Bertepatan dengan Hari Solidaritas Internasional dengan Rakyat Palestina yang jatuh pada Jumat 29 November 2024, Adara melaksanakan acara ‘Layali Filastin’ di Al-Jazeera Signature, Jakarta Pusat.
Acara ini menampilkan pameran kebudayaan Palestina selama sepekan, yang diakhiri dengan charity dinner.
Layali Filastin, yang menjadi tajuk acara malam ini, memiliki arti “malam-malam Palestina”. Meskipun acara charity dinner ini hanya satu malam, namun Adara berharap malam yang menjadi peringatan solidaritas dengan rakyat Palestina ini menjadi malam yang terasa bermalam-malam. Setiap malam adalah untuk Palestina.
‘Layali Filastin’ menghadirkan Chef Michelle Santoso, yang merupakan seorang chef spesialis masakan Palestina, Chef Abu Ali selaku executive chef Al-Jazeerah, dan tamu dari Palestina, Brother Muhammad. Dimeriahkan dengan sesi live cooking, mini talkshow, selebrasi membalikkan nasi Maqluba, dan lelang kemanusiaan, ‘Layali Filastin’ bukan hanya menyajikan berbagai menu lezat khas Palestina, namun juga menampilkan kepedulian untuk Palestina melalui pengakuan atas keaslian budaya nya, yakni kuliner khas Palestina.
“Pada hari solidaritas dengan bangsa Palestina ini, kita mengakui hak-hak bangsa Palestina salah satunya dalam hal budaya kuliner mereka. Adapun ‘Layali Filastin’ mengandung makna, bahwa kebersamaan kita semua terhadap Palestina, bukan hanya pada malam ini, tetapi akan selalu ada hingga malam-malam lainnya.” Kata Maryam Rachmayani, Direktur Adara Relief International.
Acara diawali dengan sesi sharing dari seorang pemuda asal Gaza, brother Muhammad, yang menceritakan tradisi kuliner Palestina. Namun lebih dari sekedar tradisi, kuliner bagi bangsa Palestina merupakan identitas bagi bangsa Palestina yang terjajah, terutama mereka yang berada di pengungsian dan diaspora. Bagi Muhammad, yang saat ini sedang menempuh pendidikan doktoralnya di Malaysia dan tidak dapat kembali ke tanah air karena blokade Israel, hidangan khas Palestina membawa nuansa tersendiri yang menghadirkan ‘rasa rumah’, untuk mengobati kerinduannya akan kampung halaman.
Sebagai hidangan pembuka, acara charity dinner ini menyajikan falafel dan humus secara istimewa, karena diawali dengan penampilan live cooking dari Executive Chef Al-Jazeerah, Abu Ali, dan chef Michelle sebagai chef tamu. Dalam sesi ini, kedua chef menjelaskan tentang bahan-bahan falafel dan cara memasaknya. Hidangan ini adalah bola dari kacang arab yang lezat dengan balutan bumbu yang renyah di luar, namun lembut di dalam. Bagi warga Palestina, falafel lebih dari sekadar hidangan nasional yang diadaptasi dari resep yang berasal dari negara-negara tetangga seperti Mesir dan Suriah. Ini mewakili identitas dan melambangkan siapa mereka, membawa kenangan dari setiap rumah. Begitu pula dengan humus, yang merupakan saus sarapan lezat yang terbuat dari kacang arab, tahini dan rempah-rempah.
“Humus adalah makanan asli dari Timur Tengah, termasuk Palestina. Namun, Zionis berupaya mengambil alih identitas hidangan ini dengan membuat ‘Hari Hummus Internasional’ yang disebutkan untuk dapat mempromosikan Israel. Ini adalah tindakan yang secara terang-terangan berupaya untuk mendelegitimasi sejarah dan budaya Palestina.” ujar Rufaidah, ketua panitia acara Layali Filastin saat menjelaskan tujuan pemilihan hidangan pembuka pada malam charity dinner tersebut.
Sambil menyantap hidangan pembuka, peserta juga mendapatkan hiburan dari brother Muhammad yang membawakan sebuah lagu Palestina berjudul “Saufa Nabqa Huna”. Lagu dalam bahasa Arab ini bernada sendu, memiliki lirik yang menyentuh hati, dan menunjukkan keteguhan bangsa Palestina dalam menghadapi penderitaan di bawah penjajahan.
