Bulan Juni 2024 menandai lebih dari sembilan bulan agresi Israel telah berlangsung di Jalur Gaza. Sejak 7 Oktober 2023 hingga 24 Juni 2024, lebih dari 21.000 anak-anak diperkirakan hilang dalam kekacauan agresi di Gaza. Banyak di antara anak-anak tersebut diasumsikan meninggal karena terjebak di bawah reruntuhan atau dikuburkan di kuburan tak bertanda, sedangkan yang diperkirakan masih hidup kemungkinan besar ditahan oleh pasukan Israel atau dinyatakan hilang dari keluarga mereka tanpa kabar, berdasarkan perhitungan dari Save the Children.
Hidup maupun mati, kondisi anak-anak Palestina di Gaza sangat jauh dari kata layak. Anak-anak Gaza yang terbunuh akibat serangan pasukan Israel selama agresi tak sedikit yang ditemukan terbakar parah atau tubuhnya terpisah-pisah hingga tidak bisa dikenali lagi. Pun yang masih hidup, kondisinya tidak lebih baik. Bagi anak-anak yang ditahan oleh tentara Israel, mereka harus bertahan menanggung pedihnya luka fisik dan psikologis. Dalam kondisi terluka dan tidak sadarkan diri, mereka dipisahkan dari keluarga dan kerabat secara paksa. Begitu terbangun, mereka tiba-tiba berada di dalam penjara, hanya berteman sunyi di tengah keramaian orang-orang yang tidak mereka kenal. Itu barulah awal dari penderitaan-penderitaan selanjutnya yang ditargetkan kepada mereka, anak-anak Palestina.
Anak Palestina, Satu-satunya Anak di Dunia yang Dipenjara tanpa Alasan

“Menahan anak-anak tanpa batas waktu, tanpa tuduhan atau pengadilan, sama dengan penahanan sewenang-wenang. Sejak 7 Oktober, pasukan Israel telah mempercepat kampanye penangkapan mereka terhadap anak-anak Palestina dan menahan sejumlah besar anak-anak tanpa tuduhan.”
- Ayed Abu Eqtaish, Direktur DCIP
Israel adalah satu-satunya entitas di dunia yang secara sistematis mengadili antara 500 hingga 700 anak-anak Palestina setiap tahunnya di pengadilan militer, dan tidak memiliki hak-hak dasar untuk menjalankan peradilan yang adil, menurut Defense for Children International-Palestine (DCIP). Selama beberapa dekade, isu penahanan anak oleh Israel telah menjadi salah satu keputusan paling menonjol yang diambil oleh Israel. Melalui “aturan” yang tidak manusiawi tersebut, Israel telah berupaya untuk menetapkan perangkat sistematis, undang-undang, dan perintah militer untuk mengintensifkan penargetan anak-anak Palestina melalui perintah penahanan anak.
Diperkirakan sebanyak 10.000 anak-anak Palestina telah ditahan oleh militer Israel selama 20 tahun terakhir. Save the Children mencatat bahwa anak-anak Palestina adalah “satu-satunya anak di dunia yang dituntut secara sistematis di pengadilan militer.” Penangkapan anak menjadi semakin marak terjadi sejak serangan tanggal 7 Oktober 2023 di Gaza. Anak-anak Palestina semakin banyak yang diculik dan disandera oleh Israel, menyebabkan tekanan emosional dan mental yang parah.
Komisi Palestina mengatakan bahwa secara keseluruhan, mereka mendata sekitar 9.000 warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel pada akhir Januari 2024, dibandingkan dengan 5.250 sebelum 7 Oktober. Namun, Komisi Palestina tidak bisa secara akurat memperbarui jumlahnya karena terbatasnya akses terhadap para tawanan. Komisi Urusan Tawanan dan Mantan Tawanan Palestina, sebuah organisasi yang didirikan pada tahun 1998, menyatakan bahwa diperkirakan sekitar 460 anak telah ditahan dalam jangka waktu sekitar lima bulan setelah agresi dimulai (sekitar Februari 2024). Angka ini melonjak dari perkiraan sebelumnya yang menyebutkan sekitar 500–700 anak Palestina berada di penjara militer Israel setiap tahunnya.
