Data-data dispensasi pernikahan anak di Indonesia sangat memprihatinkan. Badan Peradilan Agama mencatat sepanjang 2022 sebanyak 50,673 kasus yang telah mengajukan dispensasi pernikahan. Sementara itu, pada awal 2023, 200 anak telah mengajukan dispensasi pernikahan. Deputi IV Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Femmy Eka Kartika menyatakan bahwa pemerintah pusat, pemerintah daerah, forum anak, dan forum genre berupaya bersama mengantisipasi dengan memberi edukasi terhadap para remaja di seluruh Indonesia agar menghindari pergaulan bebas, supaya data dispensasi pernikahan anak bisa turun. Beberapa provinsi yang tinggi angka pelajar nikah dini yakni di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Femmy mengatakan bahwa sebagai wilayah dengan jumlah penduduk yang cukup besar, ketiga daerah ini tentu memiliki angka pernikahan dini yang cukup tinggi. Bahkan, sepanjang 2022 saja, Pengadilan Agama Ponorogo telah menerima 191 permohonan anak menikah dini. Dari total 191, sebanyak 7 orang di antaranya masih berusia di bawah 15 tahun. Sisanya, yakni 184 anak ada di rentang usia 15–19 tahun. Anak yang mengajukan dispensasi nikah, juga rata-rata alasannya karena sudah hamil bahkan melahirkan.
Faktor lain yang juga menjadi penyebab anak menikah dini yakni budaya, ekonomi, peningkatan penggunaan internet dan media sosial, serta pendidikan yang masih terbatas. Oleh karena itu, Femmy menegaskan pernikahan anak di bawah umur ini harus dicegah sejak dini. Salah satunya melalui peran aktif orang tua dalam hal pendampingan terhadap anak-anaknya. Selain itu, tenaga pendidik juga perlu melakukan edukasi tentang bahaya pergaulan bebas dan perkawinan anak. “Sekolah dan orang tua harus punya ‘bahasa’ yang sama supaya anak-anak memahami apa yang disampaikan kepada mereka terkait risiko pernikahan dini,” kata Femmy.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy juga mengajak semua pihak khususnya para orang tua untuk mencegah perkawinan anak guna menghindari berbagai dampak negatif yang dapat ditimbulkan. “Sebagaimana diketahui perkawinan anak dikhawatirkan membawa dampak negatif seperti kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, kasus stunting atau kekerdilan pada anak yang nantinya dilahirkan, hingga munculnya keluarga miskin baru,” kata Muhadjir.
Muhadjir menambahkan bahwa suatu perkawinan membutuhkan adanya kesiapan guna mewujudkan rumah tangga yang harmonis, baik kesiapan lahir maupun batin. “Perkawinan anak dapat dikatakan jauh dari kesiapan. Misalnya seorang perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun dikhawatirkan kondisi fisiknya belum siap melahirkan dan mentalnya belum siap menjadi ibu. Melahirkan usia muda juga dikhawatirkan mengancam jiwa ibu dan bayi,” kata dia.
Sumber:
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini