Komisi Urusan Tawanan dan Mantan Tawanan Palestina menyatakan pada Senin (21/4) bahwa para perempuan tawanan Palestina di Penjara Damon mengalami kondisi yang sangat sulit dan tidak manusiawi.
Dalam pernyataan pers yang dikutip dari pengacara komisi usai melakukan kunjungan ke penjara, dilaporkan bahwa makanan yang disediakan sangat buruk baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Hal ini menyebabkan para tawanan menderita gangguan pencernaan dan penurunan berat badan secara drastis.
Salah satu tawanan yang disorot adalah Karam Mohammad Musa (53 tahun), warga Desa Surra di Provinsi Nablus, yang ditangkap pada 25 Februari 2025. Ia ditahan di sel yang kotor dan berlumuran darah, tanpa ruang untuk salat, tanpa makanan, dan hanya tersedia satu kasur kecil yang harus ia bagi secara bergantian dengan tawanan lain. Selain itu, makanan yang diberikan kepadanya setelah proses interogasi menyebabkan sembelit parah dan tidak mencukupi kebutuhan para tawanan di dalam ruangan. Diketahui, otoritas penjara hanya menyediakan satu piring kecil berisi kacang-kacangan untuk delapan orang tawanan. Waktu keluar sel pun dipangkas menjadi hanya satu jam sehari, yang juga digunakan untuk mandi.
Tawanan lainnya, Haneen Mohammad Jaber (44 tahun), dari Kamp Pengungsi Nur Shams, telah kehilangan delapan kilogram berat badan selama lima bulan penahanannya akibat malnutrisi. Ia ditangkap pada 3 Desember 2024 saat sedang piknik bersama anak-anaknya, dengan tuduhan memberi makan dan tempat tinggal bagi anaknya yang menurut Israel termasuk dalam DPO.
Kasus lain adalah Fidaa Suhail Assaf (49 tahun), warga Kafr Laqif, Provinsi Qalqilya, yang menderita leukemia selama lebih dari satu tahun sebelum penangkapannya. Ia ditangkap pada 24 Februari 2025 setelah rumahnya digerebek. Ia dituduh melakukan hasutan di media sosial. Assaf dijadwalkan menghadiri sidang pengadilan pada 21 Mei.
Pengacara Komisi juga mengunjungi Shahd Majed Hassan (23 tahun), dari Ramallah, yang telah dipenjara sejak 5 Maret 2025 berdasarkan perintah penahanan administratif selama empat bulan. Shahd menggambarkan pengalamannya dipindah-pindahkan dari penjara ke penjara, mulai dari Ofer, Beit El, Hasharon, hingga akhirnya ke Damon sebagai “perjalanan penuh penyiksaan.” Selama proses itu, ia diborgol terus-menerus dan mengalami pelecehan verbal serta penghinaan.
Komisi menegaskan bahwa perlakuan semacam ini mencerminkan taktik sistematis Israel terhadap tawanan Palestina, khususnya perempuan, yang melanggar standar hukum dan hak asasi manusia internasional.
Sumber:
https://english.wafa.ps
https://english.palinfo.com
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di sini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini