Mayoritas umat Islam mengetahui bahwa pada bulan Ramadan ada satu malam yang sangat mulia, yakni Lailatulqadar. Pada malam itulah Al-Qur’an pertama kali diturunkan. Namun, bersamaan dengan wafatnya Rasulullah saw., Al-Qur’an tidak turun lagi. Lalu, apa urgensi kita menanti datangnya Lailatulqadar pada setiap Ramadan? Apakah sebatas perayaan tahunan untuk memperingati turunnya Al-Qur’an?
Sesungguhnya Lailatulqadar sarat dengan peristiwa dan makna, bahkan malam tersebut menjadi penentu masa depan setiap manusia dan seluruh makhluk Allah. Lailatulqadar adalah malam furqan (pembeda), malam ampunan, malam taubat, malam rahmat, malam keberkahan, dan malam pembebasan dari api neraka. Ini adalah malam keselamatan bagi orang-orang beriman dari segala ketakutan. Malam yang paling mulia di sisi Allah Swt.
Pada Lailatulqdar, Al-Qur’an diturunkan dari Lauhulmahfudz ke langit dunia yang disebut dengan Baitul Izzah. Dari Baitul Izzah, Al-Qur’an diturunkan oleh Malaikat Jibril kepada Rasulullah saw. secara bertahap, sesuai dengan berbagai peristiwa atau penyebabnya. Ayat yang pertama kali turun pada malam Lailatulqadar adalah lima ayat pertama Surah Al-‘Alaq.
Mengapa dinamakan Lailatulqadar?
Lailatulqadar berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu ليلة yang artinya ‘malam’, dan kata القدر yang mengandung makna kemuliaan, penghormatan atau pengagungan, pembatasan, takdir atau ketentuan.
Malam itu adalah malam kemuliaan dengan turunnya kitab yang mulia, melalui perantaraan malaikat yang paling mulia, kepada makhluk yang paling mulia: Rasulullah saw. Pada malam tersebut ada pembatasan dan penyempitan. Dalam hal ini, Allah sangat membatasi pengetahuan manusia tentang Lailatulqadar. Tidak ada manusia yang tahu kapan terjadinya. Ketika itu, alam semesta pun mengalami penyempitan karena banyaknya malaikat yang turun. Al-Khalil bin Ahmad berkata: “Disebut Lailatulqadar karena bumi menjadi sempit dan terbatas karena banyaknya jumlah mereka (malaikat) yang turun pada malam itu.”
Selain itu, terdapat pengagungan dan penghormatan bagi siapa saja yang menghidupkannya. Orang yang tidak dianggap mempunyai nilai mulia dan keutamaan, akan menjadi orang mulia dan utama di sisi Allah jika beribadah pada malam tersebut. Pada malam itu pula Allah menetapkan takdir makhluk-Nya untuk setahun mendatang, baik usia, perbuatan, maupun kebahagiaan dan kesengsaraan. Allah berfirman dalam Ad-Dukhan ayat 4—5.
فِيْهَا يُفْرَقُ كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍۙ ٤اَمْرًا مِّنْ عِنْدِنَاۗ اِنَّا كُنَّا مُرْسِلِيْنَۖ ٥
Artinya: Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul
Kapan terjadinya Lailatulqadar?
Para ulama berselisih pendapat berkenaan dengan kapan terjadinya Lailatulqadar. Dalam kitab Fathul Bari, Ibnu Hajar al-Asqalani menyebutkan lebih dari 40 pendapat. Namun, mayoritas ulama sepakat bahwa Lailatulqadar terjadi pada 10 malam terakhir bulan Ramadan. Perbedaan pendapat terjadi dalam perkara menentukan malam ke berapa di antara sepuluh malam terakhir ini yang merupakan malam Al-Qadar.
Para sahabat dan tabi’in berpendapat bahwa Lailatulqadar terjadi pada malam ke-23, ulama-ulama Syafi’i berpendapat pada malam ke-21, sementara ulama-ulama lainnya menyatakan secara general, yakni pada satu malam di antara sepuluh malam terakhir. Pendapat terbaik adalah bahwa Lailatulqadar terjadi pada satu malam di antara sepuluh malam terakhir bulan Ramadan, berpindah-pindah setiap tahunnya dari satu malam ke malam lainnya. Maka, siapa pun yang menghidupkan sepuluh malam terakhir Ramadan dengan beribadah, pastilah akan mendapatkan Lailatulqadar.
Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa berdasarkan riwayat yang sahih dari Rasulullah saw., Lailatulqadar terjadi pada malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir bulan Ramadan. Sementara itu, Ibnu hajar berkata, “Pendapat yang paling benar adalah Lailatulqadar terjadi pada malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir dan berpindah-pindah setiap tahunnya.”
