Hari Penyandang Disabilitas Internasional diperingati setiap tanggal 3 Desember. Peringatan ini merupakan simbol untuk meningkatkan kesadaran semua pihak, betapa pentingnya pemenuhan hak difabel dalam semua sektor. Penyandang disabilitas atau difabel merupakan orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam berinteraksi dengan lingkungan dalam jangka waktu lama (Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas).
Seiring berjalannya waktu, istilah penyandang disabilitas banyak diganti dengan kata difabel yang dianggap lebih halus dan sopan. Difabel merupakan akronim dari Different Ability, atau Different Ability People, manusia dengan kemampuan yang berbeda. Istilah ini digunakan untuk menyebut individu yang mengalami kelainan fisik. Namun demikian, istilah disabilitas merupakan sebuah pendekatan untuk mendapatkan istilah yang netral dan tidak menyimpan potensi diskriminasi dan stigmatisasi.
Berdasarkan data Survei Sosial-Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2019, terdapat jumlah penyandang disabilitas di Indonesia sebesar 9,7% dari jumlah penduduk, atau sekitar 26 juta orang. Kelompok kesulitan fungsional terbanyak di Indonesia, yakni penyandang disabilitas kategori berat sebanyak 6,1 juta jiwa yang terdiri atas 1,2 juta jiwa dengan keterbatasan fisik, 3,07 juta jiwa dengan keterbatasan sensorik, 149 ribu jiwa dengan keterbatasan mental, dan 1,7 juta jiwa dengan keterbatasan intelektual.[1]
Teman difabel merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang mempunyai kedudukan, hak, kewajiban, serta peran yang sama dengan masyarakat Indonesia lainnya dalam kehidupan dan penghidupannya. Dalam upaya penghormatan hak-hak penyandang disabilitas, Indonesia menerbitkan beberapa undang-undang tentang pemberdayaan penyandang disabilitas. Di antaranya, Undang Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sebagai landasan hukum untuk memastikan terselenggaranya aksi-aksi nyata penghormatan disabilitas di Indonesia. Tiga tahun setelahnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi Terhadap Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.
Meskipun telah diberlakukan undang-undang yang menjamin hak-hak teman difabel, pada kenyataanya masih banyak kebutuhan pokok mereka yang terabaikan. Di samping itu, tidak sedikit dari masyarakat yang memandang kaum difabel dengan stigma negatif hanya karena perbedaan yang tampak dari mereka. Stigma tersebut menimbulkan diskriminasi dalam bentuk perilaku meremehkan, kekerasan, dan pelecehan. Banyak orang yang beranggapan bahwa penyandang disabilitas ialah orang yang tidak mampu melakukan apa pun dan selalu membutuhkan bantuan. Selain itu, penerapan UU tersebut belum maksimal dan masih banyak persoalan ketidaksetaraan terhadap teman difabel. Padahal, mereka memiliki kebutuhan yang sama pentingnya dengan masyarakat pada umumnya dan memiliki kemampuan untuk berdaya dengan dukungan dari negara dan masyarakat.
Di antara sektor pemberdayaan dan dukungan yang seharusnya didapat oleh teman difabel adalah:
-
Pendidikan
Pada aspek pendidikan, pemerintah memiliki kewajiban terhadap peserta didik penyandang disabilitas berdasarkan UU No 8 Tahun 2016, yaitu memfasilitasi pendidikan untuk penyandang disabilitas di setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan kewenangannya. Pendidikan untuk penyandang disabilitas dilaksanakan dalam sistem pendidikan nasional melalui pendidikan inklusi dan pendidikan khusus. Di samping itu, pemerintah juga mengikutsertakan anak penyandang disabilitas dalam program wajib belajar 12 (dua belas) tahun. Akan tetapi, meskipun telah tercantum dalam UU, masih banyak dari teman difabel yang belum bisa mendapatkan hak pendidikan.
Tingkat pendidikan kelompok penyandang disabilitas, Susenas (2018–2020)
Berdasarkan data Susenas 2018–2020, tingkat pendidikan kelompok penyandang disabilitas mayoritas merupakan lulusan pendidikan dasar, dengan persentase 29,61%, jumlah ini tidak jauh berbeda dengan penyandang disabilitas yang tidak menyelesaikan pendidikan dasar, yaitu sebanyak 27,74%. Mereka yang mampu menyelesaikan pendidikan menengah pertama dan atas hanya 24,51%, angka ini semakin kecil jika melihat pada pendidikan tinggi yang hanya mencapai 5,12%.[2]
Pendidikan merupakan gerbang bagi teman difabel untuk menjadi tenaga kerja terampil sehingga bisa memperbaiki taraf hidupnya. Sayangnya, meski lembaga pendidikan untuk teman-teman difabel di wilayah perkotaan cukup mudah ditemukan, tetapi lembaga pendidikan untuk penyandang disabilitas di wilayah pedesaan masih sulit ditemukan. Bahkan, walaupun sekolah khusus telah tersedia, terdapat keterbatasan guru serta sarana dan prasarana. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan teman-teman difabel perlu mendapatkan perhatian serius karena berkaitan dengan tingkat penerimaan bekerja dan kemampuan untuk mengasah keterampilan sebagai bekal mencari penghidupan.
Di lingkungan sekolah, teman difabel juga kerap berhadapan dengan diskriminasi atau kekerasan. Oleh karena itu, Direktorat Sekolah Dasar melakukan berbagai upaya untuk memberikan hak pendidikan yang layak bagi anak penyandang disabilitas melalui berbagai program, di antaranya mendorong kabupaten atau kota dalam upaya perlindungan anak difabel di satuan pendidikan jenjang sekolah dasar, khususnya dalam hal penghapusan 3 dosa besar pendidikan yaitu intoleransi, kekerasan seksual, dan perundungan (bullying). Di antaranya dengan melakukan pendampingan pencegahan kekerasan terhadap anak di satuan pendidikan, termasuk terhadap anak disabilitas, juga memberikan pendampingan untuk pengauatan pendidikan karakter dalam rangka mencegah perundungan di sekolah dasar.
-
Kesehatan
Beragam jenis kasus dan kendala yang dihadapi oleh teman difabel dalam mendapatkan hak masih sangat dirasakan, termasuk dalam mengakses layanan kesehatan. Dari 26 juta penyandang disabilitas di Indonesia, 31% atau 8 juta orang belum memiliki jamkes (jaminan kesehatan), padahal mereka merupakan kelompok rentan yang paling membutuhkan pelayanan kesehatan karena kekhususannya untuk mendapatkan pelayanan rutin. Riset tersebut juga menemukan bahwa selain kekurangan jumlah tenaga kesehatan (nakes), pengetahuan nakes juga kurang memadai dalam memahami kebutuhan disabilitas. Contoh sederhana, banyak di antara nakes tidak memahami cara berkomunikasi dengan penyandang tuli sehingga pasien tidak dapat menyampaikan keluhan penyakitnya dengan maksimal.
-
Pekerjaan
Beralih ke dunia pekerjaan, lapangan kerja yang terbuka bagi para teman difabel masih sedikit, meskipun Undang-Undang Tentang Penyandang Disabilitas sesungguhnya mewajibkan instansi pemerintah dan swasta menyediakan kuota bagi teman difabel. Pasal 53 Ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, menyatakan bahwa pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) harus mempekerjakan penyandang disabilitas paling sedikit 2%, sementara perusahaan swasta 1%.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan bahwa partisipasi angkatan kerja teman difabel di Indonesia masih rendah. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2021, jumlah pekerja dengan disabilitas di Indonesia mencapai 7,04 juta orang atau sekitar 5,37% dari total penduduk yang bekerja. Angka tersebut turun dibanding tahun 2020, yaitu jumlah pekerja dengan disabilitas mencapai 7,67 juta orang atau 5,98% dari total penduduk bekerja.[3]
Pekerja dengan disabilitas yang tercatat dalam laporan BPS tersebut adalah pekerja usia 15 tahun ke atas yang mengalami gangguan penglihatan, pendengaran, mobilitas, gangguan dalam menggunakan atau menggerakkan jari atau tangan, serta gangguan dalam berbicara, memahami, atau berkomunikasi dengan orang lain.
Jumlah pekerja dengan disabilitas menurut status pekerjaan
Sumber: databoks.katadata.co.id
Jika dirinci menurut status pekerjaannya, pada 2021 mayoritas pekerja dengan disabilitas di Indonesia berusaha sendiri, dengan jumlah sekitar 2,06 juta orang. Jumlah ini turun dibanding tahun sebelumnya yang masih mencapai 2,15 juta orang. Penurunan juga terjadi di sebagian besar kelompok status pekerjaan lain, kecuali kelompok pekerja bebas non pertanian yang jumlahnya meningkat seperti terlihat pada grafik.
Selain terbatasnya ketersediaan lapangan kerja, diskriminasi serta stigma bagi teman difabel di dunia kerja masih terasa. Teman difabel dianggap tidak mampu bekerja dengan baik dan maksimal. Dampaknya, teman difabel cenderung tidak bisa menyampaikan disabilitasnya dengan jujur karena merasa khawatir tidak akan diterima karena adanya stigma tersebut. Tantangan lain bagi penyandang disabilitas adalah hambatan berupa infrastruktur kantor yang kurang memadai, kemampuan beradaptasi dengan teknologi, serta akomodasi menuju tempat kerja yang tidak tersedia.
Oleh karena itu, tidak sedikit teman-teman difabel yang menjadi pengangguran dan berada dalam lingkar kemiskinan. Berdasarkan data Susenas 2018–2020, terdapat 11,42% kelompok difabel yang hidup di bawah garis kemiskinan, lebih banyak daripada nondifabel, yaitu sebesar 9,63%. Sementara itu, tingkat kemiskinan pada teman difabel ganda atau multi (lebih dari satu), lebih tinggi lagi yakni sebesar 13,38%.[4]
Sebenarnya banyak profesi yang bisa dikerjakan teman difabel, sebagaimana yang dikerjakan oleh orang pada umumnya. Mereka bisa mengerjakannya dengan catatan sesuai dengan kemampuan fisik masing-masing. Oleh karena itu, dibutuhkan pemetaan kembali dari pemerintah agar Balai Latihan Kerja (BLK) bisa berjalan dengan maksimal. Dengan begitu, diharapkan ada banyak peluang bagi teman difabel untuk hidup mandiri secara ekonomi.
Jikalau teman-teman difabel mendapat kesempatan, mereka juga bisa membuktikan kemampuan mereka. Salah satunya Anjas Pramono yang menciptakan aplikasi bernama Difodeaf, yang merupakan singkatan dari Dictionary for Deaf. Anjas seorang difabel yang didiagnosis dengan penyakit tulang bernama Osteogenesis Imperfecta. Penyakit itu membuat tulang Anjas keropos dan rapuh hingga membuatnya harus berjalan menggunakan tongkat. Aplikasi tersebut berawal ketika Anjas menemukan kamus bahasa isyarat keluaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tahun 2004. Sayang, kamus itu sungguh tidak praktis. “Beratnya 2,5 kilogram dengan total hampir 500 halaman,” kenang Anjas. Ia ingin agar kamus itu juga dapat diakses dengan mudah oleh nondifabel.
“Supaya lebih efektif untuk teman-teman awam. Jadi, tidak terbatas untuk teman-teman difabel. Karena kan kita nggak bisa maksa. Jadi, harus diri kita sendiri yang mengedukasi masyarakat agar bisa bahasa isyarat,” ujar Anjas. Selain Difodeaf, Anjas juga membuat aplikasi bernama Locable (Location for Difable) yang berguna untuk penyandang disabilitas dalam mengakses tempat yang ramah untuk mereka. Anjas juga kemudian merancang aplikasi Jubilitas untuk memberi ruang kepada teman difabel dalam berwirausaha. Berbagai penghargaan telah ia dapatkan berkat ide dan penemuannya. Anjas mengatakan keberhasilannya meraih berbagai prestasi seharusnya menjadi bukti bahwa teman difabel mampu berprestasi jika diberikan kesempatan. Menurutnya, yang terpenting bagi para teman difabel adalah pemberian kesempatan yang sama.
Ajang olahraga teman difabel, ASEAN Para Games juga salah satu peluang kesempatan bagi atlet-atlet difabel. ASEAN Para Games atau merupakan ajang olahraga dua tahun sekali yang diadakan setelah Pesta Olahraga Asia Tenggara (SEA Games) untuk atlet-atlet difabel. Pada 2022, ajang olahraga tersebut diselenggarakan di Kota Solo, Indonesia. Berhasil membuktikan kemampuannya, atlet difabel Indonesia menjadi juara umum dengan raihan 175 medali emas, 144 medali perak, dan 106 medali perunggu.
Menjadi seorang difabel tentu tidak mudah. Mereka terpaksa harus menerima kondisi dan mencintai diri mereka apa adanya. Membangkitkan rasa percaya diri bagi teman difabel sangatlah penting. Oleh karena itu, memberikan kesempatan yang sama dalam hal apa pun akan dapat membangun rasa percaya diri dan kemandirian. Setiap manusia memiliki jalan hidupnya masing-masing, walaupun teman difabel memiliki keterbatasan, mereka pasti memiliki kelebihan untuk menjalani kehidupan mereka. Tidak ada stigma buruk bagi penyandang disabilitas. Mereka juga manusia yang memiliki hak dan kewajiban yang setara. Pemenuhan dan perlindungan hak-hak difabel, perlu dukungan dari semua pihak. Mulai dari lembaga pendidikan, dunia usaha, LSM, media massa, hingga masyarakat. Tidak ada yang berhak menerima perilaku diskriminatif, penelantaran, eksploitasi, pelecehan, maupun tindak kekerasan, terlebih lagi teman difabel yang memiliki keterbatasan.
Vannisa Najchati Silma, S. Hum
Penulis merupakan Relawan Adara Relief International yang mengkaji tentang realita ekonomi, sosial, politik, dan hukum yang terjadi di Palestina, khususnya tentang anak dan perempuan. Ia merupakan lulusan sarjana jurusan Sastra Arab, FIB UI.
Sumber:
https://adararelief.com/kisah-inspiratif-teman-difabel-bisa-sukses/
https://adararelief.com/8-juta-difabel-indonesia-belum-memiliki-jaminan-kesehatan/
Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian, dan Sekretaris Jenderal RI, Budget Issue Brief: Kesejahteraan Rakyat, Vol. 02, Ed. 10, Juni 2022, https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/bib/public-file/bib-public-126.pdf
Kementerian PPN/Bappenas, 2021, Tinjauan Peningkatan Akses dan Taraf Hidup Penyandang Disabilitas Indonesia : Aspek Sosio-Ekonomi dan Yuridis, https://perpustakaan.bappenas.go.id/e-library/file_upload/koleksi/dokumenbappenas/file/Staf%20Ahli%20Menteri%20Bidang%20Sosial%20dan%20Penanggulangan%20Kemiskinan/Kajian%20Disabilitas%20-%20Tinjauan%20Peningkatan%20Akses%20dan%20Taraf%20Hidup%20Penyandang%20Disabilitas%20Indonesia%20Aspek%20%20Sosioekonomi%20dan%20Yuridis.pdf
https://www.kemhan.go.id/pusrehab/2016/11/24/artikel-kebijakan-penyandang-disabilitas.html
- Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian, dan Sekretaris Jenderal RI, Budget Issue Brief: Kesejahteraan Rakyat, Vol. 02, Ed. 10, Juni 2022, https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/bib/public-file/bib-public-126.pdf, hlm. 1. ↑
- Kementerian PPN/Bappenas, 2021, Tinjauan Peningkatan Akses dan Taraf Hidup Penyandang Disabilitas Indonesia : Aspek Sosio-Ekonomi dan Yuridis, https://perpustakaan.bappenas.go.id/e-library/file_upload/koleksi/dokumenbappenas/file/Staf%20Ahli%20Menteri%20Bidang%20Sosial%20dan%20Penanggulangan%20Kemiskinan/Kajian%20Disabilitas%20-%20Tinjauan%20Peningkatan%20Akses%20dan%20Taraf%20Hidup%20Penyandang%20Disabilitas%20Indonesia%20Aspek%20%20Sosioekonomi%20dan%20Yuridis.pdf, hlm. 4. ↑
- https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/09/07/pekerja-dengan-disabilitas-di-ri-menurun-ini-rinciannya ↑
- Kementerian PPN/Bappenas, op.cit, hlm. 4 ↑
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini