Sejak pandemi virus Covid-19, sistem ketahanan pangan dan sistem kesehatan Indonesia melemah sehingga menyebabkan semakin melebarnya ketimpangan akses dan menurunnya kualitas layanan kesehatan dan gizi. Pada Laporan Tahunan UNICEF 2021 Terdapat sekitar 45% rumah tangga dengan anak yang porsi dan nilai gizi makanan yang tersedia di rumah berkurang sepanjang 2021.[1] Saat ini Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan menengah lainnya. Di samping itu, terdapat wasting dan underweight yang ikut menggambarkan status kekurangan gizi di Indonesia.
Stunting merupakan tinggi badan yang rendah menurut usia anak atau gangguan tumbuh kembang akibat kekurangan gizi terutama pada 1000 hari pertama kehidupannya, dan infeksi yang persisten sehingga anak menjadi pendek atau sangat pendek. Anak yang stunting tidak selalu tampak kurus karena anak bisa saja terlihat gemuk atau berat badannya normal, hanya tinggi badannya lebih pendek daripada ukuran yang seharusnya pada usia tersebut (TB/U).
Wasting adalah kondisi anak yang berat badannya menurun seiring waktu hingga total berat badannya jauh di bawah standar kurva pertumbuhan. Seorang anak bisa memiliki tinggi badan yang cukup tetapi berat badannya rendah (kurus), dan menunjukkan penurunan berat badan (akut) dan parah. Anak yang menderita stunting akibat kekurangan zat gizi protein secara kronis atau anak yang mengalami wasting akibat kehilangan berat badan secara akut dapat dimasukkan ke dalam kriteria anak dengan gizi kurang atau underweight.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia yang dilaksanakan pada 2021 mengungkapkan prevalensi bahwa 24,4% anak mengalami tubuh pendek (stunting) dan 7,1% mengalami tubuh kurus (wasting).[2] Prevalensi stunting ini telah mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Akan tetapi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan batas toleransi stunting suatu negara hanya 20% yang berarti masalah kesehatan masyarakat Indonesia dianggap kronis.
Stunting terjadi ketika 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) atau periode emas dari seorang tidak mendapatkan asupan nutrisi yang memadai untuk mendukung tumbuh kembangnya. Pemenuhan gizi pada 1.000 HPK bayi sangatlah penting untuk tumbuh kembang anak selanjutnya. Kekurangan angka kecukupan gizi pada 1.000 HPK berhubungan dengan rendahnya kemampuan kognitif dan perkembangan motorik saat anak memasuki usia sekolah (9 tahun) dan (8–11 tahun), bahkan gangguan kognitif tersebut bersifat permanen. Selain itu, terganggunya pertumbuhan anak karena kekurangan gizi pada dua tahun pertama berisiko terhadap gangguan emosi dan perilaku buruk pada masa remajanya, termasuk peningkatan gejala cemas dan depresi.[3]
Infografis angka kecukupan gizi
Sumber: mediaindonesia.com
Stunting disebabkan oleh faktor multidimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami, baik oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting perlu dilakukan pada 1.000 HPK dari anak balita.[4] Berikut ini merupakan beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting yaitu:
- Praktik pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0–6 bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif, dan 2 dari 3 anak usia 0–24 bulan tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) yang bergizi.
- Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk pelayanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan), Post-Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas.
- Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi. Hal ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal. Menurut beberapa sumber (RISKESDAS 2013, SDKI 2012, SUSENAS), komoditas makanan di Jakarta 94% lebih mahal dibanding dengan di New Delhi, India. Harga buah dan sayuran di Indonesia lebih mahal daripada di Singapura. Terbatasnya akses ke makanan bergizi di Indonesia juga dicatat telah berkontribusi pada 1 dari 3 ibu hamil yang mengalami anemia.
- Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air besar (BAB) di ruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih.
Stunting dan permasalahan kekurangan gizi lain yang terjadi pada balita erat kaitannya dengan kemiskinan. Stunting umumnya terjadi akibat balita kekurangan asupan penting seperti protein hewani dan nabati serta zat besi. Pada daerah-daerah dengan kemiskinan tinggi, seringkali ditemukan balita kekurangan gizi akibat ketidakmampuan orang tua untuk memenuhi kebutuhan primer rumah tangga. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, mengungkapkan, permasalahan kemiskinan ekstrem dan stunting saling beririsan hingga mencapai angka 60%. Meskipun demikian, stunting juga banyak ditemukan di kalangan penduduk berpenghasilan lebih tinggi. Data Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa 25% anak dari desil kesejahteraan tertinggi mengalami stunting, dibanding 43% anak dari desil termiskin.[5]
Stunting merupakan masalah yang serius bagi suatu negara karena akan menyebabkan turunnya produktivitas dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) negara pada masa mendatang. Pemberian gizi seimbang merupakan upaya dalam penanggulangan stunting yang terjadi pada anak. Tanpa gizi yang baik anak-anak akan kehilangan kemampuan untuk mencapai potensi penuh mereka. Namun, stunting bukan hanya disebabkan kurangnya akses pangan (kasus rumah tangga miskin), melainkan juga oleh faktor-faktor sosial-ekonomi, kesehatan, perilaku, pola asuh, dan kognitif lain, seperti pemberian air susu ibu (ASI) non-eksklusif dan pendidikan orang tua. Persoalan Indonesia dengan prevalensi stunting yang masih sangat tinggi ini harus segera ditindaklanjuti. Penurunan stunting merupakan Prioritas Nasional yang membutuhkan peran pemerintah pusat dan daerah melalui kerjasama multisektor, serta tidak terlepas dari kesadaran masyarakat Indonesia untuk hidup sehat.
Vannisa Najchati Silma, S. Hum
Penulis merupakan Relawan Adara Relief International yang mengkaji tentang realita ekonomi, sosial, politik, dan hukum yang terjadi di Palestina, khususnya tentang anak dan perempuan. Ia merupakan lulusan sarjana jurusan Sastra Arab, FIB UI.
Sumber:
Bappenas, Penetapan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2021-2024, https://jdih.bappenas.go.id/data/abstrak/2021-KEPMEN-PPN-124-Rencana_Aksi_Nasional_Pangan_dan_Gizi_tahun_2021-2024.pdf
https://p2ptm.kemkes.go.id/post/stunting-ancaman-generasi-masa-depan-indonesia
https://www.republika.id/posts/36430/mengeroyok-kemiskinan-dan-stunting
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2017. 100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). https://www.tnp2k.go.id/images/uploads/downloads/Buku%20Ringkasan%20Stunting.pdf
UNICEF, Laporan Tahunan 2021, https://www.unicef.org/indonesia/media/13816/file/Laporan%20Tahunan%202021%20-%20Single%20page.pdf
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1673/stunting-vs-wasting-pada-anak
- UNICEF, Laporan Tahunan 2021, https://www.unicef.org/indonesia/media/13816/file/Laporan%20Tahunan%202021%20-%20Single%20page.pdf hlm. 5. ↑
- UNICEF, Laporan Tahunan 2021, https://www.unicef.org/indonesia/media/13816/file/Laporan%20Tahunan%202021%20-%20Single%20page.pdf hlm. 5. ↑
- Bappenas, Penetapan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2021-2024, https://jdih.bappenas.go.id/data/abstrak/2021-KEPMEN-PPN-124-Rencana_Aksi_Nasional_Pangan_dan_Gizi_tahun_2021-2024.pdf hlm. 1. ↑
- Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2017, 100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting), https://www.tnp2k.go.id/images/uploads/downloads/Buku%20Ringkasan%20Stunting.pdf hlm. 7. ↑
- Bappenas, Penetapan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2021-2024, https://jdih.bappenas.go.id/data/abstrak/2021-KEPMEN-PPN-124-Rencana_Aksi_Nasional_Pangan_dan_Gizi_tahun_2021-2024.pdf ↑
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini