Sahabat Adara, sudahkah kita memahami pengertian wakaf? Apa itu dan bagaimana Islam menilainya? Berikut kami coba rangkum sekilas tentang wakaf. Selamat membaca.
Dan Rasulullah SAW bersabda, “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang salih” (HR. Muslim). Mengapa sedekah jariyah? Apa itu sedekah jariyah? Sedekah jariyah adalah sesuatu yang diberikan (dalam bentuk apapun) yang mampu memberi manfaat yang panjang tidak putus bagi orang lain, contohnya adalah wakaf.
Sedekah jariyah merupakan kegiatan berbagi untuk memberikan banyak manfaat bagi orang lain, sehingga pahalanya pun akan senantiasa mengalir kepada orang yang melakukannya meskipun orang yang bersedekah telah meninggal dunia. Seperti kisah sumur Utsman yang beliau beli dari seorang yahudi dan mewakafkannya untuk umat muslim. Sumur Utsman bin Affan terus mengalir dan berkembang hingga saat ini, bermula dari sebuah sumur beserta sebuah lahan kebun kurma, terus menerus berkembang dan menghasilkan, bahkan dari hasil wakaf kebun kurma Ar-Raumah dari Utsman bin Affan ini sebagiannya disedekahkan kepada fakir miskin dan sebagiannya lagi digunakan untuk mengembangkan wakaf produktif.
Kini, wakaf produktif Utsman bin Affan pun semakin berkembang bahkan hingga dapat membangun sebuah hotel hasil wakaf bernama Hotel Utsman bin Affan di Madinah Al-Munawarah. Masya Allah sungguh benar sebuah ungkapan yang mengatakan bahwa wakaf memperpanjang umur, karena manfaat yang diberikan dapat berlangsung sangat lama, dan terus menerus akan mengalirkan pahala.
Definisi Wakaf
Dikutip dari Ibnu Manzur, menurut pengertian bahasa (etimologi) wakaf berasal dari kata waqf yang berarti al-habs atau menahan, berhenti, maupun diam. Sedangkan menurut ahli tata bahasa Abdul Qahir Al-Jurjani, secara istilah dalam syariah Islam wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik atas materi benda (al-‘ain) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya (al-manfa‘ah).
Menurut dasar perspektif sunnah; dari Ibnu umar Radhiyallahu ‘anhu ia berkata “Umar bin Khattab memperoleh tanah di Khaibar, lalu dia bertanya kepada Nabi dengan berkata, “Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya untuk melakukannya?” maka Rasulullah bersabda “Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya.” Lalu Umar menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan wariskan.
Sedangkan menurut beberapa ahli fikih, diartikan sebagai berikut:
- Menurut mazhab Syafi’i;
Menahan harta yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir sesuai syariat (al-Syarbini: 2/376). - Menurut mazhab Hanafi;
Menahan materi benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan (Ibnu al-Humam: 6/203).
Definisi tersebut menjelaskan bahwa kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri. Dengan artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk aset hartanya - Sedangkan mazhab Maliki;
Menjadikan manfaat suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif (al-Dasuqi: 2/187). Definisi tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang berhak saja. - Menurut mazhab Hanbali;
Menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan (Ibnu Qudamah: 6/185).
Jika sebelumnya kita sudah membahas defininsinya menurut pengertian agama, menurut menurut UU No 41 tahun 2004 wakaf diartikan dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariat.
Mau berwakaf? Klik di sini
Baca juga Menggandakan Berkah Jumat dengan Sedekah
Rukun Wakaf
Tidak sah sebuah wakaf jika tidak melengkapi rukun di bawah ini:
- Orang yang berwakaf, yaitu pemilik harta yang sah (wakif), sudah baligh, berakal dan atas kerelaan sendiri.
- Penerima manfaat (mauquf alaih), bisa berupa pihak tertentu atau pihak umum yang tidak tertentu seperti orang-orang miskin, para ulama atau masjid.
- Harta benda wakaf (mauquf)
- Lafadz (shighat)
Sahabat demikianlah sekilas hidangan tentang “Apa Itu Wakaf”. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Allah SWT berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya” (QS : Ali Imran : 92)
Tulisan telah disunting oleh Ustadz Rikza Maulan, Lc. MAg.
Mau berwakaf? Klik di sini
Mari kekalkan kebaikan melalui wakaf pusat bantuan anak dan perempuan “Children and Women Care Center” melalui: BSI 7219550019 an. WAKAF ADARA. Narahubung: Fathimah 62 8811 081081, atau klik di sini
Baca juga Hukum Mengusap Sepatu ketika Berwudu
Referensi tulisan:
- Materi Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Wakaf Indonesia
- https://www.bwi.go.id/pengertian-wakaf/
- https://kepri.kemenag.go.id/page/det/pandangan-ulama-mazhab-terkait-wakaf–juanda-
- Republika https://www.republika.co.id/berita/qlh48o366/wakaf-seribu-tahun-usman-bin-affan-part1