Apa yang terjadi dengan penduduk Palestina setelah diusir dari tanah mereka?
Sejak awal 1948, pasukan paramiliter Yahudi mulai merebut lebih banyak tanah di Palestina, hingga pada akhir Juli 1948, lebih dari 400.000 orang Palestina terpaksa meninggalkan rumah mereka. Penderitaan mereka sebagai pengungsi baru saja dimulai; kelaparan, tidak ada akses ke air dan obat-obatan, serta tidak ada tempat tinggal. Mereka membangun tenda di kamp-kamp pengungsi di Palestina dan Yordania. Skala bencana kemanusiaan menjadi jelas; pengungsi Palestina hidup dalam kondisi terjepit. Mereka harus mengantre panjang untuk mendapatkan makanan pokok dan bantuan medis yang langka.
Kamp Pengungsian Aqabat Jabr (sumber: arsip UNRWA)
Adakah upaya organisasi dunia untuk menanggulangi situasi pengungsi Palestina?
Pada Mei 1948, diplomat Swedia Count Folke Bernadotte ditunjuk sebagai mediator PBB di Palestina. Misinya adalah mencari penyelesaian damai. Bernadotte menganjurkan hak Palestina untuk kembali ke rumah mereka. Dalam sebuah laporan tertanggal 16 September 1948, ia menulis bahwa penolakan terhadap pengungsi Palestina untuk kembali ke rumah mereka merupakan pelanggaran terhadap prinsip keadilan dasar. Sementara itu, di sisi yang lain, imigran Yahudi terus mengalir ke Palestina, menjadi ancaman penggantian permanen (colonial-settlers) yang merampas tanah penduduk Palestina dalam diaspora.
Dalam proposal pertama, Bernadotte berpendapat agar penentuan batas-batas wilayah tetap melalui negosiasi persatuan ekonomi antara kedua negara dan kembalinya pengungsi Palestina ke rumah-rumah mereka. Usulan itu ditolak. Count Bernadotte dibunuh dalam penyergapan di dekat Al-Quds (Yerusalem) oleh geng teroris Yahudi yang dipimpin oleh Yitzhak Shamir (PM Israel 1983—1984 dan 1986—1992).
Surat kabar memberitakan pembunuhan Mediator PBB Count Bernadotte dalam penyergapan mobil yang dilakukan oleh Stern-gang Israel di Al-Quds (sumber: jpost.com)
Pada Desember 1948 jumlah pengungsi Palestina melonjak antara 700.000—800.000. Majelis Umum PBB menanggapi dengan mengadopsi resolusi 194. Resolusi ini menyatakan bahwa pengungsi yang ingin kembali ke rumah mereka dan hidup damai dengan tetangga mereka (Israel), harus diberikan hak untuk melakukannya sesegera mungkin, tetapi ini tidak diterapkan.
Bagaimana pengaruh rekomendasi internasional tersebut terhadap Israel?
Apa yang diusulkan oleh Count Bernadotte ataupun Resolusi PBB 194, dapat dikatakan tidak berpengaruh. Pada 1949, Israel merebut lebih banyak tanah yang dialokasikan untuk orang-orang Arab-Palestina berdasarkan Partion Plan PBB, dan pada April 1949, Nakba atau malapetaka bagi orang Palestina pun semakin menjadi jelas. Lebih dari 400 desa dan 11 kota hancur. Antara 700.000—800.000 orang palestina telah menjadi pengungsi dari tanah yang diklaim sebagai negara baru (Israel). Lebih dari 13.000 orang palestina telah terbunuh dan lebih dari 30.000 terluka. Bagian terburuknya adalah, hingga kini banyak hal yang tidak berubah sejak tahun 1948. Nakba masih berlanjut.
infografis ini menggambarkan “perampasan” tanah Palestina sejak sebelum Deklarasi Balfour hingga saat ini. Wilayah yang semakin berkurang menunjukkan bahwa perampasan tanah dan pengusiran terhadap penduduk Palestina masih terus berlangsung. (sumber: Al-Arabia)
Penutup
PBB mendorong kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan negara-negara Arab di sekitarnya. Negosiasi tersebut dipimpin oleh Mediator Amerika Ralph Bunche. Pada Februari 1949, perjanjian gencatan senjata pertama ditandatangani antara Israel dan Mesir, diikuti oleh Lebanon pada April, dan akhirnya dengan Suriah pada Juli. Kesepakatan dengan Yordania telah memberikan lebih banyak tanah ke Israel, termasuk desa-desa di Distrik Tulkarem dan Jenin. Wilayah tersebut secara resmi diserahkan pada 10 Mei 1949. Keesokan harinya, Israel langsung diakui sebagai anggota PBB.
“Sisa-sisa” tanah Palestina dibagi menjadi dua bagian yang terpisah. Pada April 1950, bagian timur dianeksasi ke Yordania dan diberi nama Tepi Barat, sementara garis pantai sempit di selatan ditempatkan di bawah pemerintahan Mesir dan diberi nama Jalur Gaza. Kata Palestina pun terhapus dari sejarah, politik, dan ekonomi.
Bagi para pengungsi dan semua orang Palestina di diaspora, tidak ada yang dapat menggantikan tanah air mereka. Seorang manusia harus memiliki rumah, sehingga tidak ada solusi untuk masalah Palestina tanpa menyelesaikan masalah pengungsi. Mengusir orang dari rumah mereka dan mencegahnya untuk kembali adalah kejahatan perang. Israel tidak hanya melakukan kejahatan tersebut pada masa lalu, tetapi terus melakukannya hingga hari ini.
(SNB, LMS)
Israel menjarah rumah-rumah di lingkungan Palestina Musrara di Al-Quds. Musrara adalah salah satu lingkungan tertua yang dibangun di luar tembok Kota Tua Al-Quds pada 1860-an. (MEE)
Israel merampas rumah Palestina di desa Ein Karem di perbukitan barat Al-Quds pada 1948. Ein Karem diambil alih oleh paramiliter Israel pada Juli 1948, dan 3.200 warga Palestina diusir. (MEE)
Hanna Bisharat dan keluarganya pada 1929 di rumahnya, di lingkungan Talbiya, Al-Quds. Golda Meir, PM Israel, kemudian tinggal di rumah tersebut. Dia mengatakan kepada media pada Juni 1969, “Tidak ada yang namanya Palestina.” (MEE)
Kiri: Keluarga Palestina Shukri al-Jamal berkumpul di depan rumah mereka di lingkungan Talbiya Al-Quds pada akhir 1920-an. Hari ini, orang Israel mengklaim properti itu dan tinggal di sana.
Kanan: Gereja di desa Kristen Ma’alul, berjarak enam km di sebelah barat Nazareth. Foto tersebut diambil pada tahun 1930-an. Desa tersebut dikosongkan secara paksa pada 1948 oleh pasukan Yahudi, dan sejak itu gereja tersebut terbengkalai.
Jalur Kereta api dari Yaffa ke Al-Quds (Yerusalem) dibangun pada 1892 selama pemerintahan Utsmani. Bangunan diambil setelah Nakba 1948.
Sumber:
https://www.youtube.com/watch?v=0m__A7MlDrk
[1] Tulisan ini disarikan dari Film Dokumenter Al-Jazeera: “Al-Nakba, The Palestinian Catastrophe Episode 4”
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International untuk berita terbaru Palestina.
Tetaplah bersama Adara Relief International untuk anak dan perempuan Palestina.
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini seputar program bantuan untuk Palestina.
Donasi dengan mudah dan aman menggunakan QRIS. Scan QR Code di bawah ini dengan menggunakan aplikasi Gojek, OVO, Dana, Shopee, LinkAja atau QRIS.
Klik disini untuk cari tahu lebih lanjut tentang program donasi untuk anak-anak dan perempuan Palestina.