Pada tanggal 10 Desember 2023, seluruh dunia merayakan 75 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang sejalan dengan ulang tahun ke-30 Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia. Peristiwa ini saling berkaitan dengan Hari HAM Sedunia yang jatuh pada tanggal yang sama.
Selama 75 tahun ini, esensi deklarasi ini adalah untuk meneguhkan kesetaraan, kebebasan mendasar, dan keadilan dalam masyarakat. Perjanjian ini juga menegaskan hak-hak bagi seluruh umat manusia.
Hari HAM Sedunia tahun ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang hak asasi manusia, khususnya di kalangan generasi muda, sekaligus menginspirasi masyarakat agar terlibat dalam gerakan kemanusiaan dan memberdayakan mereka untuk memperjuangkan serta melindungi hak-hak asasi manusia.
Pada 10 Desember 1948, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau Universal Declaration of Human Rights (UDHR) dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dokumen ini merupakan tonggak sejarah HAM dunia, yang menetapkan hak-hak setiap individu tanpa memandang ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, bahasa, politik, asal usul, sosial, properti, kelahiran, atau status lainnya.
Poin-poin kunci dalam UDHR tersebut melibatkan pengakuan hak-hak semua manusia, fungsi sebagai panduan global untuk undang-undang dan kebijakan di tingkat internasional, nasional, dan lokal, serta menjadi dasar Agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan.
UDHR telah memberi inspirasi pada banyak perjuangan untuk meningkatkan perlindungan hak asasi manusia, menggarisbawahi pentingnya solusi berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan, dan menekankan kebutuhan akan perekonomian yang menghormati hak asasi manusia serta melayani semua individu. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia Sedunia atau Hari HAM Internasional.
Akan tetapi, meskipun setiap tahunnya dunia memperingati Hari Hak Asasi Manusia, pada kenyataannya pelanggaran hak asasi manusia masih terjadi secara berkelanjutan di dunia. Di antara yang menjadi sorotan dunia pada tahun ini adalah Jalur Gaza di Palestina yang telah dibombardir selama dua bulan lebih oleh Zionis Israel. Seluruh kalangan menjadi korban, tak terkecuali anak-anak dan perempuan. Berikut adalah beberapa kesaksian dari anak-anak dan perempuan Palestina yang menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia di penjara Israel.
Israel Tidak Membedakan Anak-Anak dan Orang Dewasa di dalam Tahanan
Ketika dilaksanakan gencatan senjata pada 24 hingga 27 November 2023, Israel dan Palestina melaksanakan kesepakatan pertukaran tawanan dalam 4 gelombang. Pada gelombang ketiga pertukaran tawanan, Israel membebaskan 39 tawanan Palestina, sedangkan Palestina juga membebaskan 13 warga Israel yang ditahan di Jalur Gaza. Di antara 39 tawanan Palestina tersebut, terdapat anak-anak Palestina atau remaja yang ditangkap oleh pasukan Israel. Setelah dibebaskan dari penjara, mereka mengungkapkan kengerian yang mereka alami saat berada di penjara Israel.
“Setiap hari, mereka (pasukan Israel) menganiaya dan memukuli kami. Beberapa waktu yang lalu, ada yang meninggal,” ucap Seif Eddine Darwish. Usianya baru 14 tahun saat ia berbicara kepada media tentang kondisinya di penjara Israel. Darwish mengatakan bahwa ini adalah kali kedua ia ditahan di penjara Israel, dan kondisinya sangat buruk, bahkan ia tidak diberi akses apa pun untuk memperoleh informasi dari dunia luar.
“Penganiayaan ini tidak mampu saya gambarkan,” Omar al-Atshan, salah satu remaja yang dibebaskan dari Penjara Naqab, mengatakan kepada Middle East Eye. Ia mengatakan bahwa mereka tidak diberi cukup makanan dan air, sementara penjajah terus menyiksa mereka. Bahkan hingga saat dibebaskan, pasukan Israel masih memaksa para tawanan untuk menundukkan kepala agar pasukan Israel dapat memukuli mereka. “Kebahagiaan kami masih belum lengkap karena masih ada tawanan yang berada di penjara,” ujar remaja Palestina ini.
“Mereka tidak membedakan antara tua dan muda,” kata Mohamed Badr al-Zamaira, remaja berusia 18 tahun yang telah berada di penjara Israel sejak usianya 16 tahun. Ia mengatakan bahwa saat para tawanan dianiaya dan dipukuli, tawanan anak tidak diperlakukan berbeda. “Dua remaja dipindahkan dari Penjara Ofer karena tulang rusuknya patah. Mereka tidak bisa bergerak,” tambahnya.