Pada awal April, Addameer melaporkan bahwa Israel telah menahan lebih dari 200 anak-anak Palestina di penjara mereka, termasuk di Penjara Ofer, Magiddo, dan Damon. Setelah 7 Oktober hingga April, pasukan Israel diperkirakan telah menangkap lebih dari 500 anak-anak Palestina lagi. Pada pertengahan April, Qaddoura Fares, kepala Otoritas Urusan Tawanan dan Mantan Tawanan, mengatakan jumlah tawanan Palestina di penjara-penjara Israel sejak 7 Oktober telah meningkat sebesar 130 persen.
Ia menambahkan bahwa jumlah tawanan Palestina di penjara-penjara Israel sebelum 7 Oktober diperkirakan mencapai 5.000 orang, tetapi kini jumlahnya diperkirakan dapat mencapai 12.000 orang, termasuk tawanan dari Gaza. “Tidak ada yang tahu jumlah tawanan dari Gaza, ini hanya perkiraan, tapi yang terdokumentasikan, tawanan Palestina di penjara Israel mencapai 9.500,” tambah Fares.
Perlu dicatat bahwa jumlah tawanan anak sebelum tanggal 7 Oktober tidak pernah mencapai jumlah sebanyak itu, yang jelas menunjukkan penggunaan perintah yang bersifat menghukum dan menindas terhadap anak-anak selama agresi. Anak-anak yang ditangkap ini dilaporkan ditahan di lokasi rahasia tanpa adanya cara untuk menghubungi keluarga atau kerabat mereka, dipindahkan secara paksa ke ‘Israel’, dokumen identitas mereka disita, dan mendapatkan kekerasan fisik, psikologis, dan seksual yang ekstrem.
Tak hanya di Gaza, anak-anak di wilayah Palestina lainnya pun terkena imbas akibat agresi. Di Tepi Barat, pada akhir Maret DCIP melaporkan bahwa pasukan Israel telah menahan 194 anak Palestina, termasuk 61 anak yang ditahan di bawah penahanan administratif. Jumlah ini merupakan rekor tertinggi sejak DCIP mulai memantau tahanan administratif anak pada tahun 2008. Setidaknya setengah dari anak-anak ini ditahan setelah tanggal 7 Oktober 2023, ketika pasukan Israel meningkatkan operasi militer di seluruh Tepi Barat yang dijajah.
Baca juga Tepi Barat: The Next Chapter of Gaza
Beberapa bulan setelahnya, muncul laporan yang menunjukkan setidaknya 640 anak-anak Palestina di Tepi Barat telah ditahan oleh pasukan Israel sejak dimulainya agresi di Gaza dan banyak di antara mereka yang disiksa dan dianiaya, kata Klub Tawanan Palestina pada tanggal 18 Juni 2024. Jumlah total tersebut mencakup anak-anak yang telah dibebaskan, namun Klub Tawanan Palestina mengatakan setidaknya 250 anak di bawah umur masih berada di penjara hingga saat ini dan menjadi sasaran perlakuan buruk pasukan Israel. “Tawanan anak-anak telah menjadi sasaran tindakan pelecehan, penyiksaan, dan kejahatan medis yang juga dialami oleh tawanan dewasa di penjara-penjara Israel,” kata kelompok tersebut seperti dikutip oleh kantor berita Anadolu.
Hampir mustahil untuk mengumpulkan dan memverifikasi informasi di tengah kondisi yang berlangsung saat ini di Gaza. Namun, setidaknya 17.000 anak telah diyakini tidak didampingi dan dipisahkan dari keluarga mereka, sekitar 4.000 anak kemungkinan hilang di bawah reruntuhan, sedangkan jumlah yang tidak diketahui jasadnya berada di kuburan massal, dan yang lainnya dihilangkan secara paksa, termasuk sejumlah anak yang secara paksa dibawa keluar dari Gaza dan ditahan. Keberadaan anak-anak tersebut tidak diketahui oleh keluarga mereka di tengah laporan penganiayaan dan penyiksaan yang terjadi di penjara-penjara Israel.
Anak-anak Palestina: Dilahirkan dengan Harapan dan Hilang di tengah Ketidakpastian

“Apa yang kami ketahui tentang perlakuan terhadap anak-anak (Palestina) ini tidak dapat diterima, namun apa yang tidak kami ketahui bisa jadi lebih buruk lagi. Kerahasiaan pemerintah Israel telah menyebabkan ratusan keluarga di seluruh Gaza dan Tepi Barat berada dalam kegelapan, tidak mengetahui di mana anak-anak mereka berada.”
- Jason Lee, Direktur Save the Children di wilayah Palestina
Di tengah kabar terus meningkatnya penahanan anak-anak oleh Israel sejak 7 Oktober, anak-anak juga dilaporkan menghadapi kekerasan dan pelecehan saat di penjara. Laporan Save the Children pada bulan Juli 2023 menunjukkan bahwa bahkan sebelum tanggal 7 Oktober, anak-anak Palestina yang ditangkap oleh pasukan Israel telah menghadapi pelecehan emosional dan fisik yang sangat besar, dengan empat dari lima – atau sekitar 86% – di antaranya dipukuli dan 69% digeledah.
Tiga organisasi yang melacak penahanan anak-anak di wilayah Palestina yang dijajah mengatakan mereka juga telah mengumpulkan kesaksian anak-anak yang menunjukkan bahwa tingkat kekerasan telah meningkat sejak 7 Oktober. Mereka melaporkan bahwa peraturan baru yang diterapkan pada bulan Oktober lalu memberlakukan pembatasan yang lebih ketat terhadap kunjungan keluarga dan lembaga kemanusiaan. Pengacara juga dilarang mengunjungi penjara dan sekarang menghadapi pembatasan ketat yang menghalangi mereka untuk mengunjungi anak-anak secara rutin. Komite Internasional Palang Merah bahkan mengatakan bahwa kunjungan kemanusiaannya ke tawanan Palestina juga ditangguhkan.
Sejak hari pertama agresi, Addameer melaporkan bahwa Israel telah menerapkan serangkaian tindakan penyiksaan yang menargetkan para tawanan di semua penjara. Ini dimulai dengan mengisolasi tawanan dari dunia luar dan memisahkan mereka satu sama lain di dalam penjara. Kemudian, pasukan Israel menyita semua peralatan listrik dan barang-barang mereka dari kamar mereka, juga mengambil air panas dan pakaian mereka. Pihak administrasi penjara juga dilaporkan hanya menyediakan makanan yang porsinya sangat sedikit dan itu pun kondisinya buruk. Selain itu, pasukan Israel menggunakan berbagai metode kekerasan yang kejam dan pemukulan terhadap para tawanan. Sejak tanggal 7 Oktober, otoritas penjara Israel telah mengumumkan kematian 14 tawanan di dalam penjara karena penyiksaan dan perlakuan buruk, kondisi kehidupan yang keras dan penggunaan metode penyiksaan terhadap mereka.
Tawanan anak-anak juga tidak luput dari metode penyiksaan sebagaimana yang ditargetkan terhadap para tawanan dewasa, menurut kesaksian dari tawanan anak yang telah dibebaskan. Sejak hari pertama penahanan mereka, Israel berupaya mengisolasi mereka dari tawanan dan bagian lain dari penjara. Beberapa kesaksian melaporkan bahwa mereka menjadi sasaran pemukulan berat selama berada di penjara. Statistik dan kesaksian yang terdokumentasi dari para tawanan anak menunjukkan bahwa sebagian besar telah mengalami satu atau lebih bentuk penyiksaan fisik dan psikologis melalui serangkaian metode sistematis dan ilegal, yang melanggar hukum, norma, dan konvensi internasional mengenai hak-hak anak.
Baca juga Nasib Tawanan Anak Palestina dalam Tahanan Militer Israel

Komisi Palestina juga mengatakan bahwa kondisi anak-anak yang ditahan di penjara telah memburuk secara signifikan, sebab anak-anak yang dulunya ditempatkan hanya bersama lima tawanan kini harus berbagi ruangan dengan sekitar 10 tawanan lainnya termasuk tawanan dewasa, sehingga menempatkan mereka dalam risiko tekanan mental. Kesaksian anak-anak lain yang dikumpulkan oleh organisasi Defense for Children International (DCI) dan YMCA juga melaporkan bahwa anak-anak menderita akibat kelaparan, pelecehan dan perlakuan tidak manusiawi. Beberapa anak yang kemudian dibebaskan dilaporkan kembali dengan luka-luka dan pakaian berlumuran darah. DCIP juga melaporkan sebuah insiden ketika pasukan Israel memaksa anak-anak untuk memegang bendera Israel sebelum memerintahkan mereka kembali ke sel sambil membungkuk, kemudian memukuli dan memaki saat mereka berjalan.
Baru-baru ini, para ahli PBB mengatakan mereka telah menerima laporan mengenai perempuan dan anak-anak perempuan Palestina di Gaza yang dieksekusi secara sewenang-wenang, juga mendapat perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan martabat mereka di dalam penjara. Perlakuan tersebut termasuk pemukulan, tidak diberikannya pembalut saat mereka menstruasi, juga tidak disediakan makanan dan obat-obatan. Menurut laporan PBB, perempuan dan anak-anak perempuan Palestina yang ditahan juga menjadi sasaran berbagai bentuk kekerasan seksual, seperti ditelanjangi dan digeledah oleh petugas militer laki-laki Israel. Setidaknya dua tawanan perempuan Palestina juga dilaporkan dilecehkan secara seksual sementara yang lainnya diancam dengan pemerkosaan dan kekerasan seksual.
Di Tepi Barat, The New Arab menyebutkan bahwa pasukan Israel menangkap anak Palestina berusia 7 tahun bernama Bahaa Kazem Haj Mohammed dan beberapa anak lain yang sedang bersamanya. Ia ditangkap bertepatan dengan Hari Raya Iduladha di Desa Al-Mughayyir, sebelah timur Ramallah, yang sering menjadi sasaran serangan Israel seperti banyak kota dan desa lainnya di Tepi Barat. Nasibnya sedikit beruntung dibanding teman-temannya karena ia kemudian dibebaskan beberapa jam setelah ditangkap. Namun, keluarga anak 7 tahun tersebut mengatakan bahwa tentara Israel memukuli lengannya dan sengaja meninggalkannya jauh dari rumahnya ketika ia dibebaskan.
Pada Setiap Anak yang Hilang, Ada Orang Tercinta yang Menunggu Mereka Pulang

“Keluarga tersiksa oleh ketidakpastian keberadaan orang yang mereka cintai. Seharusnya tidak boleh ada orang tua yang menggali reruntuhan atau kuburan massal untuk mencoba menemukan jenazah anak mereka. Seharusnya tidak boleh ada anak yang sendirian, tanpa perlindungan di zona perang. Seharusnya tidak boleh ada anak yang ditahan atau disandera”
- Jeremy Stoner, Direktur Regional Save the Children untuk Timur Tengah
Dipaksa untuk menghadapi hal yang tidak diketahui adalah ketakutan terburuk setiap orang. Saat ini, tak terhitung berapa ribu keluarga di Gaza tengah menghadapi trauma karena terus menunggu kabar tentang anak-anak mereka yang tak kunjung datang. Jenis kehilangan ini diidentifikasi oleh para psikolog sebagai “ambiguous loss” atau “kehilangan ambigu”, dan dianggap sebagai jenis ketakutan yang paling membuat stres bagi yang mengalaminya.
Jenis kehilangan ini tidak memberikan jeda bagi para orang tua untuk berduka, yang sebenarnya merupakan proses untuk meluapkan emosi dan rasa sakit mereka agar bisa pulih. Duka yang terus “tertunda” itu lantas menumpuk, kebingungan karena di satu sisi mereka dipaksa untuk rela melepaskan anak-anak mereka, namun di sisi lain mereka terus berharap anak-anak mereka akan kembali. Lebih buruknya lagi, mereka juga harus menerima kenyataan bahwa kehilangan yang mereka rasakan mungkin tidak terlihat di mata hukum, yang berarti bahwa jika suatu saat nanti perdamaian terwujud, mereka mungkin tidak akan pernah mendapatkan pertanggungjawaban atas hilangnya anak-anak mereka.
Bayangkan jika anak Palestina yang hilang itu adalah anak, adik, saudara, atau kerabat kita, dan kita tidak menemukan cara untuk mengetahui kabar apa pun tentangnya, apakah dia masih hidup atau telah meninggal, apakah ia berada di tempat yang aman atau penuh dengan penderitaan, apakah kita bisa mendapatkan kesempatan untuk menatap lagi wajah manisnya dan memeluknya, atau justru ia akan kembali dalam bentuk kerangka berbungkus kafan yang menunggu untuk dikuburkan.
Lantas jika kita berada di posisi tersebut, apa yang sekiranya akan kita lakukan? Apakah kita akan menggali puing-puing dengan tangan kosong tanpa memedulikan ranjau dan bom yang mungkin akan meledak, atau memandang foto terakhirnya sepanjang hari sambil berdoa keajaiban akan segera tiba. Bisakah kita membayangkannya? Kalaupun bisa, bahkan penderitaan yang ada di bayangan kita, tidak akan pernah bisa mendekati besarnya rasa sakit dan kehilangan yang secara nyata dialami oleh para keluarga Palestina yang kehilangan anak-anak mereka.
Di setiap nama anak-anak Palestina yang kini tidak diketahui keberadaannya, masih ada orang-orang tercinta yang mengharapkan mereka pulang, kembali ke pelukan keluarga mereka dalam kondisi terbaik sebagaimana mereka terakhir kali terlihat. Mereka bukanlah deretan angka tanpa makna, mereka bukan sekadar nama tanpa cerita, mereka adalah anak-anak yang dilahirkan dan dibesarkan oleh orang tua dan tanah air mereka sebagai pejuang bangsa, pembebas tanah suci Palestina.
Anak-anak itu tetaplah manusia yang harus diperjuangkan haknya untuk merdeka, dan kita di Indonesia dapat membantu memperjuangkan hak mereka dengan terus menyuarakan Palestina dan tidak lelah memboikot produk-produk penjajah. Hingga pada suatu saat nanti, semoga kita akan mendapatkan kesempatan untuk menyaksikan anak-anak Palestina menyuarakan tentang Palestina ke seluruh dunia, bukan hilang tanpa jejak untuk disiksa dan dilecehkan oleh penjajah di dinginnya sel penjara.
Salsabila Safitri, S.Hum.
Penulis merupakan Relawan Departemen Penelitian dan Pengembangan Adara Relief International yang mengkaji tentang realita ekonomi, sosial, politik, dan hukum yang terjadi di Palestina, khususnya tentang anak dan perempuan. Ia merupakan lulusan sarjana jurusan Sastra Arab, FIB UI.
Sumber:
https://www.savethechildren.net/gaza-missing-children
https://time.com/6548068/palestinian-children-israeli-prison-arrested
https://www.dci-palestine.org/children_in_israeli_detention
https://www.newarab.com/news/640-palestinian-children-detained-west-bank-october-7
https://www.addameer.org/media/5308
https://www.npr.org/2024/04/24/1196980634/the-story-of-one-child-living-in-gaza
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini