Adara Relief-Jakarta: Adara Relief International mengkokohkan perannya sebagai lembaga kemanusiaan dengan berpartisipasi dalam Workshop yang diadakan oleh Global Women’s Coalition for Al Quds and Palestine. Workshop ini merupakan rangkaian acara Konferensi Aktivis Perempuan Baitul Maqdis International Virtual 2020 yang di gelar pada hari kedua (Sabtu, 27/6).
Acara ini dimulai dengan Webminar tentang Rencana Zionis untuk Merampas Tepi Barat, Resiko dan Peranannya. Webminar menghadirkan tiga narasumber yaitu Mohsen Saleh (Ahli di bidang Sejarah Kontemporer dan Studi Palestina, Strategi Politik dan Sejarah juga Pimpinan Pusat Studi Al Zaitouna), Tarek Hamoud (Pimpinan Pusat Pengembalian Palestina, London), dan Sajida Abu Fares (Doktor di bidang Peradilan Syariah).
Di akhir sessi, terdapat 3 Workshop yang mengusung 3 (tiga), tema pertama terkait Peran Drama dan Seni dalam mendukung penyelesaian permasalahan Palestina dan menghadapi upaya normalisasi Zionis Israel dengan fasilitator Basyar Hamdan dan Safia bin Shagir. “Drama dan Sinema tentang Palestina memiliki peran yang sangat penting saat film ini disaksikan jutaan orang di dunia. Bagaimana film ini bisa memberikan kesadaran dan menumbuhkan kepedulian terhadap permasalahan Palestina”, tutur Basyar.
Tema kedua workshop mengangkat tema Peran Perempuan dalam Misi Kemanusiaan Palestina yang disampaikan oleh Ahmad Ibrahimi. Ahmad memaparkan bahwa yang meminta fatwa kepada Rasulullah Saw tentang permasalahan Palestina bukanlah seorang laki-laki melainkan perempuan yaitu Maemunah, maka Rasulullah telah memberikan fatwa yang sangat gamblang berkaitan tentang peran perempuan dalam pembebasan Al Aqsa dalam hadits Maemunah ini. “Rasulullah memberikan fatwa yang lebih meringankan para perempuan ketika mereka tidak mampu untuk shalat di dalamnya karena Palestina adalah tempat pertumpahan darah dan perang, maka Rasulullah Saw bersabda, berikanlah minyak untuk penerangnya, barangsiapa yang memberikannya maka seolah ia telah mendatanginya, ini menjadi dalil bahwa perempuan bisa mengambil peran penting dalam misi kemanusiaan ini”, tuturnya.
Sementara tema ketiga membahas mengenai Kampanye Digital untuk Palestina, Tantangan dan Solusi yang disampaikan oleh Narasumber Ahmad Syaikh. “Permasalahan Palestina seringkali tertutupi oleh berita-berita Kolonialisme Barat dan proyek-proyek Zionisme. Maka hendaknya kita tidak segan untuk mengangkat isu-isu Palestina dan sejarahnya ke permukaan lewat media sosial, sehingga isu Palestina menjadi trending topik yang akan menjadi pusat perhatian dunia”, demikian Ahmad Syaikh menegaskan.
Konferensi menghasilkan 8 poin rekomendasi. Pertama, peran penting perempuan muslim dalam menghadapi seluruh upaya Zionis menghapus persoalan Palestina. Kedua, transformasi peran strategis mendukung dan mensupport menjadi strategis kemitraan penuh dalam membela Palestina. Ketiga, Al Quds akan selalu menjadi kompas umat dan persoalan Palestina akan terus ada meski berbgai upaya penghapusan dan tantangan yang dihadapi. Keempat, seluruh perempuan umat ini dengan tegas menolak segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Al Quds dan berbagai pelanggaran atas Kota Al Quds dan Masjid Al Aqsa. Kelima, pernyataan tegas seluruh peremupan umat ini tentang penolakan atas tudingan terhadap rakyat Palestina yang menguasai tanah mereka dan mendirikan negara mereka dengan ibukotanya Al Quds Asy-Syarif, serta upaya rakyat Palestina untuk menentang seluruh upaya aneksasi Tepi Barat. Keenam, menolak dan menentang The Deal of Century dan normalisasi politik, ekonomi, sosial dan lainnya dengan target agar umat Islam dijauhkan dari kompas utama mereka, Ketujuh, pentingnya mobilisasi perempuan agar bergerak di berbagai lini dalam menolak semua rencana penjajah Zionis Israel dan menolak segala bentuk diskriminasi terhadap semua tawanan Palestina. Kedelapan, mengusahakan berbagai cara agar blokade terhadap Gaza yang semakin menambah penderitaan perempuan Gaza dibuka dan memberi dukungan terhadap mereka dalam menghadapi tirani Zionis Israel.