Sosok ISIS (Islamic State of Irak and the Sham) atau di Timur Tengah lebih dikenal dengan sebutan Daisy (Daulah Islam Irak dan Syam), meski secara resmi Juni 2014 mereka telah mengubah nama menjadi Islamic State (IS) setelah Rusia ikut menggelar serangan udara ke Suriah. Sebelumnya sejumlah kekuatan asing termasuk Amerika sudah menggelar operasi militer di sana yang sama-sama menegaskan secara resmi bahwa target serangan adalah ISIS. Terlepas dari jujur tidaknya mentarget ISIS, sebagian besar kalangan yang simpati terhadap Suriah meragukan niat baik Rusia dan Amerika. Mereka masih dicurigai memiliki hidden agenda, entah politik atau ekonomi.
Sebelum menganalisis agenda asing di Suriah, penulis ingin memaparkan siapa ISIS sebenarnya. Dari sini baru bisa mencoba menerka keseriusan dan kejujuran mereka memerangi ISIS. Atau jangan-jangan ISIS hanya alasan dibuat untuk menghancurkan kelompok lain. Pasalnya, sebagian besar public masih bertanya-tanya seberapa besar sebenarnya kekuatan ISIS sehingga mereka masih menjadi sering menjadi headline news dalam media-media mainstream sehingga mereka masih dianggap menjadi musuh utama dan musuh bersama di daerah-daerah konflik terutama di Irak, Suriah, Yaman.
Sosok ISIS hingga kini menjadi teka-teki yang sulit dijawab bagi banyak orang sekaligus menjadi polemik yang tak kunjung usai. Di satu sisi, kemunculannya yang misterius masih membingungkan; dari mana dan mau kemana serta mau apa? Di lain sisi, sepak terjangnya yang dinilai “tegas” (baca; keras) juga menjadi daya tarik bagi sebagian generasi muda yang haus akan tegaknya syariah dan khilafah Islamiah. Bahkan tak sedikit tokoh Islam di tanah air ini yang memang memiliki latar belakang sikap straik dalam hal akidah dan syariah menjadi pro ISIS, sebut misalnya Abu Bakar Baasyir atau Aman Rahman (terkait dua sosok lokal ini; informasi ini belum terupdate).
Tulisan berikut berusaha merangkum sejumlah data yang ada untuk membantu menebak “teka-teki sulit” itu. Sulit, sebab bicara soal gerakan bawah tanah terutama di daerah konflik sudah pasti melibatkan intelijen atau perang intelijen sebelum kontak senjata dari banyak pihak yang memiliki kepentingan. Penulis tidak mengklaim memiliki kaitan dengan dunia spionase, namun informasi yang berseliweran dan simpangsiur amatlah sulit untuk diambil interpretasi dan kesimpulan. Meski demikian harus ada kesimpulan meski bersifat sementara.
Untuk menjawab teka-teki ini, penulis akan mencoba membeberkan embrio dan lahirnya ISIS secara kronologis. Sepak terjang juga amat penting untuk mengidentifikasi sebuah tandzim jihadi. Pembatasan cakupan penilaian ini barangkali akan lebih memudahkan untuk menghindari tulisan mengarah kemana-mana. Data lain berupa wawancara dengan sejumlah tokoh dan aktivis juga menjadi bahan untuk menentukan jenis kelamin ISIS.
Dari Irak Hingga Suriah
Embrio ISIS sesungguhnya adalah sayap militer Al-Qaidah di Irak. Ketika Usamah bin Laden – sebagai pimpinan Al-Qaidah – masih hidup, mereka memiliki sayap-sayap di beberapa wilayah. Sayap Al-Qaidah di Irak dibentuk 2004 oleh Abu Mushab Az-Zarqawi dan kemudian dipimpin oleh Abu Umar Al-Bagdadi. Tahun 2010 Abu Umar Al-Bagdadi dibunuh secara misterius.
Pasca kematian Abu Umar, muncul sosok Haji Bakr di Irak bersama timnya membawa nama Abu Bakr Al-Bagdadi ke hadapan Usamah bin Ladin menjadi kandidat penerus Abu Umar sebagi pemimpin sayap Al-Qaidah di Irak. Usamah yang sedang sibuk dengan AS karena diburu menegaskan tidak kenal sosok Abu Bakar. Tokoh karismatik asal Saudi ini mengatakan, “Kita lewatkan dulu masalah ini karena ada masalah lebih penting.”
