Enam puluh tiga tahun yang lalu markas besar PBB di New York digemakan oleh suara Bung Karno. Beliau menyatakan argumennya mengenai situasi dunia pada saat itu. Dengan suara lantang sambil mengganti lembaran demi lembaran naskah pidatonya, ia menyerukan nasionalisme, kemanusiaan, dan perdamaian. Pidatonya yang berjudul To Build The World a New ditetapkan sebagai Memory of The World (MoW) oleh UNESCO pada 10–24 Mei 2023.
Pidato tersebut ditetapkan sebagai memori dunia karena dinilai sebagai pidato terbaik yang pernah disampaikan pada forum tertinggi organisasi PBB. Poin-poin dalam pidato Soekarno dianggap memiliki peran dan keterlibatan di dunia Internasional sesuai dengan kondisi yang terjadi pada saat itu.
Pidato Soekarno di PBB pada tanggal 30 September 1960 tersebut telah diajukan ke UNESCO oleh LIPI, ANRI, dan Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) pada 2018 lalu. Bersamaan dengan dua arsip lain, yaitu arsip Gerakan Non Blok 1961 di Beograd dan arsip Hikayat Aceh yang diajukan sejak 2017. Sebelumnya, arsip pidato Soekarno di forum KAA juga telah berhasil menjadi MoW sejak tahun 2015.
To Build the World a New atau ‘Membangun Dunia Baru’ merupakan akumulasi pemikiran dan gagasan Soekarno sejak sebelum Indonesia merdeka.[1] Melalui pidatonya, Soekarno menyampaikan gagasan-gagasan mengenai situasi perpolitikan dunia pada saat itu dan mengkritik PBB untuk menjadi badan yang bukan hanya berperan sebagai forum perdebatan atau saluran propaganda saja, namun juga harus dapat memecahkan berbagai masalah dunia.
Situasi perpolitikan yang dimaksud ialah situasi setelah tahun 1945 ketika banyak negara di kawasan Asia Afrika yang hendak melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Bertepatan dengan situasi Perang Dingin juga, Soekarno menegaskan bahwa dunia masih didominasi oleh kekuatan-kekuatan lama, baik negara maju di Blok Barat maupun di Blok Timur, yang dalam hal ini mempunyai visi dan misi perdamaian yang berbeda.
Oleh sebab itu, poin esensial dalam pidato tersebut ialah menyoroti Indonesia sebagai pendorong persatuan di antara negara-negara yang baru merdeka dalam situasi ketegangan Perang Dingin dan sebagai upaya untuk membangkitkan kesadaran global terhadap kenyataan di dunia internasional yang masih dipengaruhi oleh eksploitasi kolonialisme.To Build the World a New memberikan fondasi bagi perkembangan prinsip-prinsip kemanusiaan di tingkat global yang mendukung kemerdekaan dan menentang segala bentuk penindasan yang ada di semua negara, tanpa terkecuali.
Jika kita lihat realita sekarang, kolonialisme yang terjadi di dunia masih dilakukan oleh Israel terhadap bangsa Palestina. Sejak tahun 1948 ketika Inggris hengkang dari Palestina, para pemimpin Yahudi mendeklarasikan berdirinya negara Israel yang kemudian menimbulkan perang dan pengusiran besar-besaran warga Palestina dari tanahnya sendiri (Nakba). Penderitaan tersebut berlanjut pada 1967 pasca-Perang 6 Hari Arab-Israel yang berdampak diakuisisinya wilayah-wilayah di Palestina, Suriah, dan Mesir, yaitu Tepi Barat, Gaza, Dataran tinggi Golan, dan Semenanjung Sinai.
Tujuan Israel mendirikan negara adalah untuk mencapai Zion, sebuah kerajaan mesianik yang berpusat di Al-Quds (Yerusalem), tanpa mengalami pengurangan sedikit pun. Terbukti, Israel menolak solusi dua negara yang telah disetujui oleh Dewan Keamanan PBB, yang membagi Al-Quds (Yerusalem) menjadi Al-Quds Barat yang menjadi milik Israel dan Al-Quds Timur yang menjadi milik Palestina.
Hingga kini agenda dan segala resolusi yang diajukan oleh PBB seakan tidak berpengaruh dalam menghentikan penjajahan yang terus dilakukan oleh Israel. Israel terus melanggar kedaulatan Palestina dengan berbagai cara, termasuk menduduki wilayah Palestina secara tidak sah, dengan kekerasan dan agresi yang dilakukan oleh militer terhadap warga sipil, serta menghalangi pengakuan resmi negara Palestina sebagai entitas merdeka oleh PBB.
Pidato Soekarno ini bukan tiba-tiba muncul begitu saja, tetapi mempunyai relevansi dengan pidato yang ia sampaikan di KAA lima tahun sebelumnya. Dalam pidato tersebut, Soekarno mengungkapkan keyakinan negara-negara di wilayah Asia Afrika terhadap pentingnya dekolonisasi agar dunia baru yang terbentuk dapat lebih menghargai dan mengakui kedaulatan mereka. Termasuk hasil akhir atau komunike dari adanya KAA ini ialah menyatakan dukungannya atas hak bangsa-bangsa Arab di Palestina dan menyerukan dilaksanakannya segala resolusi PBB tentang Palestina serta dicapainya penyelesaian secara damai untuk persoalan Palestina.
Dalam pidato To Build the World a New tersebut Soekarno juga menawarkan Pancasila kepada dunia. Ia ingin Pancasila dimasukkan dalam piagam perdamaian PBB. Dalam pidatonya ia menyampaikan poin butir pancasila yang disesuaikan yaitu, pertama kepercayaan kepada Tuhan, kedua nasionalisme, ketiga internasionalisme, keempat demokrasi, kelima keadilan sosial.[2] Penyesuaian tersebut bertujuan untuk menyoroti pentingnya nilai-nilai nasionalisme dalam upaya melawan kolonialisme serta pentingnya prinsip koeksistensi dalam konteks hubungan internasional.
Sejatinya, pidato To Build the World a New ini masih tetap relevan hingga kini. Melihat situasi dunia sekarang, masih terdapat banyak kasus yang harus diselesaikan, seperti diskriminasi, pelucutan senjata nuklir, keamanan internasional, perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme, serta masalah kemanusiaan di negara-negara Asia dan Afrika yang masih tertinggal.
Indonesia memiliki hubungan yang erat dengan Palestina. Sebagai sahabat lama, Palestina turut berperan dalam upaya kemerdekaan Indonesia di tingkat internasional. Begitu pula sebaliknya, Soekarno mempunyai kepedulian yang tinggi dalam pembelaannya terhadap kemerdekaan Palestina. Dalam pidato lainnya pada 1962 ia menegaskan bahwa selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina maka sepanjang itulah bangsa Indonesia berdiri menentang penjajah Israel.
Dengan demikian, poin-poin perdamaian dan kemanusiaan serta penolakan terhadap kolonialisme yang masih eksis hingga saat ini bagaikan unfulfilled promise atau janji yang belum terpenuhi karena hingga kini isu-isu tersebut masih ada di muka bumi ini. Seperti dalam kutipannya ia mengharapkan “Bangunlah suatu dunia dimana semua bangsa hidup dalam damai persaudaraan”.
Refleksi akhir dari ditetapkannya pidato To Build the World a New ini ialah sebagai bangsa Indonesia kita harus rethinking to our own roots. Menyadari bahwa dalam prinsipnya para pendahulu bangsa menanamkan kepentingan nasional Indonesia untuk terlibat aktif dalam perjuangan perdamaian dunia.
Sebagai bangsa Indonesia kita mempunyai privilese yang telah dibangun oleh the founding fathers untuk mewujudkan perdamaian tersebut. Indonesia berdiri dengan berpegang kepada Pancasila yang didasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan berdasarkan pada pembukaan UUD 1945 yang menegaskan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Dengan demikian, bangsa Indonesia meyakini dan turut serta dalam membangun Dunia Baru tanpa adanya penjajahan.
Begitu pula dengan kedaulatan Palestina. Interpretasi sejarah membuktikan bahwasanya kolonialisasi pada akhirnya akan selalu runtuh dengan semangat meraih kemerdekaan. Sudah saatnya Indonesia menyatukan suara dan dukungannya untuk perdamaian di Palestina karena hal tersebut merupakan pesan pendiri bangsa dan sudah saatnya dunia membuka mata bahwasanya ada harga mahal yang harus dibayar terkait dengan penjajahan yang tidak berperikemanusiaan.
Yunda Kania Alfiani
Penulis merupakan Relawan Adara Relief International yang mengkaji tentang realita ekonomi, sosial, politik, dan hukum yang terjadi di Palestina, khususnya tentang anak dan perempuan
Referensi
Dibalik Pidato Bung Karno di PBB
Plenary Meeting of General Assembly: 15th Session
UNESCO The Memory of the World Register 2023
Pidato Soekarno Menuju Memori Dunia
Pidato Soekarno Kini Menjadi Milik Dunia
UNESCO Menetapkan Teks Arsip Soekarno Menjadi Memory of The World
Membaca Pidato Soekarno yang Menjadi Memori Kolektif Dunia
Menegaskan Kembali Sikap Soekarno terhadap Palestina
Jalan Panjang Palestina Berdaulat
Palestina-Israel: Sejumlah fakta penting di balik sengketa yang sudah berusia 100 tahun
Rifqinizamy: Bung Karno Perjuangkan Kemerdekaan Palestina, Wajib Lanjutkan
Reuveny, R. (2003). “Fundamentalist colonialism: the geopolitics of Israeli–Palestinian conflict”. School of Public and Environmental Affair, 347-380. https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0962629802001142.
- Pernyataan Asvi Warman Adam sejarawan LIPI yang dikutip dari laman https://historia.id/politik/articles/pidato-sukarno-menuju-memori-dunia-P1R7M/page/1. ↑
- Plenary Meeting of General Assembly: 15th Session ↑
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini