimpin kekaisaran Inggris yang ditempatkan di Palestina untuk mendirikan negara israel.
Bagaimana gagasan zionisme muncul dan menjadi gelombang besar?
Istilah zionisme dicetuskan oleh penulis Austria, Nathan Birnbaum, pada 1885. Berasal dari kata Zion, salah satu nama alkitabiah untuk Al-Quds (Yerusalem), yang berarti pendirian tanah air Yahudi di Palestina. Namun, tidak semua orang Yahudi mendukung hal ini.
Pada 1897, Theodor Herzl, bersama Birenbaum dan Max Nordau mengadakan Kongres Zionis pertama di kota Basel, Swiss. Kongres ini mengadopsi program untuk pembentukan tanah air bagi orang-orang Yahudi di Palestina.
Theodor Herzl dan cita-citanya untuk membentuk negara Yahudi, disampaikan pada Kongers pertama Zionis
Pada 1907, Heim Weismann, seorang ahli kimia yang muncul sebagai pemimpin di kalangan Zionis Inggris mengunjungi Palestina dengan tujuan mendirikan sebuah perusahaan di Yaffa untuk mengembangkan tanah Palestina, sebab dari tanahlah sebuah negara dapat dibangun. Usahanya didukung oleh Baron de Rothschild. Dalam tiga tahun, kesepakatan besar terjadi. Jews National Fund (JNF) didirikan untuk membeli tanah di Palestina. JNF membeli sekitar 10.000 dunam di wilayah Maj bin Amer di Palestina Utara—yang kemudian melahirkan konsekuensi mengerikan bagi lebih dari 60.000 petani Palestina yang tinggal di sana. Artinya, Nakba sebenarnya sudah dimulai beberapa dekade sebelum 1948.
Sejarawan Israel, Ilan Pappe mengatakan bahwa Zionis sejak awal menargetkan Palestina sebagai tempat kemerdekaan dan kenegaraan Yahudi meski jelas tanah itu merupakan wilayah berpenduduk. Zionis beranggapan bahwa satu-satunya cara untuk membuat Palestina menjadi negara Yahudi adalah dengan membuat orang-orang Palestina pergi. Pengusiran petani yang dilakukan memiliki dua tujuan; merebut tanah atau Yahudinisasi tanah dan mengganti petani Arab dengan orang-orang Yahudi dari Eropa Timur dan Yaman.
Apa yang dilakukan oleh JNF untuk menancapkan kukunya di tanah Palestina?
Hashemer, sebuah milisi Yahudi didirikan untuk melindungi permukiman Yahudi yang semakin banyak. Orang-orang Yahudi kemudian mengadakan demonstrasi untuk menuntut pengakuan bahasa Ibrani sebagai bahasa resmi di bawah pemerintahan Utsmani. Hal ini, menurut Mahdi Abdul Hadi dari LSM Palestina (Passia), menjadikan orang-orang Arab dan Palestina sadar akan konsep zionisme; bahwa itu adalah gerakan rasis yang mencari modal untuk menjajah tanah dan mengeksploitasi agama demi menciptakan tanah air bagi orang-orang Yahudi.
Kapan Orang Arab-Palestina Menyadari Bahaya Gerakan ini?
Pada 1908, Najib Nasser, seorang apoteker Palestina menerbitkan surat kabar bernama Al-Carmel. Di dalamnya ia memperingatkan zionisme sebagai gerakan yang bertujuan menggusur rakyat Palestina. Sementara itu, pecahnya Perang Dunia I pada 1914, menciptakan peluang baru bagi Inggris untuk membentuk kembali Timur Tengah, mengamankan wilayah Palestina yang letaknya berdekatan dengan Terusan Suez.[2]
Melalui surat kabar Al-Carmel, penentangan mula-mula terhadap zionisme disuarakan.
Apa saja langkah-langkah yang dilakukan Inggris untuk menjadikan Palestina sebagai rumah bagi Yahudi?
Herbert Samuel merancang memorandum rahasia pada 1915 dan menyerahkannya kepada kabinet Inggris dengan judul “Masa Depan Palestina”. Rekomendasi Samuel tersebut dituangkan dalam Perjanjian rahasia Inggris-Perancis, yang dirumuskan oleh politisi Inggris Sir Mark Sykes dan diplomat Perancis, Francois Georges Pico. Rumusan tersebut dikenal sebagai Perjanjian Sykes-Pico, yang membuka jalan bagi pembentukan negara Yahudi.
Samuel merupakan seorang politisi Inggris dan zionis yang berkomitmen untuk menjadikan Palestina sebagai rumah bagi orang-orang Yahudi. Dia berpesan bahwa waktunya belum tepat untuk pembentukan negara Yahudi yang otonom di Palestina. Sebaliknya, dia memberi rekomendasi agar Palestina dianeksasi ke kerajaan Inggris, seraya berharap bahwa di bawah kekuasaan Inggris dan seiring waktu, lebih banyak orang Yahudi yang akan menetap di tanah itu dan tumbuh menjadi mayoritas. Melalui Deklarasi Balfour pada 1917, terbentuklah negara Yahudi.
Arthur Balfour dan suratnya kepada Rothschild tentang akan dibentuknya a national home di Palestina untuk orang Yahudi.
Pada titik ini, Inggris tidak memiliki hak moral, politik, atau hukum untuk menjanjikan tanah milik orang Arab kepada orang lain, sehingga Deklarasi Balfour tidak bermoral dan ilegal. Hanya beberapa hari setelah deklarasi tersebut, pada 11 Desember 1917, tentara Inggris yang dipimpin oleh Jenderal Edmund Allenby merebut Al-Quds. Ia masuk dengan membawa anggota militer Yahudi, termasuk David ben Gurion yang nantinya akan menjadi Perdana Menteri Israel yang pertama.
Mereka sudah merencanakan peta usulan wilayah yang akan dialokasikan untuk tanah air bagi Yahudi dan dipresentasikan pada 1919 dalam Konferensi Perdamaian Paris. Tahun bergulir, Herbert Samuel yang diangkat sebagi Komisaris Tinggi Inggris di Palestina menetapkan bahasa Ibrani sebagai bahasa resmi Palestina, di samping bahasa Arab dan Inggris. Pada 1925, lebih dari 33.000 orang Yahudi diberikan Kewarganegaraan Palestina dan tiga belas permukiman baru didirikan untuk Yahudi. Yaffa (Tel Aviv) dijadikan kota otonom dan Universitas Hebrew dibuka secara resmi.
Bagaimana bangsa Arab-Palestina memandang situasi itu dan apa yang dilakukan?
Orang-orang Palestina memandang otoritas Mandat Inggris dan pasukan Inggris di lapangan berpihak kepada orang-orang Yahudi. Banyak petani Palestina yang diusir dari tanah pertanian mereka mulai bergabung dengan kelompok-kelompok revolusioner yang baru terbentuk. Pada 1921 Palestina mengorganisasi demonstrasi menentang imigrasi Yahudi. Saat itu, kepemimpinan Palestina berlaku turun temurun dalam satu keluarga dan Mufti Agung Al-Quds, Amin al-Husseini mewarisi posisinya pada usia 25 tahun.
Pada masa selanjutnya, pemberontakan dan oposisi datang dari Palestina untuk melawan imigrasi Yahudi. Warga Palestina melakukan mogok kerja untuk memprotes kunjungan Balfour dengan mengibarkan bendera hitam. Tiga warga Palestina ditangkap atas peran mereka pada Revolusi al-Buraq. Mereka adalah Fuad Hassan Hijazi dari Safad, Atta Ahmed al-Zir dari Hebron dan Muhammad Khalil Jamjum. Ketiga pria itu dipenjara di Akka dan dijatuhi hukuman mati.
Tiga inspirator perjuangan bangsa Palestina untuk terus mempertahankan tanah dan rakyatnya.
(Sumber: Samidoun.net)
Dalam pernyataan terakhir, mereka berpesan, “Pada akhir hidup kami, kami mengatakan kepada para pemimpin Arab dan muslim di seluruh dunia, jangan percaya kepada orang asing. Kami berharap kematian kami dapat menghidupkan kembali bangsa ini.”
Berapa banyak peningkatan angka imigran Yahudi di Palestina sehingga memicu pemberontakan?
Pada 1930-an jumlah imigran Yahudi ke Palestina mulai meningkat secara signifikan dari 4.000 pada 1931, melonjak menjadi 9.500 pada tahun berikutnya. Pada 1933, jumlahnya meningkat menjadi 30.000 imigran, pada 1934 menjadi 42.000, dan pada 1935 melonjak lagi menjadi 62.000.
Selama sepuluh tahun pertama mandat Inggris, jumlah orang Yahudi di Palestina meningkat lebih dari dua kali lipat hingga mencapai 175.000 Zionis. Seluruh dunia bangga dengan pencapaian mereka. Saat itu, media Inggris menggambarkan Palestina sebagai gurun kosong, tanah tanpa tumbuh-tumbuhan dan tanpa kehidupan. Tapi kenyataannya sangat berbeda.
Adakah langkah lain yang diambil oleh Yahudi untuk terus menggerus tanah Palestina?
Pada 1936, terjadi perlawanan yang mengejutkan otoritas Inggris yang melakukan tindakan hukuman keras bahwa siapa pun yang dicurigai memiliki hubungan dengan kaum revolusioner, akan ditangkap. Lebih dari 200 rumah di Yaffa dihancurkan sebagai hukuman kolektif. Pembongkaran di desa dan kota lain menyusul. Inggris bersikeras bahwa menghancurkan rumah-rumah Palestina dibenarkan sebagai sarana untuk mengakhiri perlawanan.
Menanggapi hal itu, David ben Gurion dilaporkan membuat saran yang mengejutkan kepada Komisaris Tinggi Inggris ketika itu. Dia menyarankan agar semua warga Palestina yang diusir dari tanah mereka untuk pembangunan permukiman Yahudi, dimukimkan kembali di kawasan Trans-Yordan. Dari sini, pengusiran terhadap bangsa Palestina dari negaranya, terus digiatkan. (SNB, LMS)
Baca Juga
Nakba: Malapetaka yang Ditanggung Bangsa Palestina (Bagian II: The Great Palestinian Revolt 1936—1939)
Sumber:
https://www.youtube.com/watch?v=H7FML0wzJ6A
[1] Tulisan ini disarikan dari Film Dokumenter Al-Jazeera: “Al-Nakba, Episode 1”
[2] Berdasarkan keterangan Eugene Rogan dari Middle East Centre, Oxford
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International untuk berita terbaru Palestina.
Tetaplah bersama Adara Relief International untuk anak dan perempuan Palestina.
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini seputar program bantuan untuk Palestina.
Donasi dengan mudah dan aman menggunakan QRIS. Scan QR Code di bawah ini dengan menggunakan aplikasi Gojek, OVO, Dana, Shopee, LinkAja atau QRIS.
Klik disini untuk cari tahu lebih lanjut tentang program donasi untuk anak-anak dan perempuan Palestina.