Dr. Sajidah Abu Fares – Wakil Presiden GWCQP dan Presiden Koalisi Cendekiawan dan Advokat Perempuan Global
Mukadimah
7 Upaya Bagi Seorang Da’i dalam Perjuangan Menerangi Masjid Al-Aqsa — Sebagaimana yang sudah sering kita dengarkan bersama, inilah hadits pesan Rasulullah kepada Maimunah, “Aku bertanya kepada Rasulullah saw., Wahai Rasulullah! Fatwakan kepada kami tentang Baitul Maqdis” Beliau saw menjawab, “ia adalah negeri mahsyar (dikumpulkan) dan mansyar (dibangkitkan). Datanglah kalian dan shalatlah kalian disana, karena satu kali shalat disana sama dengan seribu kali shalat di tempat lain”. Aku bertanya lagi, “bagaimana jika aku tidak mampu mendatanginya?” Beliau menjawab, “Kirimkan minyak untuk menyalakan lampu yang ada di dalamnya. Siapa yang melakukan hal itu maka ia seperti telah mendatanginya”. H.R Ibnu Majah
Maka saat ini seluruh upaya yang kita berikan turut memberikan ‘penerang’ dalam penjagaan Baitul Maqdis. Sekecil apapun upaya kita kerja-kerja kita di sini, ini akan menyempurnakan perjuangan mereka di sana.
Materi
Melakukan pembelaan, menerangi masjid Al Aqsa merupakan sebuah aksi dan amal yang harus direncanakan. Kita tidak boleh hanya menyampaikan apa yang ada di dalam kepala kita, kita perlu melalui persiapan yang matang — jangan seadanya. Bahkan seorang dai perlu memiliki rencana materi selama satu bulan. Berikut beberapa unsur atau upaya yang harus dijaga oleh para da’i dalam upaya menerangi Masjid Al Aqsa:
1. Memilih tema yang akan kita sampaikan
Apa yang akan kita sampaikan? Dari sisi mana akan membaha Al-Aqsa? Dari segi arsitekturnya? Tidak cukup hanya dengan bagian di Masjid Al Aqsa. Dalam materi Masjid Al Aqsa, kita juga perlu menyampaikan kabar gembira. Apa makna keluarga bagi keluarga Palestina, seberapa kuat makna takbir dan bagaimana takbir mampu menakuti Zionis.
Seorang daiyah harus memiliki perencanaan materi yang akan disampaikan kepada jamaahnya sebagaimana seorang guru mengajarkan muridnya secara bertingkat mulai dari huruf, kata, hingga kalimat. Semua harus terukur dan jelas.
2. Materi yang berkaitan dengan Baitul Maqdis tidak hanya satu sisi, karenanya kita membutuhkan spesialisasi; tafsir, hadits, fiqh dlsb
Dr Sajidah merupakan doktor hukum Islam (fiqh), ketika ia membahas keutamaan shalat di Masjid Al Aqsa maka ia akan mengaitkan hal ini dengan hadits seperti membahas keutamaan shalat di sana.
Manakah yang lebih utama? Shalat sendiri atau berjamaah? Jika diambil dari sisi perjuangan kemerdekaan maka shalat berjamaah lebih utama. Karena berjamaahnya umat Islam mampu menggetarkan Zionis. Maka mereka melaksanakan shalat dhuha berjamaah dan diposisikan dekat pintu tempat Zionis masuk untuk memberikan gertakan dan rasa takut kepada Zionis.
Baca juga Serukan Desakan Gencatan Senjata, Adara Gelar Webinar “Gaza Women: Live in Dignity, Die in Dignity”
3. Penyampaian materi harus integral
Penyampaian mengenai Baitul Maqdis harus diangkat dari berbagai sudut pandang, disesuaikan dengan audiens. Dr Sajidah pernah mengisi kajian pada panti jompo yang cukup besar di Yordan, penghuninya bukan dari kalangan orang-orang agamis. Kemudian Dr Sajidah memberikan tantangan pada dirinya sendiri untuk memberikan kajian mengenai Baitul Maqdis, bukan persiapan menghadapi kematian sebagaimana tema yang biasa diberikan untuk audiens Panti Jompo pada umumnya.
Beliau menggiring pembahasan Baitul Maqdis dengan tema: Sebagai seorang yang beriman, kita harus mendekatkan diri kepada Allah dengan cara mengikat hati kita kepada rumah-rumah Allah, dan rumah Allah ialah masjid. Salah satunya ialah Baitul Maqdis. Dengan upaya ini maka seharusnya seluruh aspek pendidikan dan pengetahuan dapat disisipkan dengan kajian tema Baitul Maqdis.
Baca juga Ahmad Manasra, Anak Palestina yang Terpaksa Menjadi Dewasa di Balik Dinginnya Sel Penjara Israel
4. Dai yang mengemban risalah Islam dengan ‘cap’ Baitul Maqdis
Di dalam CV saat kita akan mengisi materi, harus ada stemple cap Baitul Maqdis. Misal ‘aktivis Palestina’. “Tidak ada manusia, da’i yang Allah angkat derajatnya kecuali ada perjuangan pembebasan Baitul Maqdis di dalamnya”. Karenanya ‘cap’ Baitul Maqdis harus melekat pada diri kita.
5. Seorang dai harus berinteraksi dengan masyarakat
Di dalam masyarakat ada yang memiliki pemahaman sedikit adapula yang memiliki banyak pemahaman perihal palestina. Tugas kita adalah menarik jamaah kita untuk menyeru pada Baitul Maqdis, dengan ini kita membawa mereka untuk mengerti, dan semakin paham mengenai Baitul Maqdis. Jika seorang dai dalam sepekan tidak bisa menyuarakan kepedulian terhadap Palestina dan mengajak pada donasi (memberikan minyak, hadits Maimunah) untuk palestina maka ia adalah seorang muqasir (tidak melaksanakan tugas dengan baik). Karena tugas da’I adalah menjadi washilah dari bumi ke langit dan Baitul Maqdis adalah salah satu washilah mengetuk pintu langit.
6. Seorang dai harus menjadi contoh bagi sekitarnya
Sebelum kita menyuruh jamaah untuk berdonasi, kita harus berdonasi lebih dulu. Jadilah qudwah yang baik, dan jangan meminta (tangan di bawah) kecuali untuk para pejuang kemerdekaan. Meskipun tangan di bawah tidak baik, tapi jika kita mengulurkan tangan dalam rangka membantu perjuangan kemerdekaan Baitul Maqdis, maka ini bukan lagi tangan di bawah, namun tangan di atas yang membawa kemuliaan.
7. Peristiwa Badai Al Aqsa memiliki pengaruh yang sangat besar.
Maka momen ini jangan sampai luput dan kita biarkan berlalu begitu saja. Kita harus menambah pengetahuan kita dengan mencari dan mengabadikan peristiwa-peristiwa yang terjadi disebabkan oleh Badal Al Aqsa. Sudah seharusnya kita menginventarisir, mencatat peristiwa apa saja yang terjadi, bagaimana respon orang Indonesia? Apa yang penduduk Syam lakukan setelah terjadinya Badai Al Aqsa? Bagaimana respon orang lain menyaksikan ini? Momen-momen ini kita catat dan kita olah (analisa) untuk kita sampaikan kepada jamaah kita.
Misal kisah seorang dokter, sewajarnya seorang dokter pasti merasa sangat sedih ketika melihat pasiennya kesakitan. Namun sejak 7 Oktober, ia berkata “Sabar, kamu baik-baik saja. Ini memang sakit, namun di luar sana ada orang lain yang lebih menderita. Mereka tidak memiliki obat bius, tidak ada peralatan yang steril”. Ia serap kejadian Badai Al Aqsa yang berlangsung dan ia suarakan sebagai penguat bagi para pasiennya.
Wallahu a’lam bishawab
Disampaikan oleh Dr Sajidah Abu Fares dalam pelantikan Koalisi Daiyah Indonesia untuk Al-Quds dan Palestina