Nakba yang memiliki arti ‘bencana’ atau ‘malapetaka’, merupakan sebutan untuk tragedi pengusiran besar-besaran yang dilakukan Israel terhadap penduduk Palestina. Nakba terjadi sehari setelah Zionis mendeklarasikan berdirinya ‘negara’ Israel di atas tanah Palestina pada 14 Mei 1948. Pada hari itu, ‘deklarasi kemerdekaan’ yang dikumandangkan oleh Zionis seakan menjadi terompet perang bagi penduduk Palestina. Meskipun Nakba secara resmi ditandai pada 15 Mei 1948, tetapi sesungguhnya Nakba merupakan agenda panjang yang terjadi jauh sebelum itu dan masih terus berlangsung. Agenda tersebut dicetuskan oleh Napoleon Bonaparte yang kemudian dijalankan oleh Inggris melalu berbagai propaganda dan perundingan yang seolah melegalkan berdirinya Israel di negara Palestina
(Baca juga: ini).[1]
Kolonialisme Inggris di Palestina digantikan oleh Israel yang ribuan kali lebih kejam, merampas tanah Palestina dari pemilik aslinya. Pada hari itu, Inggris melunasi ‘janji’ yang mereka ucapkan kepada Zionis di dalam Deklarasi Balfour tahun 1917, yaitu untuk membentuk ‘rumah nasional bagi bangsa Yahudi di atas tanah Palestina’.
Tepat sehari setelah ‘negara’ Israel didirikan, pada 15 Mei 1948 Zionis langsung melakukan pengusiran besar-besaran terhadap penduduk Palestina dari tanah mereka sendiri. Sekitar 418 kota dan desa dihancurkan, 15.000 jiwa dibunuh, dan 800.000 penduduk diusir dari tempat tinggal mereka dan tidak pernah diizinkan untuk kembali[2]. Hingga hari ini, keturunan penduduk yang menjadi korban Nakba masih menjadi pengungsi yang menetap di kamp pengungsian yang terdapat di Gaza, Tepi Barat, dan negara-negara di sekitarnya. Sejak saat itu, peristiwa Nakba selalu diingat pada 15 Mei setiap tahunnya, sebagai momentum untuk menegaskan bahwa perjuangan untuk kembali harus terus dilanjutkan.
Tujuh puluh empat tahun telah berlalu sejak peristiwa Nakba. Akan tetapi, sejatinya Nakba tidak selesai pada 1948, melainkan terus berlangsung hingga detik ini. Nakba bukan sekadar peristiwa sejarah, melainkan pembersihan etnis yang berkelanjutan dan tidak akan berhenti kecuali ‘dibersihkan’ hingga ke akarnya. Namun, yang lebih memprihatinkan, Nakba seolah-olah ‘diterima’ oleh dunia internasional ketika Majelis Umum PBB memberikan kursi dan mengakui berdirinya ‘negara’ Zionis Israel. Pengakuan tersebut kemudian diikuti oleh sejumlah negara lainnya seperti Uni Soviet, Amerika Serikat, dan diikuti oleh banyak negara lainnya. Bahkan negara-negara Arab yang dulunya berperang untuk membebaskan Palestina, kini semakin banyak yang mengakui Israel sebagai ‘negara’ dengan melakukan normalisasi hubungan, dan sekurang-kurangnya melakukan kerjasama dengan Israel di atas penderitaan rakyat Palestina.
Penduduk Palestina memperingati 74 tahun Nakba di sebuah pantai di kota Gaza
(Rizek Abdeljawad/Xinhua)
Pada tahun ini, peringatan Nakba yang jatuh hanya beberapa pekan setelah Hari Raya Idulfitri membangkitkan kenangan penduduk Palestina yang sempat merasakan indahnya Ramadan sebelum terjadi Nakba. “Tidak ada yang lebih indah dari hari tua dan Ramadan pada masa lalu,” demikian Um Ahmed Aqel memulai ceritanya. Usianya 23 tahun dan ia baru memiliki bayi ketika terjadi Nakba, tetapi ia kehilangan bayinya ketika mengungsi dari Sarafand ke Gaza. Kini, pada usianya yang telah menginjak 97 tahun, ia masih menyimpan baik memori-memori Ramadan sebelum terjadinya Nakba.
“Sebelum dan selama Ramadan, kebahagiaan memenuhi hati, seolah-olah kita sedang menunggu orang tersayang yang telah lama pergi. Ramadan bagi kami adalah bulan kebaikan dan berkah.” Aqel tersenyum sambil mengingat bahwa setiap Ramadan, orang yang berkecukupan akan membayar zakat pada hari-hari pertama Ramadan dengan tujuan agar penduduk miskin dapat segera membeli kebutuhan mereka. Aqel juga menceritakan kesibukan kaum perempuan yang biasa berkumpul untuk menyediakan makanan dan saling bertukar makanan yang mereka punya. Kemudian pada sore hari, masjid akan diramaikan oleh penduduk, terutama anak-anak, yang menantikan waktu untuk berbuka puasa bersama.
Ali Al-Aseel, yang kini usianya 87 tahun, juga memaparkan kisahnya mengenai Ramadan sebelum Nakba. Usianya baru 13 tahun ketika itu, tetapi dia masih mengingat dengan baik masa kecilnya yang dihabiskan di Kota Yaffa. “Selama Ramadan, kota dihiasi lampu-lampu dan toko-toko manisan tumbuh subur, bulan ini adalah salah satu bulan terindah dalam setahun, karena suasana dan tradisinya yang indah, terutama pada malam hari,” katanya sambil mengingat suasana pantai yang akan dipadati penduduk, terutama remaja dan anak-anak, yang menantikan meriam buka puasa berbunyi[3]. Setelah itu, mereka akan makan bersama dari satu tabliah (meja kayu kecil) dan melaksanakan salat Tarawih berjamaah.
Kisah-kisah tersebut layaknya dongeng ketika disandingkan dengan Palestina hari ini, yang penduduknya terus dibayangi ketakutan akan datangnya ‘Nakba’ selanjutnya. Seakan ingin mengulang kembali Nakba 1948, Mahkamah Agung Israel telah memberikan ‘restu’ bagi pasukan pendudukan untuk mengusir lebih dari 1000 keluarga Palestina dari delapan desa di Masafer Yatta, sebelah selatan Hebron, dengan dalih wilayah tersebut merupakan ‘zona latihan militer’[4].
Masafer Yatta merupakan daerah pedesaan yang memiliki luas 3000 hektar yang terletak di perbukitan Hebron selatan. Daerah tersebut merupakan wilayah yang terdiri atas beberapa desa kecil Palestina yang penduduknya ‘tidak diakui’ oleh Israel sebagai penduduk tetap, terutama semenjak ditetapkannya wilayah tersebut sebagai ‘zona tembak’ pada tahun ‘80an.
Dengan dikeluarkannya keputusan tersebut, juru bicara resmi kepresidenan Palestina, Nabil Abu Rudeineh, memperingatkan bahaya keputusan tersebut sebab turut memberikan lampu hijau bagi Israel untuk menghancurkan lebih dari 12 desa Palestina di Masafer Yatta, mengusir lebih dari 4.000 warga Palestina, dan menyita 22.000 dunum tanah. Pengusiran ini, seperti peristiwa Nakba, merupakan pembersihan etnis yang bertentangan dengan hukum internasional, tetapi dunia internasional seakan berteriak dalam bungkam, hingga akhirnya suara-suara penentangan terlupakan dengan sendirinya.
Anak-anak di Masafer Yatta yang dipaksa untuk mengungsi ke gua karena diusir dari tempat tinggalnya (Shatha Hammad/MEE)
Hari ini, penduduk Palestina di Tepi Barat terancam terusir dari tempat tinggalnya karena Israel telah menyetujui pembangunan 4000 unit rumah untuk permukiman ilegal Yahudi di Tepi Barat yang diduduki. Kementerian pertahanan Israel mengatakan bahwa 1.452 unit rumah akan segera dibangun, sementara 2.536 lainnya diharapkan akan segera disetujui oleh Menteri Pertahanan Benny Gantz[5]. Sekali keputusan tersebut disetujui, ribuan penduduk Palestina kembali akan kehilangan tempat tinggalnya, mengulang kembali Nakba puluhan tahun silam.
Hari ini, lebih dari 40 warga Palestina di Silwan, Al-Quds Timur, telah kehilangan tempat tinggalnya karena buldoser Israel menghancurkan bangunan tiga lantai milik sebuah keluarga. Sedikitnya lima orang dilaporkan terluka karena pengusiran tersebut, yang dilakukan dengan dalih bangunan tersebut tidak memiliki izin, sebuah alasan klasik yang selalu dijadikan ‘tameng’ oleh Israel untuk membenarkan pembersihan etnis yang mereka lakukan.
Silwan, wilayah yang terletak di selatan Masjid al-Aqsa di Kota Tua Al-Quds, memiliki luas 6.540 dunum dan merupakan rumah bagi lebih dari 60.000 warga Palestina. Lebih dari 100 bangunan di wilayah ini terancam akan dihancurkan karena dibangun secara ‘ilegal’ dan sudah ada lebih dari 7.820 perintah pembongkaran yang membuat ribuan penduduk berisiko terusir dari wilayah tersebut[6]. Israel melakukan banyak pembongkaran karena memiliki rencana untuk membangun serangkaian taman wisata yang bertema sekitar cerita dan tokoh alkitabiah di lingkungan al-Bustan, Wadi al-Rababa, Batn al-Hawa dan Wadi Hilweh, tanpa memedulikan ribuan penduduk yang sudah lama mendiami wilayah tersebut.
Hingga hari ini, Nakba masih terus berlangsung. Sebanyak 8.390 bangunan telah dihancurkan dan 12.421 penduduk dari seluruh wilayah Palestina terusir dari tempat tinggalnya[7]. Jumlah ini, apabila terus dibiarkan tanpa tindakan dari dunia internasional, akan terus bertambah beriringan dengan lahirnya puluhan Nakba pada tahun-tahun yang akan datang. Akan ada semakin banyak korban berjatuhan, perempuan yang mengalami trauma tak berkesudahan, serta anak-anak yang lahir tanpa merasakan pelukan tanah airnya sendiri[8]. Jika kita tidak bertindak, bukan tidak mungkin tanah Palestina semakin lama akan semakin mengecil, digantikan oleh permukiman-permukiman ilegal Yahudi yang menggerogoti pohon-pohon zaitun di tanah suci, mencabut identitas orang-orang Palestina tanpa sadar diri.
Bagi para pengungsi dan semua orang Palestina di diaspora, tidak ada yang bisa menggantikan tanah air. Seorang manusia harus memiliki rumah, dan dengan demikian, tidak ada solusi untuk masalah Palestina tanpa menyelesaikan masalah pengungsi. Mengusir orang dari rumah mereka dan mencegah mereka untuk kembali adalah kejahatan perang.
Generasi Palestina yang ada pada saat ini, merupakan keturunan dari orang-orang Palestina yang terusir pada peristiwa Nakba 74 tahun yang lalu. Raga mereka belum pernah kembali ke rumah tempat kakek-nenek mereka berasal, tetapi jiwa Palestina tetap berakar di dalam hati mereka. Orang-orang Palestina, di mana pun mereka berada, adalah individu berjiwa kuat yang tidak tergoyahkan, berkebalikan dengan Israel yang selalu dibayangi rasa takut dan kecemasan[9]. Bagi orang-orang Palestina, generasi tua memang akan gugur, tapi mereka sesungguhnya telah menyerahkan ‘kunci’ kepada generasi muda untuk meneruskan perjuangan mereka hingga tujuan mereka tercapai: kembali pulang ke tanah air mereka, serta mengembalikan kehormatan tanah suci Palestina dan masjid suci Al-Aqsa dari cengkeraman penjajah.
Ilustrasi Nakba (Carlos Latuff/MEMO)
Salsabila Safitri, S.Hum.
Penulis merupakan Staf Departemen Penelitian dan Pengembangan Adara Relief International yang mengkaji tentang realita ekonomi, sosial, politik, dan hukum yang terjadi di Palestina, khususnya tentang anak dan perempuan. Ia merupakan lulusan sarjana jurusan Sastra Arab, FIB UI.
Sumber:
https://www.middleeastmonitor.com/20220509-the-palestinian-nakba-didnt-end-in-1948-it-is-ongoing/
https://www.middleeasteye.net/news/israel-palestine-army-general-warns-nakba
https://www.middleeasteye.net/news/what-is-nakba-palestine-israel-conflict-explained-1948
https://www.arabnews.com/node/2056206/middle-east
http://english.news.cn/20220509/ff9ced54e68649e3a185411abec18be4/c.html
https://www.jpost.com/israel-news/article-703115
https://www.jpost.com/opinion/there-must-not-be-a-second-nakba-editorial-688750
https://www.middleeasteye.net/news/israel-palestine-supreme-court-paves-way-eviction-masafer-yatta
https://www.middleeasteye.net/news/israel-west-bank-jewish-settlers-new-housing-units-approved
https://www.middleeasteye.net/news/israel-palestine-jerusalem-silwan-raze-homes-destitute
[1] https://adararelief.com/nakba-malapetaka-yang-ditanggung-bangsa-palestina-bagian-i-1799-1936/
[2] https://www.middleeasteye.net/news/what-is-nakba-palestine-israel-conflict-explained-1948
[3] Baca kisah lainnya dalam https://adararelief.com/ramadan-di-palestina-dari-meriam-iftar-hingga-panekuk-mini/
[4] https://www.middleeasteye.net/news/israel-palestine-supreme-court-paves-way-eviction-masafer-yatta
[5] https://www.middleeasteye.net/news/israel-west-bank-jewish-settlers-new-housing-units-approved
[6] https://www.middleeasteye.net/news/israel-palestine-jerusalem-silwan-raze-homes-destitute
[7] https://www.ochaopt.org/data/demolition
[8] Baca kisah lainnya dalam https://adararelief.com/handala-dan-anak-anak-yang-merindukan-pelukan-tanah-air/
[9] Baca kisah lainnya dalam https://adararelief.com/ketahanan-penduduk-palestina-kokoh-bagai-karang-di-lautan/
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International untuk berita terbaru Palestina.
Tetaplah bersama Adara Relief International untuk anak dan perempuan Palestina.
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini seputar program bantuan untuk Palestina.
Donasi dengan mudah dan aman menggunakan QRIS. Scan QR Code di bawah ini dengan menggunakan aplikasi Gojek, OVO, Dana, Shopee, LinkAja atau QRIS.
Klik disini untuk cari tahu lebih lanjut tentang program donasi untuk anak-anak dan perempuan Palestina.