Adara Relief – Gaza. Belajar dari peristiwa pembebasan Al Quds oleh Shalahuddin Al-Ayyubi dan pasukannya (al-Fathu as-Sholahy) adalah bagian yang tak mungkin diabaikan, terutama bagi para penggiat amal Palestina.
Dalam setiap fase sejarah ada tokoh sentral. Namun menyoroti tokoh tersebut berikut bagian-bagian dan orang-orang penting di dalamnya adalah tradisi yang mampu menjadikan setiap fase sejarah umat ini hidup dan menghidupkan.
Sholahuddin tak sendiri dalam perjuangannya dan bukan pula inisiator pertama dalam pembebasan Baitul Maqdis di masa itu. Ia adalah pelanjut cita-cita berikut strategi para pendahulunya, Imaduddin Zanky dan putranya Nuruddin Zanky. Sholahuddin sadar betul bahwa perjuangan adalah tentang seberapa optimal kita mengambil bagian dari proyek besar menolong Agama Allah SWT.
Stategi menguasai Mesir dan Damaskus sebelum memasuki dan membebaskan Baitul Maqdis adalah langkah lanjutan dari kedua pendahulunya. Meski ketokohan, kepiawaian dan keilmuan Sholahuddin tak dipungkiri menjadi magnet tersendiri bagi beralihnya penduduk Mesir yang semula pengikut Syiah menjadi Ahlussunnah dengan damai juga merupakan modal utama kejituan strategi beliau selanjutnya menghadapi pasukan salib.
Tercatat Sholahuddin ternyata bukan hanya seorang pemimpin namun ia juga seorang alim. Ia adalah murid dari Imam Ibnu Asakir seorang ahli fikih dan ilmu hadits dari madzhab Syafi’i.
Jika strategi Nuruddin Zanky menguasai Damaskus untuk mengunci akses bagian Utara Al-Quds dengan menikahi puteri Gubernurnya Ismatuddin Khatun, maka sepeninggal Nuruddin, Sholahuddin juga mempersuntingnya. Posisi Ishma begitu penting dalam lingkaran pendukung dan penyemangat di sekeliling Shalahuddin. Ia menjadi penyambung semangat Nuruddin Zanky untuk membebaskan Baitul Maqdis.
Satu bagian lagi yang tidak dilupakan Sholahuddin yaitu seleksi pasukan. Barisan terdepan pasukan adalah mereka yang didapati Sholahuddin dalam inspeksi sembunyi-sembunyinya selalu menjaga sholat malamnya. Karena Sholahuddin amat menyadari kekuatan sebenarnya didapat dari kedekatan dengan Allah SWT. Bukan karena pasukan dan persenjataan. Sholat malam adalah kekuatan. Siapa yang tidak kuat bangun sholat malam ia tidak akan kuat menghadapi musuh.
Allah SWT telah menunjukkan semua musuh-musuh besarnya bukan dikalahkan dengan pasukan besar. Mereka justru terkalahkan hanya dengan hal kecil. Sebut saja Namrudz yang dengan kekuasaannya hendak membakar Nabiyullah Ibrahim as dengan kayu bakar setinggi gunung, mati hanya oleh seekor nyamuk betina. Fir’aun mati oleh air meski kondisi Nabiyullah Musa as yang dikejarnya sudah terjepit.
Hal yang sama pada al-Fathu as-Sholahy, meski jumlah pasukan Sholahuddin lebih sedikit dari pasukan salib namun mampu membuat mereka bertekuk lutut. Sungguh pelajaran dari peristiwa ini adalah tentang mereka yang berjuang dengan membuktikan kesungguhan lewat amal-amal nyata dan terus bersandar pada kekuatan sejati.
Catatan Adara Relief International dalam acara Kajian Tatsqif Kepalestinaan KNRP 23/10/2018_