Namun demikian, jika dilihat dari perbedaan matlak (daerah tempat terbitnya matahari, fajar, atau bulan) dan adanya perbedaan dalam menentukan awal puasa, maka Lailatulqadar mungkin saja terjadi pada malam genap juga. Hal ini karena boleh jadi suatu malam merupakan malam ganjil di suatu negara, tetapi dia juga merupakan malam genap di negara lain. Oleh sebab itu, hendaklah seorang mukmin berusaha mendapatkannya diseluruh 10 malam terakhir.
Tanda-tanda Lailatulqadar
Allah Swt. merahasiakan kapan terjadinya Lailatulqadar dari hamba-hambanya agar kita berusaha mendapatkannya di seluruh 10 malam terakhir, tidak hanya fokus beribadah di satu malam saja. Meskipun begitu, ada beberapa tanda yang merupakan berita gembira bagi siapa saja yang mendapat taufik dan bersungguh-sungguh beribadah di dalamnya. Semua tanda-tanda ini hanya berdasarkan dugaan dan tidak bisa dipastikan. Namun, seorang mukmin hendaklah senantiasa berharap agar Allah berkenan menerima segala usahanya dan mengabulkan harapannya.
Di antara tanda-tanda Lailatulqadar adalah:
1. Cuaca normal dan angin yang berembus tenang
Rasulullah saw. bersabda:
إِنِّيْ كُنْتُ أُرِيْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ, ثُمَّ نُسِّيْتُهِا, وَهِيَ فِيْ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ لَيْلَتِهَا, وَهِيَ لَيْلَةٌ طَلْقَةٌ بَلْجَةٌ لاَ حَارَّةَ وَلاَ بَارِدَةَ
Sesungguhnya aku pernah diperlihatkan (bermimpi) Lailatulqadar. Kemudian aku dibuat lupa, dan malam itu merupakan sepuluh malam terakhir. Malam itu malam yang mudah, indah, tidak (berudara) panas maupun dingin“
(HR At-Thoyalisi dinyatakan sahih oleh Al-Albani)
2. Hadirnya ketenangan, karena turunnya para malaikat membuat manusia merasakan ketenangan hati, kelapangan dada, serta kenikmatan ibadah pada malam itu yang tidak ia dapati pada malam-malam lainnya. Kadang kala ada manusia yang diperlihatkan lewat mimpi sebagaimana yang dialami oleh beberapa sahabat.
Beberapa tanda-tanda Lailatulqadar dapat terlihat keesokan harinya, seperti matahari yang terbit dalam kondisi bersih dan tidak bersinar terik.
Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ أَمَارَةَ لَيْلَةِ الْقَدْرِ أَنَّهَا صَافِيَةٌ بَلْجَةٌ كَأَنَّ فِيْهَا قَمَراً سَاطِعاً سَاكِنَةٌ سَاجِيَةٌ, لاَ بَرْدَ فِيْهَا وَلاَ حَرَّ, وَلاَ يَحِلُّ لِكَوْكَبٍ أَنْ يُرْمَى بِهِ فِيْهَا حَتَّى تُصْبِحَ, وَإِنَّ أَمَارَتَهَا أَنَّ الشَّمْسَ صَبِيْحَتَهَا تَخْرُجُ مُسْتَوِيَةً, لَيْسَ لَهَا شُعَاعٌ مِثْلَ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ, وَلاَ يَحِلُّ لِلشَّيْطَانِ أَنْ يَخْرُجَ مَعَهَا يَوْمَئِذٍ.
“Sesungguhnya tanda Lailatulqadar adalah malam cerah, terang, seolah-olah ada bulan, malam yang tenang dan tentram, tidak dingin dan tidak pula panas. Pada malam itu tidak dihalalkan dilemparkannya bintang, sampai pagi harinya. Dan sesungguhnya, tanda Lailatulqadar adalah matahari di pagi harinya terbit dengan indah, tidak bersinar kuat, terasa seperti cahaya bulan purnama, dan tidak pula dihalalkan bagi setan untuk keluar bersama matahari pagi pada hari itu“ (HR. Ahmad dinyatakan hasan oleh Al-Arnaouth)
Ada beberapa tanda-tanda Lailatulqadar lainnya yang disebutkan banyak orang, tapi tidak memiliki dalil yang kuat, seperti pohon-pohon merunduk hingga ke tanah kemudian kembali ke posisi semula, air laut pada malam itu menjadi tawar, anjing-anjing tidak menggonggong, serta turunnya para malaikat dan memberikan salam kepada orang muslim.
Bagaimana menghidupkan Lailatulqadar?
Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa yang menghidupkan Lailatulqadar dengan penuh keimanan dan mengharap balasan dari Allah, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
(HR. Bukhari dan Muslim)
Cara menghidupkan Lailatulqadar adalah dengan melaksanakan salat, berdoa, itikaf, dan membaca Al-Qur’an . Rasulullah saw. mengisi Ramadan dengan membaca Al-Qur’an secara Tartil. Setiap menjumpai ayat tentang rahmat, beliau langsung memohon agar diberi rahmat, sementara ketika menjumpai ayat tentang azab, beliau segera memohon perlindungan kepada Allah dari azab. Dengan demikian, pada malam itu, secara bersamaan terhimpun amalan salat, membaca Al-Qur’an, berdoa, dan tafakkur. Sayyidah Aisyah ra berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرَ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ.