“Pakaian saya berwarna putih tetapi kemudian berubah menjadi merah karena noda darah,” kata Osama Marmash, remaja berusia 16 tahun yang dibebaskan dari Penjara Megiddo. Ia mengatakan bahwa ia menyaksikan empat tawanan Palestina disiksa sampai mati di Megiddo, bahkan anak-anak sepertinya juga menderita luka di tangan dan punggung akibat dipukuli. Di penjara, Osama mengatakan bahwa hanya ada sedikit makanan, itu pun seringkali tidak layak untuk dimakan. Selama perjalanan ke Tepi Barat setelah mereka dinyatakan dibebaskan, Osama mengakui bahwa mereka masih disiksa sepanjang perjalanan. Ia mengatakan, “Jalannya sulit dan mereka mematikan AC di bus. Kami betul-betul merasa sesak.”
Muhammad Nezzal, seorang anak Palestina yang dipulangkan dalam kondisi menderita patah tulang di jarinya, memar di tangan dan berbagai bagian tubuhnya, juga mengakui bahwa Israel menyiksa tawanan anak-anak di penjara. Nezzal ditangkap tiga bulan lalu di Qabatiya, kemudian ditahan di bawah penahanan administratif selama enam bulan sebelum dibebaskan dalam gelombang keempat pertukaran tawanan.
Kepada Anadolu, Nezzal mengatakan, “Beberapa tawanan kehilangan kesadaran akibat pemukulan di penjara. Ada seorang tawanan yang setelah kehilangan kesadaran karena pemukulan, dikeluarkan dari sel oleh penjajah, dan saya pikir mungkin dia telah meninggal, tetapi kami tidak dapat mengetahui apa pun tentang dia. Pasukan penjajah menyerang kami secara brutal. Mereka memukuli beberapa tawanan hingga mereka kehilangan kesadaran, dan yang lainnya menangis karena kejamnya penyiksaan.” Karena beratnya kondisi di penjara, Nezzal mengatakan bahwa bulan terakhirnya di penjara Israel terasa seperti 20 tahun.
Qusay Taqatqa dari Betlehem ditangkap pada tahun lalu ketika dia berusia 16 tahun. Dia mengatakan bahwa dia dan rekan-rekannya sesama tawanan mendengar tentang agresi pada tanggal 7 Oktober melalui radio. Setelah itu, petugas penjara langsung menyita semua televisi dan radio dan “mengubah total” cara mereka memperlakukan para tawanan. “Perlakuan terhadap administrasi penjara sangat biadab selama 50 hari. Mereka merampas semua barang-barang kami. Kunjungan keluarga atau bahkan komunikasi tidak diperbolehkan,” ia mengatakan.
Omar Al-Shwaiki, salah seorang tawanan anak lainnya, juga memberikan kesaksian. “Kondisi yang kami hadapi di penjara sangat keras. Ketika Israel menangkap saya, saya berusia 15 tahun, dan sel tahanan telah berisi 12 tawanan, meskipun sebenarnya hanya berkapasitas untuk enam orang.” Dia menunjukkan bahwa para tawanan menderita kondisi yang “tidak manusiawi” di penjara. “Itu sangat kejam, dan ada banyak anak berusia antara 13 dan 15 tahun yang ditahan oleh Israel,” ia menyatakan.
Kondisi tidak manusiawi juga disinggung Yasser Zaaymeh. “Pasukan Israel memperlakukan kami dengan kekerasan selama kami ditahan dan memperlakukan kami dengan kasar. Mereka memukuli para tawanan.” Zaaymeh adalah salah satu tawanan anak yang ditahan di penjara Megiddo. Ia mengatakan, “Saya menyaksikan kematian sejumlah tawanan Palestina yang ditahan oleh Israel.”
Hassan Darwish juga mengatakan bahwa dia “terkejut” dengan pembebasannya yang “tidak terduga”. Dia menggambarkan bahwa yang ia alami di penjara Israel sangat mengerikan. “Terdapat penganiayaan, pemukulan, isolasi, dan penyerbuan anjing polisi ke penjara.” Ia menambahkan bahwa genosida dan pembantaian warga sipil di Gaza menyebabkan banyak penderitaan bagi tawanan, “Kami berdoa untuk keteguhan dan ketabahan mereka hingga berakhirnya agresi yang brutal ini.”
Dua saudara laki-laki dari Silwan di Al-Quds (Yerusalem) juga termasuk di antara tawanan yang dibebaskan. Mereka mengatakan, “Kami sangat senang bisa terbebas dari kekangan penjajah Israel,” kata Qassam dan Nasrallah, “karena kami tidak menyangka akan dibebaskan, apalagi perlakuan di dalam penjara sangat buruk, terutama setelah agresi Gaza.” Mereka mengatakan bahwa Israel menahan makanan untuk tawanan selama berhari-hari, dan melakukan inspeksi malam hari dengan anjing polisi, dengan banyak teror dan intimidasi sistematis.
“Kami bersedih dengan apa yang terjadi pada rakyat kami di Jalur Gaza. Kami mengikuti berita-berita yang tidak dapat dibayangkan oleh siapa pun dan telah melihat besarnya intensitas pengeboman, pembunuhan, dan penghancuran terhadap warga Palestina, serta terjadi pembantaian di mana-mana. Petugas penjara Israel dengan sengaja menayangkan saluran-saluran Israel yang menyiarkan adegan penghancuran dan pembunuhan untuk mencoba menakut-nakuti kami dan membunuh moral kami.”
Kesaksian Perempuan Palestina Tentang Kondisi Penjara Israel
“Kondisi kami semakin memburuk setelah tanggal 7 Oktober, hingga ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya,” Samah Souf, seorang perempuan tawanan Palestina berusia 24 tahun yang dibebaskan pada gelombang keempat pembebasan tawanan, mengatakan kepada The New Arab. Souf ditangkap pada bulan Mei lalu dan dijatuhi perintah penahanan administratif selama empat bulan tanpa dakwaan, yang kemudian diperpanjang empat bulan lagi pada bulan September.
“Di sel saya di Penjara Damon, ada enam tawanan di ruangan yang hanya cukup untuk enam tawanan,” ujarnya. “Tapi setelah 7 Oktober, jumlah kami menjadi 11 orang di ruangan yang sama, dan sebagian besar tawanan tidur di lantai.”
Souf mengatakan, petugas penjara Israel sangat membatasi akses tawanan terhadap listrik dan air di penjara. “Israel memutus aliran listrik, jadi kami tidak dapat menggunakan ventilator meskipun cuaca sangat panas di Damon, yang dekat dengan laut. Kami hanya diperbolehkan mendapatkan air mengalir selama beberapa jam,” kata mantan tawanan tersebut.
“Sebelum tanggal 7 Oktober, kami menggunakan air mengalir untuk mencuci, namun tidak bisa untuk minum karena air tersebut tercampur dengan klorin konsentrasi tinggi dan bahan kimia lainnya. Jadi, kami harus membeli air kemasan, yang tidak bisa lagi kami beli sejak tanggal 7 Oktober. Kami terpaksa meminum air apa pun yang kami punya.”
“Waktu untuk kami keluar ke halaman, yang merupakan satu-satunya waktu bagi kami untuk bisa melihat matahari, dikurangi menjadi setengah jam. Sel kami juga digerebek dan digeledah oleh petugas keamanan penjara beberapa kali. Selain itu, karena kami tidak punya cukup air, kami tidak bisa menghilangkan bau gas air mata, dan kami harus membiasakannya,” tambahnya.
Di Ramallah, ribuan warga Palestina termasuk keluarga para tawanan yang akan dibebaskan, berkumpul di Kota Beitunia, dekat pusat penahanan Ofer. Saat keluarga tawanan menyambut anggota keluarga mereka yang dibebaskan, pasukan Israel membubarkan pertemuan tersebut dengan menggunakan gas air mata dan peluru tajam.
Pertukaran tawanan yang berlangsung saat itu melibatkan beberapa tawanan yang sedang dalam kondisi sakit. Salah satu dari mereka, Samira Hirbawi (50), bahkan tidak dapat berbicara kepada media karena kondisi kesehatannya yang buruk. Kakaknya mengatakan kepada The New Arab bahwa “dia tiba di rumah dalam keadaan hancur dan lelah”.
Pasukan Israel menangkap Hirbawi di sebuah pos pemeriksaan Israel pada bulan Juli, setelah menembak dan melukainya. Hirbawi dituduh mencoba menikam tentara Israel, dan tetap menjalani proses persidangan sampai dia dibebaskan pada kesepakatan pertukaran tawanan. Keluarganya membantah tuduhan yang dilayangkan kepada Hirbawi, bersikeras bahwa dia sedang bersama dua dari tujuh anaknya pada saat pasukan Israel menangkapnya.
“Samira menghabiskan satu setengah bulan di penjara Damon, sebelum lukanya semakin parah dan menimbulkan masalah tambahan karena kurangnya perawatan,” kata saudara laki-lakinya. “Dia mengalami peradangan di anggota tubuhnya dan dipindahkan ke rumah sakit Israel, kemudian pengacaranya mengajukan petisi pembebasan karena alasan kemanusiaan, namun ditolak oleh pengadilan Israel.”
“Kemudian, kondisi kesehatannya memburuk, dan kami kehilangan kontak dengannya setelah tanggal 7 Oktober. Dia mengatakan kepada kami bahwa dia sudah meminta pengobatan, namun layanan penjara Israel mengatakan kepadanya bahwa dia baru dapat dirawat setelah dibebaskan.”

Pembebasan tawanan gelombang keempat yang berlangsung pada hari Minggu juga membebaskan Israa Jaabis (38), yang telah menghabiskan delapan tahun di penjara Israel. Kasus Israa Jaabis dianggap sebagai salah satu kasus kemanusiaan perempuan tawanan paling kritis di penjara-penjara Israel, sehingga dianggap sebagai salah satu tawanan yang paling mendesak untuk dibebaskan dalam kesepakatan pertukaran tawanan tersebut.
Israa Jaabis ditangkap pada Oktober 2015, setelah mobilnya terbakar akibat kerusakan listrik dalam perjalanan ke Jericho. Dia kemudian dituduh mencoba menyerang tentara Israel. Keluarga dan pengacaranya membantah tuduhan tersebut, menyatakan bahwa mobilnya terbakar lebih dari satu kilometer jauhnya dari pos pemeriksaan Israel yang dia tuju. Saat itu, Jaabis sedang mengangkut barang-barangnya ke rumah barunya di Jericho ketika mobilnya terbakar. Ia mengalami luka bakar hingga 50 persen di sekujur tubuhnya sehingga membuatnya cacat parah.
Dalam kondisi terluka parah tersebut, Jaabis tetap ditahan oleh pasukan Israel di dalam penjara tanpa perawatan yang pantas. Saat dibebaskan dalam kesepakatan pertukaran tawanan, Jaabis baru bisa bertemu kembali dengan putranya yang berusia 14 tahun untuk pertama kalinya sejak ia meninggalkannya saat usianya masih 6 tahun. Saat dibebaskan, Israa Jaabis dipulangkan ke rumahnya di Al-Quds (Yerusalem), tempat polisi Israel membubarkan jurnalis dan warga Palestina lainnya yang berkumpul untuk merayakan pembebasan Jaabis ke rumahnya.
Salsabila Safitri, S.Hum.
Penulis merupakan Relawan Departemen Penelitian dan Pengembangan Adara Relief International yang mengkaji tentang realita ekonomi, sosial, politik, dan hukum yang terjadi di Palestina, khususnya tentang anak dan perempuan. Ia merupakan lulusan sarjana jurusan Sastra Arab, FIB UI.
Sumber:
https://www.middleeastmonitor.com/20231205-7800-palestinian-detainees-in-israeli-jails-ngo/ https://english.wafa.ps/Pages/Details/139733 https://www.middleeasteye.net/news/israel-palestine-war-third-batch-palestinian-prisoners-released-hamas-willing-extend-truce
https://www.middleeasteye.net/live-blog/live-blog-update/everyday-they-hit-us-says-14-year-old-palestinian-prisoner?nid=322376&topic=Israel-Palestine%2520war&fid=491881 https://www.aa.com.tr/en/middle-east/palestinian-child-prisoner-details-brutal-beatings-by-israeli-forces/3067150
https://mondoweiss.net/2023/11/israel-has-a-long-history-of-taking-palestinian-children-captive/
https://www.newarab.com/news/who-are-palestinian-children-released-israeli-jail https://www.ft.com/content/ea143178-9998-4120-95d0-a02d0270ee20
https://english.wafa.ps/Pages/Details/139615 https://www.theguardian.com/world/2023/nov/27/i-dont-know-if-shes-dead-or-alive-hostage-swap-leaves-palestinian-girls-family-in-limbo
https://www.newarab.com/news/released-palestinian-women-say-israel-prisons-brutal
https://www.palestinechronicle.com/who-are-the-palestinian-prisoners-to-be-released-by-israel-under-the-deal/ https://english.wafa.ps/Pages/Details/139163 https://www.middleeastmonitor.com/20231104-palestine-prisoners-subjected-to-heinous-crimes-amid-war-in-gaza/
https://www.middleeastmonitor.com/20231012-israel-cuts-off-electricity-water-supplies-to-over-5000-palestinian-detainees-in-israeli-jails/ https://www.middleeasteye.net/news/israel-detains-20-palestinian-women-west-bank-escalation https://www.aljazeera.com/news/2023/11/29/jailed-without-charge-how-israel-holds-thousands-of-palestinian-prisoners
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini
#Palestine_is_my_compass
#Palestina_arah_perjuanganku
#Together_in_solidarity
#فلسطين_بوصلتي
#معا_ننصرها