Tidak lama kemudian Usamah terbunuh oleh pasukan khusus Amerika di Afganistan, digantikan Aiman Adh-Dhawahiri. Tidak lama berselang, Abu Bakar Al-Bagdadi tetap dibaiat sebagai Amir Al-Qaidah sayap Irak. Aiman yang juga tidak kenal amir baru ini hanya bisa bilang “Ya sudahlah, kalian lebih tahu tentang al-Baghdadi”.
Tahun 2010 meletus Arab Spring (Revolusi Arab) dimulai dari Tunis, Libia dan Mesir dan akhirnya merembet ke Suriah di tahun 2011. Berbeda dengan Tunis dan Mesir, peralihan kekuasaan di Suriah sangat alot, sangat berdarah-darah bahkan hingga saat ini rezim Basyar al-Asad masih berkuasa. Banyak tandzim jihadi akhirnya ikut turun ke Suriah, termasuk Al-Qaidah yang langsung dikomandoi oleh Aiman dengan sayap militer Jabhah Nushrah (JN).
Keganjilan Mulai Muncul
Al-Bagdadi yang sudah dibaiat di Irak meminta izin kepada Aiman agar sayap militer Irak ikut ke Suriah. Bahkan permintaan itu terkesan ngotot. Aiman tidak setuju karena sudah ada Jabhah Nushrah (JN) agar tidak terjadi overlap dan tugas Al-Baghdadi hanya fokus di Irak. Anehnya, April 2013 anak buah Bagdadi akhirnya tetap masuk Suriah. Saat itu, mereka belum mendeklarasikan ISIS.
Aiman tidak bisa berbuat apa-apa dan untuk kedua kalinya bilang “ya sudahlah, sudah terlanjur”. Bahkan karena berbaik sangka, tim Al-Baghdadi dikasih alat-alat militer dan ghanimah JN dari dan markas di kota Aleppo dengan harapan bisa bersinergi. Sebenarnya sebagian tokoh Al-Qaidah keberatan dengan keputusan Aiman, tapi karena sudah menjadi keputusan Aiman mereka pun hanya bisa taat.
Anehnya, setelah bercokol di Suriah, Al-Baghdadi mendeklarasikan diri mendirikan tandzim yang disebut dengan Daulah Islamiyah fil Iraq wa Syam atau ISIL (Islamic State in Irak and Levent (Syam)) atau ISIS tanpa izin dan persetujuan Aiman. Sejak itu kejanggalan demi kejanggalan muncul dari masalah baiat hingga takfir. permintaan kepada seluruh tandzim jihadi di Suriah dan Irak untuk berbaiat kepada kepemimpinan ISIS, termasuk kepada JN berbaiat kepada kepemimpinan ISIS, mereka yang enggan berbait kepada ISIS dianggap kafir dan didiperangi.
JN bereaksi keras atas tingkah polah ISIS ini. “Apa-apaan ini, kita berbait kepada Al-Qaidah” begitu kira-kira ungkap JN. ISIS semakin tak terkendali di Suriah. Siapapun di yang di luar barisan, mereka labrak. Bahkan hukuman eksekusi mati bagi mereka yang dianggap kafir menjadi ciri khas ISIS. Pimpinan Al-Qaidah akhirnya memutuskan memutuskan; “ISIS brutal, liar dan memalukan”.
Bahkan ISIS pun mengkafirkan Aiman yang saat itu berusaha menasihari mereka untuk kembali ke jalan yang lurus. Bahkan ISIS makin brutal di lapangan dalam aksi pembunuhannya dengan membakar dan lain-lain.
Sejumlah operasi militer ISIS misalnya, serangan di Bank Central Irak, Kementerian Hukum, menyerang penjara Abu Ghureb, serangan kedutaan Iran di Beirut, meledakkan masjid di Yaman (200 orang tewas), menguasai Faluja (2013).
Lantas Siapa ISIS?
Saat ditanya soal Abu Bakar Al-Baghdadi kenapa begitu, Abu Ali Anbari salah satu penasehat ISIS beralasan, “Mereka datang dari berbagai negara sudah terbentuk fikrah takfirinya jadi kita sulit mengendalikan.” Secara keorganisasian mereka dinilai terlalu longgar, siapa aja datang baiat diterima. Abu Ali Al-Anbari inilah yang selalu menjadi corong bagi ISIS dalam setiap kesempatan. Abu Sulaiman, salah seorang pimpinan Al-Qaidah pernah diutus sama Aiman dialog dengan Al-Bagdadi. Tapi yang selalu jawab adalah Abu Ali Anbari. Sementara sosok Abu Bakar Al-Baghdadi juga menjadi misterius hingga kini.
Lantas siapakah ISIS dengan berbagai kejanggalan dan sepak terjang mereka? Apakah Al-Bagdadi cuma boneka, ideolognya adalah Abu Ali Anbari. Untuk menjawab teka-teki itu tentu tidak mudah. Vonis terhadap kelamin ISIS hanya upaya penilaian dari gejala, sikap, sepak terjang lahiriyah yang mereka tempuh. Ada sebagian aktivis Islam menilai ada dua kemungkinan, bisa jadi ISIS hanya tandzim yang disusupi oleh intelijen. Jika umumnya penyusupan di bawah, tapi ISIS ini di atas. Kemungkinan kedua ISIS memnang boneka bikinan.
Sumber di lapangan yang dikenal penulis pernah ke Suriah menyatakan, kelompok tandzim jihad asli di Suriah yakin ISIS disusupi dan ini lebih kuat. Mereka memberikan bukti bahwa salah satu orang ISIS ditangkap memiliki paspor Iran dan Rusia. Artinya, bisa jadi disusupi juga oleh Iran Syiah juga. Belum lagi soal kebrutalan, liar dan kejamnya mereka yang seakan menjadi ideologi takfiri sehingga kemungkinan besar mereka disusupi intelijen dan dikendalikan. ZA. Maulani, salah satu tokoh intelijen Indonesia pernah mengatakan, “Orang intel itu menghalalkan segala macam cara bahkan yang tak logis sekalipun.”
Penulis pernah bertanya kepada wartawan asal Irak tentang ISIS, dia mengatakan, “Saya punya banyak data, kesimpulan saya ISIS adalah; tandzim tadmiri li ahli as-sunnah (kelompok perusak Ahlu Sunnah)”.
Kesimpulan ini mirip dengan penegasan seorang ulama Suriah yang ulama asal Suriah Syaikh Abdullah Mustafa Rahhal saat berdiskusi dengan Forum Indonesia Peduli Syam yang dihadiri – termasuk dihadiri detikcom di Istanbul, Turki, Sabtu (30/5/2015) di Turki bahwa ISIS sejak kemunculannya tak lain propaganda intelijen internasional yang ingin menjatuhkan Islam. Ia membeberkan, ”Bagi pihak-pihak yang sangat dekat dengan fenomena ISIS di Suriah, kami mengetahui betul bahwa mereka ini jauh dari nilai-nilai Islam. Sebab tujuan mereka adalah untuk menghancurkan Islam sendiri, untuk menstigmakan keburukan dan kejahatan terhadap ajaran Islam,”
Abdullah menceritakan dia tinggal di Provinsi Idlib, Suriah, membina Islamic Center bagi lebih dari 5.000 murid dan pejuang-pejuang sipil yang berperang melawan rezim Bashar al-Asaad, termasuk melawan ISIS yang didukung rezim Bashar.
“Kami yang langsung menghadapi dan menjadi saksi hidup. Kami bukan hanya melihat keadaan di Suriah, tapi kami yang menciptakan peristiwa itu dan mengadakan revolusi di Suriah dan membina pejuang,” ujar Abdullah yang datang ke Turki untuk menemui tim kemanusiaan Indonesia FIPS.
“Kami sendiri yang menangkap anggota ISIS, bahkan bukan hanya orang biasa, tapi pemimpin-pemimpinnya. Mereka yang kami tangkap kalau tidak perwira militer pemerintahan, atau perwira dari Iran atau Rusia kemudian dari intelejen Garda Nasional Suriah. Mereka berasal dari sana,” paparnya dalam bahasa Arab.
Anggota ISIS alias intelijen yang tertangkap itu diketahui mengganti namanya dengan nama-nama Islam, memakai jenggot, atribut-atribut muslim termasuk mengkampanyekan bendera yang dikenal sebagai simbol ISIS seolah mereka mujahidin. Tak sedikit dari mereka adalah non-muslim.
“Kami yang langsung menangkap, menginterogasi orang-orang ISIS, bahkan pemimpinnya. Sehingga kami bisa yakin mengeluarkan pernyataan bahwa ini adalah proyek intelijen, proyek asing yang ingin mengacaukan revolusi Suriah tapi dengan tangan lain, dengan cara seolah-olah ini pejuang Islam padahal itu untuk tujuan rezim,” ungkap Abdullah didampingi puteranya yang juga pernah ditangkap ISIS.
ISIS Diangkat, Islam Diinjak
Selama sekitar 3 tahun terakhir hingga tulisan ini dibuat, ISIS selalu menjadi “lakon” paling seksi dalam setiap pemberitaan di media massa. Namun sayangnya, ISIS yang diangkat di media massa, namun Islam dan pejuangnya yang jadi korban, terlepas dari apakah mereka terkait ISIS atau tidak. Tapi yang jelas Islam dan umat Islam yang jadi dirugikan oleh isu ISIS ini. Ini terjadi di hampir negara Islam. ISIS menjadi stigma buruk Islam.
Sementara di daerah konflik terutama Suriah dan Irak, ISIS menjadi alat dan alibi bagi kekuatan dunia hitam untuk melakukan intervensi militer ke sana. Inggris beberapa saat lalu turun tangan bergabung dengan kekuatan internasonal termasuk Amerika untuk menggelar operasi intelijen dan militer di Irak dengan alasan menghabisi ISIS.
Melindungi Israel; Agenda Draculla Jangka Panjang
Terakhir, saat tulisan ini dibuat, pasukan militer udara Rusia menyerang Suriah dengan alasan yang sama; habisi ISIS. Akhir bulan September, pasukan Amerika sudah lebih dulu turun di Suriah dengan misi yang sama. Entah sebesar apa kekuatan ISIS sehingga mereka jadi momok paling menakutkan bagi negara-negara draculla barat. Padahal secara ril di lapangan – menurut sumber mujahidin Suriah – hampir 80% wilayah Suriah sudah dikuasai oleh pasukan oposisi Sunni. Sementara, rezim Basyar Asad semakin terdesak. Isu terakhir bahkan Asad akan dilarikan ke luar negeri.
Jika sekenario terakhir ini benar, maka Suriah hanya menjadi arena pertempuran lintas kubu, namun tidak jelas siapa lawan siapa. Jika ISIS selama ini melawan pasukan rezim Basyar Asad, mereka di lapangan juga melawan JN dan pasukan oposisi Sunni. Sementara opsisi Sunni juga harus melawan rezim Asad, namun di lain sisi mereka harus berhadapan serangan brutal ISIS. Lantas pasukan draculla internasional datang membantu siapa atau mereka memiliki agenda sendiri menyelamatkan rezim Asad yang sudah sekarat. Jadi mau menghancurkan ISIS atau menghancurkan mujahidin Suriah yang sudah sejak hampir 5 tahun berjuang menggulingkan Asad.
Agenda barat bukan hanya menyelamatkan rezim Asad saja, tapi bagaimana membuat Suriah terus bergolak. Bahkan lebih penting dari itu bagaimana Suriah masuk dalam kekuasaan NATO atau pasukan perdamaian internasional. Dari gelagat yang tampak, mereka memiliki agenda tersembunyi. Jika terjadi peralihan kekuasaan, Rusia yang berkolaborasi dengan Iran juga memiliki agenda sendiri. Sekenario apapun di Suriah saat ini seakan berujung kepada kepahitan. Di sisi lain kita juga khawatir akan terbentuk “negara boneka” Suriah yang dikendalikan oleh barat.
Posisi Suriah begitu strategis bagi barat. Jika mereka menjadi sekutu Israel, maka ujung-ujungnya secara tidak langsung akan melanggengkan eksistensi Israel di Palestina. Sebab selama ini front paling terbuka yang dianggap mengancam dan membahayakan Israel adalah Suriah bila jatuh ke tangan oposisi Sunni. Israel selama ini masih aman sebab tetangga-tetangga mereka selama ini sudah “jinak” terhadap Israel dan Amerika yakni Mesir dan Yordania.
Wamakarua wamakara-Allah…..
Selama ini sulit untuk memastikan siapa dalang dari peperangan yang terus berkemelut disana, antara politik atau adu domba pihak barat
Kita pun tak berdaya untuk membantu perang, namun kita bisa membantu semaksimalnya untuk saudara muslim di Palestine dan Suriah