Kemudian untuk hidangan utama, para peserta berkesempatan menyaksikan selebrasi membalikkan nasi Maqluba secara langsung oleh Chef Michelle, sebelum hidangan tersebut disajikan ke atas meja. Turut membersamai selebrasi ini yaitu chef Abu Ali yang telah memasaknya terlebih dahulu, Direktur Utama Adara Relief International, Ibu Maryam Rachmayani, dan brother Muhammad.
Cerita rakyat Palestina mengatakan bahwa nama hidangan tersebut berasal dari Salahuddin Al-Ayyubi. Saat ia membebaskan Al-Quds (Jerusalem) pada tahun 1187, penduduk setempat menyajikan hidangan yang disebut Bazenjaniya (Terong). Dia terhibur dengan cara piring itu dibalik saat disajikan berseru “Jadi ini Maqluba (terbalik)!”. Sejak itulah nama Maqluba untuk hidangan ini menjadi banyak digunakan. Meskipun ini hanyalah cerita rakyat dan tidak ada bukti konkret untuk menegaskan atau menyangkal validitas cerita ini, namun sejarawan dan peneliti makanan mengatakan bahwa Maqluba adalah hidangan kuno yang disajikan selama era Umayyah dan Abbasiyah di Palestina.
“Maqluba begitu penting karena hidangan ini disajikan untuk pertemuan bersama, bukan untuk individu. Hidangan ini juga memiliki dimensi historis karena dikaitkan dengan pembebasan Al-Quds dari tentara salib.” terang Rufaidah, “bahkan saat ini, Maqluba telah menjadi makanan utama para penjaga Masjid Al-Aqsa yang dapat menimbulkan kemarahan bagi tentara Israel karena identitasnya yang kuat sebagai warisan budaya Palestina.
Sembari menikmati Maqluba, peserta Layali Filastin menyimak mini talkshow yang menghadirkan Chef Michelle dan Chef Abu Ali. Saat ditanya apa yang memotivasi Chef Michelle untuk aktif mendalami dan memperkenalkan budaya kuliner Palestina, ia mengatakan bahwa sebagai seorang dengan etnis tiongkok, ia melihat banyak nilai-nilai kekeluargaan yang sama antara Tiongkok dan Palestina: “Mereka sangat berorientasi pada kekeluargaan, mereka suka menghidangkan banyak makanan di atas meja. Saya ingin berbicara bahwa betapa sangat terhubungnya kita sebagai manusia.” ungkap Chef Michelle, yang tak lupa juga menyatakan bahwa kita harus mengingat apa yang sedang terjadi di Gaza. Begitu pula dengan Chef Abu Ali, yang dalam kesempatannya berbicara juga menyuarakan kesedihannya untuk agresi di Gaza dan menyerukan untuk terus mengingat mereka yang telah wafat dan mendoakan Palestina.
Usai menyantap hidangan utama Maqluba, para peserta mendapatkan hidangan penutup berupa Kunafa. Hidangan ini terbuat dari kataifi, atau kue phylo yang diisi dengan keju dan ditaburi dengan pistachio. Rasanya manis, teksturnya renyah, dan isian di dalamnya lembut.
Sambil menikmati hidangan penutup yang lezat ini, acara Layali Filastin mencapai puncaknya, yakni sesi Lelang Kemanusiaan. Ibu Citra selaku MC dalam acara ini mendapatkan pendamping di sesi lelang yakni Ustadzah Nani Handayani. Kedua MC kemudian memperkenalkan berbagai barang khas Palestina yang kemudian laris manis dilelang, yaitu: sulam peta Palestina karya pengungsi Palestina, pakaian khas Palestina asli berupa thobe dan kafiyeh, serta miniatur mimbar karya pengrajin Jepara bapak Abdul Muthalib yang merupakan pengukir replika mimbar Salahuddin Al-Ayyubi di Masjid Al-Aqsa.
Usai lelang, acara ditutup dengan doa yang dibacakan oleh Brother Muhammad, kemudian dilanjutkan dengan ramah tamah. Adapun seluruh hasil dari lelang kemanusiaan dalam Layali Filastin ini akan diberikan untuk Program Winter Relief untuk membantu penduduk Palestina menghadapi musim dingin yang berat di bawah penjajahan dan genosida Israel. Sebagai lembaga kemanusiaan yang berfokus pada wilayah krisis kemanusiaan di Palestina, Adara berkomitmen untuk terus menyalurkan bantuan dari donatur di Indonesia agar dapat segera diterima oleh penerima manfaat di Palestina.
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di sini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini