Desa Qana yang unik dapat disinggahi setelah melewati kebun zaitun dan kebun jeruk di daerah perbukitan selatan Lebanon. Nama lengkap desa tersebut adalah “Qana al-Jalil”, yang menurut penduduk setempat berarti, “Persinggahan bagi burung yang mencari keselamatan dan keamanan”. Namun, serangan Israel telah lama merusak kedamaian dan keamanan di desa yang biasanya tenang tersebut.
“Qana adalah kota kesucian sekaligus kota syuhada,” kata Wali Kota Qana, Mohammad Kresht, kepada Middle East Eye.
Pada 1993, di tengah pendudukan Israel di Lebanon selatan, desa tersebut menjadi sasaran serangan agresi Israel selama sepekan. Kemudian, pada April 1996, selama operasi militer brutal Israel, yang diberi nama Grapes of Wrath, pasukan Israel menembaki kompleks penjaga perdamaian PBB di desa tersebut, tempat sekitar 800 warga sipil berlindung di dalamnya. Lebih dari 110 orang, termasuk perempuan dan anak-anak, terbunuh.
Khresht, yang saat itu baru berusia 17 tahun, adalah salah satu orang yang berada di dalam kompleks itu.
Lagi-lagi, dalam agresi 34 hari Israel melawan Hizbullah pada tahun 2006, serangan udara Israel menghantam sebuah gedung apartemen di Qana, membunuh sedikitnya 28 warga sipil yang berlindung di desa tersebut. Di antara mereka terdapat 16 anak-anak.
Apa yang terjadi pada masa lalu, kembali berulang pada saat ini. Israel telah menghancurkan sebagian besar desa tersebut dalam operasi udara dan darat yang gencar terhadap apa yang disebutnya sebagai target Hizbullah.
“Pada tahun 2024, kami telah mengalami perang dengan kebrutalan yang belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Kresht. “Setelah melalui perang pada 1993, 1996, dan 2006, tidak ada yang seganas perang ini.”
Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan pada 5 Desember bahwa 4.047 orang terbunuh dan 16.638 orang terluka dalam agresi Israel. Dari jumlah tersebut, 84 persen di antaranya terbunuh dalam beberapa bulan terakhir, ketika Israel meningkatkan serangannya terhadap Lebanon.
Sepuluh warga sipil terbunuh di Qana. Penduduk Qana telah melarikan diri ke desa tetangga yang berjarak sekitar 12 km dari perbatasan–karena mengira desa itu mungkin lebih aman daripada rumah mereka di selatan.
Setelah perjanjian gencatan senjata dicapai antara Lebanon dan Israel pada 26 November, sebagian besar penduduk Qana telah kembali, banyak di antara mereka, untuk pertama kalinya, menyaksikan kehancuran besar-besaran di desa mereka.
Sebagian besar pusat Kota Qana dan toko-toko serta rumah-rumah disekitarnya telah hancur menjadi tumpukan puing. Kresht mengatakan bahwa 1.500 rumah telah rusak di desa kecil yang hanya berpenduduk sekitar 20.000 jiwa itu.
“Ini adalah pertama kalinya kami mengalami kehancuran seperti itu di Qana,” kata wali kota itu.
Sumber: https://www.middleeasteye.net
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di sini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini