Pada tanggal 10 Desember 2024, seluruh dunia merayakan 76 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang sejalan dengan ulang tahun ke-31 Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia. Peristiwa ini saling berkaitan dengan Hari HAM Sedunia yang jatuh pada tanggal yang sama.
Selama 76 tahun ini, esensi deklarasi ini adalah untuk meneguhkan kesetaraan, kebebasan mendasar, dan keadilan dalam masyarakat. Perjanjian ini juga menegaskan hak-hak bagi seluruh umat manusia.
Hari HAM Sedunia tahun ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang hak asasi manusia, khususnya di kalangan generasi muda, sekaligus menginspirasi masyarakat agar terlibat dalam gerakan kemanusiaan dan memberdayakan mereka untuk memperjuangkan serta melindungi hak-hak asasi manusia.
Pada 10 Desember 1948, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau Universal Declaration of Human Rights (UDHR) dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dokumen ini merupakan tonggak sejarah HAM dunia, yang menetapkan hak-hak setiap individu tanpa memandang ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, bahasa, politik, asal usul, sosial, properti, kelahiran, atau status lainnya.
Poin-poin kunci dalam UDHR tersebut melibatkan pengakuan hak-hak semua manusia, fungsi sebagai panduan global untuk undang-undang dan kebijakan di tingkat internasional, nasional, dan lokal, serta menjadi dasar Agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan.
UDHR telah memberi inspirasi bagi banyak perjuangan untuk meningkatkan perlindungan hak asasi manusia, menggarisbawahi pentingnya solusi berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan, dan menekankan kebutuhan akan perekonomian yang menghormati hak asasi manusia serta melayani semua individu. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia Sedunia atau Hari HAM Internasional.
Akan tetapi, meskipun setiap tahunnya dunia memperingati Hari Hak Asasi Manusia, pada kenyataannya pelanggaran hak asasi manusia masih terjadi secara berkelanjutan. Di antara yang menjadi sorotan dunia pada tahun ini adalah Jalur Gaza di Palestina yang telah dibombardir selama lebih dari setahun oleh Zionis Israel. Seluruh kalangan menjadi korban, tak terkecuali anak-anak dan perempuan. Para korban di Gaza adalah saksi nyata betapa Hari Hak Asasi Manusia Internasional seolah tidak pernah ada, karena mereka telah kehilangan hak-hak mereka sebagai seorang manusia sejak genosida dimulai.
Israel: Pelaku Pelanggaran HAM yang Tak Pernah Ditangkap

“Israel telah menyebabkan pemindahan paksa besar-besaran dan disengaja terhadap warga sipil Palestina di Gaza sejak Oktober 2023 dan bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan”
(Human Rights Watch, November 2024)
Hari Hak Asasi Manusia internasional pada tahun ini datang di tengah genosida Israel di Gaza yang masih berlangsung, bahkan semakin kejam, selama 13 bulan terakhir. Lebih dari 44,612 jiwa telah terbunuh, termasuk 17,492 anak-anak, lebih dari 105,834 menderita luka-luka, dan 11,000 lainnya masih dinyatakan hilang. Di tengah kondisi yang memburuk, penduduk Palestina yang masih bertahan juga harus menghadapi wabah penyakit dan cuaca ekstrem, kelaparan akut, hancurnya fasilitas kesehatan dan tempat ibadah, serta runtuhnya sistem pendidikan. Tidak ada lagi tempat yang aman di Gaza, sebab seluruhnya telah ditargetkan, bahkan berulang-ulang kali.
Tahun ini, laporan setebal 154 halaman berjudul “‘Hopeless, Starving, and Besieged’: Israel’s Forced Displacement of Palestinians in Gaza” yang dirilis oleh HRW pada bulan lalu mengungkapkan bagaimana Israel telah menyebabkan pemindahan lebih dari 90 persen populasi Gaza—atau 1,9 juta warga Palestina—dan melakukan penghancuran yang meluas di sebagian besar wilayah Gaza selama 13 bulan terakhir.
Human Rights Watch juga telah mewawancarai 39 warga Palestina yang mengungsi di Gaza, menganalisis sistem evakuasi Israel, termasuk 184 perintah evakuasi dan citra satelit yang mengonfirmasi kehancuran yang meluas, juga memverifikasi video dan foto serangan terhadap zona aman dan rute evakuasi yang telah ditentukan.
Jika melihat aturan resmi yang berlaku, hukum konflik bersenjata yang berlaku di wilayah penjajahan hanya mengizinkan pengungsian warga sipil dalam keadaan luar biasa, untuk alasan militer yang mendesak atau demi keamanan penduduk, serta mengharuskan adanya perlindungan dan akomodasi yang layak untuk menerima warga sipil yang mengungsi.
Sementara itu dalam kasus Gaza, pejabat Israel mengklaim bahwa kelompok bersenjata Palestina bertempur dari tengah penduduk sipil – karena itulah militer Israel telah secara sah “mengevakuasi” warga sipil dengan dalih menyerang kelompok tersebut sambil “membatasi bahaya bagi warga sipil.” Namun, dari sekian klaim-klaim karangan Israel tersebut, penelitian Human Rights Watch dengan tegas menunjukkan bahwa klaim ini sebagian besar salah.
Tidak ada alasan militer yang masuk akal untuk membenarkan pengungsian massal yang diperintahkan Israel terhadap hampir seluruh penduduk Gaza, yang seringkali terjadi berkali-kali, menurut Human Rights Watch. Sistem evakuasi Israel nyatanya sangat merugikan penduduk dan seringkali hanya berfungsi untuk menyebarkan ketakutan dan kecemasan. Alih-alih memastikan keamanan bagi warga sipil yang mengungsi, pasukan Israel telah berulang kali menyerang rute evakuasi yang ditentukan dan zona aman.
Perintah evakuasi seringkali tidak konsisten, tidak akurat, dan tidak dikomunikasikan kepada warga sipil dalam rentang waktu yang cukup untuk melakukan evakuasi – bahkan tidak dikomunikasikan sama sekali. Perintah evakuasi tidak mempertimbangkan kebutuhan para penyandang disabilitas dan orang-orang lain yang tidak mampu pergi tanpa bantuan.
Sebagai negara penjajah, hukum internasional mewajibkan Israel untuk memastikan fasilitas yang memadai untuk menampung warga sipil yang mengungsi. Namun sebaliknya, Israel justru memblokir semua bantuan kecuali sebagian kecil dari bantuan kemanusiaan, air, listrik, dan bahan bakar yang diperlukan oleh penduduk sipil Gaza. Lebih parahnya lagi, Israel turut menghancurkan sumber daya yang dibutuhkan penduduk untuk tetap hidup, termasuk rumah sakit, sekolah, infrastruktur air dan energi, toko roti, dan lahan pertanian.
Israel juga berkewajiban untuk memastikan kembalinya orang-orang yang mengungsi ke rumah mereka dengan segera setelah kekacauan di daerah tersebut berakhir. Namun, sebaliknya, Israel justru membuat sebagian besar wilayah Gaza tidak dapat dihuni lagi. Militer Israel telah dengan sengaja menghancurkan atau merusak infrastruktur sipil, termasuk menghancurkan kompleks hunian masyarakat sipil. Kerusakan di Gaza sangat besar, sehingga penduduknya tidak memiliki pilihan selain mengungsi secara permanen.
Tidak hanya di dunia nyata, di dunia maya pun Israel masih tetap melakukan pelanggaran HAM terhadap warga Palestina. Sada Social, sebuah organisasi yang didedikasikan untuk mendokumentasikan pelanggaran hak digital terhadap konten Palestina dalam jaringan, melaporkan lebih dari 500 pelanggaran sepanjang November. Organisasi tersebut mendokumentasikan penekanan digital yang luas di berbagai platform dalam laporan bulanannya. Platform meta menyumbang 57 persen pelanggaran, diikuti oleh TikTok sebesar 23 persen, YouTube sebesar 13 persen, dan X sebesar 7 persen. Selain itu, 30 akun WhatsApp milik warga Palestina dihapus, termasuk dua grup berita.
Sejak hari-hari pertama genosida, pejabat senior di pemerintahan Israel dan kabinet perang telah menyatakan niat mereka untuk menggusur seluruh penduduk Palestina di Gaza. Menteri Israel menyatakan bahwa wilayah Gaza akan berkurang. Ia kemudian menambahkan bahwa meledakkan dan meratakan Gaza adalah “hal yang indah,” dan tanah Gaza akan diserahkan kepada para pemukim Israel.
Pada November 2023, Menteri Pertanian dan Keamanan Pangan Israel Avi Dichter mengatakan, “Kami sedang melancarkan Nakba di Gaza.” Dari pernyataan-pernyataan tersebut, Human Rights Watch menemukan bahwa praktik penggusuran paksa memang semakin meluas, dan bukti menunjukkan bahwa hal itu dilakukan secara sistematis dan merupakan bagian dari tujuan jahat Israel. Tindakan tersebut juga merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan, pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran yang disaksikan oleh seluruh dunia.
Kapan Hak Asasi Manusia Akan Ditegakkan di Palestina?

Satu tahun lebih telah berlalu sejak genosida dimulai di Jalur Gaza pada Oktober tahun lalu. Korban pelanggaran HAM serius di Palestina telah menghadapi tembok impunitas Israel selama sekian dekade. Warga Palestina di Gaza hidup terhimpit di bawah blokade yang melanggar hukum selama 17 tahun, yang merupakan bagian dari kejahatan berkelanjutan terhadap kemanusiaan berupa apartheid dan penganiayaan yang telah dilakukan Israel terhadap warga Palestina.
Di tengah genosida yang disiarkan secara nyata ini, dunia internasional dituntut untuk secara terbuka mengecam pengusiran paksa penduduk sipil di Gaza oleh Israel, mengakuinya sebagai kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Dunia juga harus menekan Israel untuk segera menghentikan kejahatan tersebut dan mematuhi berbagai perintah mengikat dari Mahkamah Internasional dan kewajiban yang ditetapkan dalam hukum internasional.
Tahun ini, dunia mungkin telah meredup untuk membuka mata dan bersuara tentang Gaza dan Palestina. Pelanggaran HAM seolah telah dinormalisasi, karena Palestina dipandang sebagai “bangsa terjajah” yang dikendalikan oleh “Israel”. Namun kita, yang masih peduli pada kemanusiaan, seharusnya malu untuk hanya menyaksikan genosida dalam diam. Sebab jika bukan sekarang, jika tidak dimulai dari kita, maka selamanya penegakan hak asasi manusia hanya menjadi omong kosong belaka di tanah Gaza dan Palestina.
Salsabila Safitri, S.Hum.
Penulis merupakan Relawan Departemen Penelitian dan Pengembangan Adara Relief International yang mengkaji tentang realita ekonomi, sosial, politik, dan hukum yang terjadi di Palestina, khususnya tentang anak dan perempuan. Ia merupakan lulusan sarjana jurusan Sastra Arab, FIB UI.
Sumber :
https://www.aljazeera.com/news/longform/2023/10/9/israel-hamas-war-in-maps-and-charts-live-tracker
https://www.hrw.org/news/2024/11/14/israels-crimes-against-humanity-gaza
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di sini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini