Arus penolakan atas rencana aneksasi Tepi Barat, Palestina oleh Israel terus mengalir di tanah air. Adara Relief International bersama dengan AIPI (Asosiasi Ilmu Politik Indonesia), FISIP UMJ dan ISOIC (Indonesian Society for Organization of Islamic Coperation) mengadakan Seminar Daring ‘Tolak Perampasan Tepi Barat oleh Zionis’ pada hari Sabtu 10 Juli 2020 pukul 13.30-16.00.
Acara yang dimoderatori oleh Dr. Mohammad Noer (Ketua AIPI Jakarta) ini diisi oleh enam pembicara yang memiliki kepedulian terhadap Palestina. Ketua Adara Relief International Nurjanah Hulwani yang mengawali seminar ini mengungkap fakta-fakta kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Israel di Tepi Barat yang telah berlangsung lama, yang banyak memakan korban termasuk anak dan perempuan yang dilindungi oleh hukum International. Penangkapan warga Palestina tanpa alasan, pengusiran mereka dari rumah mereka, penghancuran rumah, pemukiman illegal, penembakan, perusakan fasilitas sosial dan kejahatan lain yang tak terhitung namun terekam dalam sejarah.
Pengurus Pusat AIPI sekaligus peneliti utama LIPI Drs. M. Hamdan Basyar, M.Si., menjabarkan mengenai sejarah perampasan Palestina dan ide two state solution sebagai hasil Perjanjian Oslo yang diabaikan oleh Netanyahu. “Walau pengumuman aneksasi ditunda, namun kita harus tetap berhati-hati karena ide perampasan ini selalu ada. Dunia harus menolaknya, tidak hanya di Tepi Barat, tetapi juga di seluruh wilayah Palestina ataupun belahan bumi lainnya.”
Hal senada juga disampaikan Prof. Dr. Makarim Wibisono, M.A. Makarim membuka paparannya dengan mengatakan bahwa,”Bangsa Palestina begitu menderita terhadap perlakuan Israel,” dan merasa heran mengapa dunia seolah membiarkan kejahatan Israel terus terjadi. Indonesia harus terus melakukan manuver diplomasi ke pihak-pihak yang berwenang dan memiliki peran besar dalam hal ini, seperti PBB, Turki, negara-negara OKI dan Liga Arab agar bersatu untuk menolak aneksasi. Mantan Duta Besar Indonesia untuk PBB ini juga mengimbau kepada masyarakat internasional untuk menolak Jerusalem Law yang disepakati pada tahun 1980 yang berisi “creeping annexation” atau perampasan pelan-pelan tetapi pasti, yang akan menghambat perdamaian Palestina-Israel secara tuntas.
Pembahasan semakin menghangat dengan menghadirkan Drs. Bunyan Saptomo, MA, seorang Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh (LBBP) RI untuk Bulgaria, Albania, dan Macedonia di tahun 2012-2016. Dalam pemaparannya, beliau menyampaikan alasan mengapa AS begitu kuat mendukung Israel. Selain karena keberhasilan lobi-lobi Israel di AS, juga ada peran dari kelompok neokonservatif, serta kelompok Kristen Zionis yang mempercayai bahwa kembalinya Yahudi ke Palestina adalah prasyarat kembalinya Yesus untuk menyelamatkan dunia. Secara politik, peran dari Partai Republik pun sangat besar dalam mendukung kebijakan Israel. Penolakan terhadap aneksasi ini dapat dilakukan dengan meningkatkan lobi kuartet (PBB, UE, Rusia dan AS) agar mendukung Palestina. Jika Rusia dan AS lebih pro kepada Israel, maka PBB dan Uni Eropa harus dilobi agar menolak segala upaya aneksasi Israel, termasuk lobi kepada negara-negara pemegang hak veto lainnya yaitu Cina, Perancis dan Inggris. Di dalam negeri, ormas Islam seperti Muhamadiyah dan NU harus bersatu melobi pemerintah agar melawan aneksasi Israel terhadap Tepi Barat.
Pembicara lain, Drs. Asep Setiawan yang merupakan dosen Ilmu Politik FISIP UMJ menyatakan bahwa rencana aneksasi ini merupakan rencana jangka panjang yang telah direncakan sejak lama. Rencana aneksasi lembah Yordan ini dilakukan untuk mendapatkan pengakuan internasional secara de facto. Dosen yang pernah menjadi jurnalis di wilayah Timur Tengah ini menyatakan bahwa dukungan AS sangat kuat pada Israel, sementara dukungan negara-negara Arab dan dukungan internasional secara umum kepada Palestina sangat lemah. Jika aneksasi ini berhasil maka menurutnya, “Tidak hanya Palestina, tetapi dunia internasional dipermalukan, karena masih membiarkan penjajahan di atas bumi ini. Perilaku Israel smerupakan ancaman perdamaian di dunia internasional, dan sangat merugikan Palestina.”
Drs. H. Gatot Abdullah Mansyur, mantan Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh RI untuk Arab Saudi menyoroti tentang kecenderungan keputusan sepihak (unilateral) terhadap isu Palestina ini. Contohnya adalah Deal of Century, yang akan melegalisasi semua pemukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan menjadikan Yerusalem sebagai ibukota Israel. Hal ini mendapat penolakan tegas dari pemerintah Palestina, Liga Arab dan negara-negara yang tergabung dalam OKI pada sidangnya bulan Februari 2020 lalu. Pemerintah Indonesia pada bulan Mei 2020 melalui Menlu RI pun telah mengeluarkan kecaman keras dan menegaskan bahwa rencana aneksasi tersebut ilegal dan bertentangan dengan resolusi PBB serta hukum internasional.
Para pembicara menengarai bahwa dibatalkannya pengumuman aneksasi pada tanggal 1 Juli 2020 memiliki keterkaitan dengan pemilu AS yang akan digelar pada November 2020 nanti, dan belum adanya kesepakatan antara PM Netanyahu dan Jenderal Gantz terkait rencana aneksasi. Selain itu juga adanya sinyal keputusan Pengadilan Kriminal Internasional /International Criminal Court untuk membuka penyelidikan terhadap Israel atas tuduhan kejahatan perang yang dilakukan di wilayah Palestina, yaitu di Tepi Barat dan Gaza.