“Nabi saw, apabila memasuki sepuluh malam terakhir, (beliau) mengikat sarungnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan istri-istrinya (untuk shalat malam).“
(HR. Bukhari dan Muslim)
Demikian pula dengan para sahabat dan para ulama setelahnya. Mereka mempersiapkan diri menyambut Lailatulqadar. Di antara mereka ada yang sengaja mandi, memakai minyak wangi, dan baju yg terbaik pada malam yang diperkirakan akan terjadi Lailatulqadar.
Dengan demikian, untuk menghidupkan Lailatulqadar pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, sangat dianjurkan untuk banyak-banyak berdoa, meminta maaf dan ampunan kepada Allah Swt. Anjuran untuk banyak istighfar dan memohon maaf kepada Allah sangat erat kaitannya dengan Lailatulqadar, karena kata عَفْو atau maaf dalam bahasa Arab berarti ‘menghapus’. Semoga doa-doa dan permohonan yang dipanjatkan seorang hamba pada malam tersebut dapat menghapus akibat-akibat kejahatan dan dosa yang pernah dilakukan.
Alangkah indahnya jika setiap orang merenung pada malam tersebut; memikirkan segala sesuatu yang mungkin terjadi pada dirinya setahun ke depan. Tentulah dia akan berada antara harapan dan kecemasan. Inilah inti dari keimanan, yaitu ketika seorang hamba memikirkan masa depannya, apakah ia akan kehilangan salah seorang yang ia cintai, apakah akan ditimpa penyakit, harta bendanya habis, atau bahkan lebih buruk daripada itu, yakni kehilangan keimanan dan terputus hubungannya dengan Allah.
Pada saat yang sama, ia juga memanjatkan harapan untuk masa depannya, seperti harapan untuk mendapatkan kesenangan besar, berkumpul bersama keluarga, mencapai prestasi gemilang dalam karir atau Perkerjaanya, serta keberkahan dalam kehidupan rumah tangganya. Ia memohon agar permasalahan yang sudah berlangsung bertahun-tahun dapat terselesaikan, ia berhasil memiliki teman baru dan relasi yang banyak, atau lebih dari itu, ia berharap hubungannya dengan Allah dapat terjalin lebih erat.
Saat merenung seperti itu, tentulah seseorang akan menyadari betapa Lailatulqadar memberinya kesempatan ideal untuk beribadah mendekatkan diri pada Allah, dengan harapan Ia akan mampu mewujudkan impiannya dan terhindar dari musibah yg paling buruk. Pada malam inilah Allah menjelaskan takdirnya bagi semua makhluk kepada para malaikat untuk dilaksanakan.
Nasib manusia ditetapkan dari atas langit pada malam itu, sementara kondisi manusia bagaikan seorang terdakwa yang sedang menunggu di ruang pengadilan. Ia menunggu keputusan apa yang akan disampaikan oleh hakim dengan memanjatkan permohonan sepenuh hati, seperti menanti jatuhnya vonis.
Keputusan Allah pada Lailatulqadar adalah kesempatan terakhir untuk mengubah takdir seorang manusia. Bisa jadi doa seseorang pada Lailatulqadar menyebabkan berubahnya takdir yang Allah tetapkan baginya sebelum jatuh ketentuannya untuk setahun ke depan. Rasulullah Saw bersabda:
إنَّ العَبدَ ليُحرَمُ الرِّزقَ بالذَّنبِ يُصيبُه، ولا يَرُدُّ القَدَرَ إلَّا الدُّعاءُ، ولا يَزيدُ في العُمُرِ إلَّا البِرُّ
“Sesungguhnya seorang hamba terhalang dari rizkinya karena dosa yang dilakukannya. Sesungguhnya takdir itu tidaklah berubah kecuali dengan doa. Sesungguhnya doa dan takdir saling berusaha untuk mendahului, hingga hari kiamat. Dan sesungguhnya perbuatan baik (kepada orang tua) itu memperpanjang umur.”
(HR. Ahmad dan Ibnu Majah dihasankan oleh Syu’aib Al-Arnauth)
اللهم بارك لنا فيما تبقى من رمضان، ووفقنا لاغتنامه بالطاعات، وبلغنا ليلة القدر واجعلنا فيها من المقبولين و من عتقائك من النار.
Ya Allah, berkahilah kami pada hari-hari yang tersisa dari bulan Ramadan, berikan taufik kepada Kami untuk memanfaatkannya dengan ketaatan, sampaikan kami kepada Lailatulqadar, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang di terima amalnya, dan dibebaskan dari api neraka.
Wallahu ‘alam
Penulis: Hasanah Ubaidillah Aziz
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di sini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini