Seorang pakar independen PBB memperingatkan bahwa intensifikasi serangan militer Israel terhadap Tepi Barat utara menandai eskalasi berbahaya dari kekerasan serius dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Palestina sejak 7 Oktober 2023.
“Kekerasan genosida Israel berisiko menyebar dari Gaza ke seluruh wilayah Palestina yang diduduki,” demikian peringatan Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB tentang situasi hak asasi manusia di wilayah Palestina yang diduduki sejak 1967.
“Tanda-tandanya sudah jelas dan kita tidak bisa terus mengabaikannya. Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa tidak ada warga Palestina yang aman di bawah kendali Israel. Ini sudah terjadi sebelum serangan Hamas pada 7 Oktober, dan risikonya semakin meningkat sejak saat itu,” kata Albanese.
Hasutan genosida yang terus dilakukan oleh para pemimpin dan pejabat tinggi Israel terjadi tanpa adanya hukuman. Hal yang sama sering kali diikuti oleh tentara, pemukim bersenjata, dan pihak lainnya yang menunjukkan niat untuk menghancurkan rakyat Palestina di bawah pendudukan.
Seruan semakin keras dari para pemimpin Israel yang menghendaki kota-kota di Tepi Barat dan di kamp pengungsi Tepi Barat agar menjadi “Gaza mini”. Seruan itu diimplementasikan melalui operasi militer yang menyebabkan banyak korban jiwa dan kerusakan besar di wilayah perkotaan Tepi Barat.
Serangan udara dan darat yang sistematis terhadap wilayah Jenin, Nablus, Tulkarem, dan Tubas, khususnya di kamp pengungsi, telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Baru-baru ini, pada 28 Agustus, pasukan pendudukan Israel melancarkan operasi militer skala penuh yang membunuh 22 warga Palestina dan melukai puluhan lainnya.
Buldoser menghancurkan infrastruktur penting, termasuk jalan, jaringan air, dan energi. Pos pemeriksaan baru telah didirikan, menyusul pernyataan Menteri Luar Negeri Israel Katz bahwa “Kita harus menghadapi ancaman (di Tepi Barat) seperti kita menghadapi infrastruktur teroris di Gaza, termasuk dengan melakukan evakuasi sementara penduduk Palestina dan mempersiapkan langkah-langkah apa pun yang diperlukan. Ini adalah perang untuk segalanya dan kita harus memenangkannya.”
Perintah evakuasi telah dikeluarkan untuk Kamp Pengungsi Nur Shams di Tulkarem dan sebuah rumah sakit di Jenin yang saat ini tengah merawat 150 pasien. Pasukan pendudukan Israel telah memblokir akses ke tiga rumah sakit utama dan memberlakukan jam malam, sementara pasukan darat Israel telah mengepung kamp pengungsi Shu’fat di Al-Quds (Yerusalem) bagian timur.
Pakar tersebut mencatat bahwa sejak 7 Oktober 2023, sebanyak 652 warga Palestina telah terbunuh di luar Gaza, termasuk 151 anak-anak, ribuan lainnya terluka, lebih dari 3.300 orang mengungsi, dan lebih dari 12.000 orang ditangkap.
Meningkatnya kekerasan di Tepi Barat bertepatan dengan tingkat pemindahan, depopulasi, dan perampasan tanah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kekerasan tersebut dilakukan oleh Israel dengan bekerja sama dengan milisi pemukim sejak era Oslo. Hal ini terus berlanjut meskipun Mahkamah Internasional telah menyatakan bahwa pendudukan ini melanggar hukum dan Israel harus membongkarnya bersama dengan koloni serta rezim terkaitnya.
“Israel melakukan apartheid dengan menargetkan Gaza dan Tepi Barat secara bersamaan, sebagai bagian dari proses eliminasi, penggantian, dan perluasan wilayah,” ujar Albanese.
“Masyarakat internasional, baik negara maupun lembaga non-negara, termasuk perusahaan dan lembaga keuangan, harus melakukan segala upaya untuk segera mengakhiri risiko genosida terhadap rakyat Palestina di bawah pendudukan Israel, memastikan akuntabilitas, dan pada akhirnya menghentikan kolonisasi Israel atas wilayah Palestina,” tutupnya.
Sumber: https://www.ohchr.org
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di sini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini