Kairo – Adara Relief International menjadi salah satu lembaga kemanusiaan Indonesia yang turut ambil bagian dalam Global March to Gaza, sebuah gerakan solidaritas global yang menyerukan penghentian genosida di Gaza dan pembebasan Palestina. Maryam Rachmayani (Direktur Utama) dan Indah Kurniati (Direktur Fundraising), bersama Nurjanah Hulwani (KPIPA) dan Salman Al-Farisi (MINDA) bertolak ke Mesir pada Rabu (11/06) malam untuk mengikuti long march dari Kairo menuju Gerbang Rafah.

“Gerakan ini menunjukkan bahwa isu kemanusiaan dapat menjadi isu global, semua orang dapat merasakan penderitaan rakyat Gaza. Kita turut merasakan bagaimana kita kehilangan keluarga, anak, orang tua, serta rumah yang hancur akibat serangan. Meskipun aksi ini penuh dengan risiko, namun aksi ini menjadi bagian penting dalam solidaritas untuk Palestina. Segala dukungan harus kita lakukan hingga blokade berhasil ditembus dan bantuan dapat segera disalurkan,” tutur Maryam menegaskan kembali pentingnya mengikuti long march ini.
Global March to Gaza membawa lima tuntutan utama:
- Menghentikan genosida yang berlangsung di Gaza.
- Membuka Gerbang Rafah untuk mengalirkan bantuan kemanusiaan tanpa hambatan.
- Menuntut penarikan penuh pasukan Israel dari wilayah Gaza.
- Mendorong proses rekonstruksi Gaza yang hancur akibat agresi.
- Mengakhiri impunitas Israel dan menegakkan keadilan bagi rakyat Palestina.
“Keikutsertaan Adara dalam Global March to Gaza menjadi bagian dari komitmen Adara untuk terus memperjuangkan nasib anak-anak dan perempuan Palestina yang terjajah, melalui turun aksi bersama para aktivis kemanusiaan lain dari seluruh dunia. Dengan adanya GMTG, Adara berharap blokade segera dibuka dan bantuan yang tengah mengantri di Mesir bisa segera masuk, termasuk bantuan dari Sahabat Adara,” papar Indah.
Global March to Gaza dan Sumud Convoy: Aksi Solidaritas Dunia untuk Palestina
Selama hampir dua dekade, blokade Israel atas Gaza telah memutus akses terhadap pangan, obat-obatan, listrik, air bersih, dan kebebasan bergerak. Situasi ini diperburuk dengan agresi yang telah berlangsung selama lebih dari 600 hari di Gaza. Rentetan pemutusan akses dan pembatasan hak asasi manusia di Gaza melahirkan krisis kemanusiaan akut yang tak kunjung usai.
Sistem hukum internasional terbukti gagal memberikan perlindungan yang adil, ini saatnya penduduk dunia turun langsung memperjuangkan keadilan untuk Gaza. Gerakan kian menguat pasca dibajaknya kapal bantuan Madleen (Freedom) Flotilla di perairan internasional. Israel juga menculik 12 aktivis dari berbagai negara di kapal tersebut yang membawa bantuan kemanusiaan untuk Gaza. Tindakan Israel ini dikecam keras dunia internasional sebagai pelanggaran terhadap hukum laut internasional.

Global March to Gaza berlangsung pada 13–19 Juni 2025. Rencananya, perjalanan dimulai dari Kairo menuju Al-Arish, lalu dilanjutkan dengan long march sejauh 40 km menuju Gerbang Rafah. Di lokasi tersebut, para peserta akan mendirikan kamp dan melanjutkan aksi selama tiga hari. Lebih dari 4.000 peserta dari 80 negara telah bergabung, menunjukkan bahwa perjuangan untuk Gaza bukan perjuangan satu bangsa, melainkan perjuangan seluruh umat manusia.
Bersamaan dengan aksi ini, negara-negara dari Afrika Utara melakukan perjalanan jalur darat Sumud Convoy dari Maroko, Aljazair, Tunisia, dan Libya yang berjumlah lebih dari 1.500 peserta. Konvoi ini menggunakan lebih dari 20 bus besar dan 350 mobil pribadi. Sumud dalam bahasa Arab (Soumoud) artinya keteguhan, menggambarkan kondisi para aktivis yang terus teguh mencari cara untuk menembus blokade meskipun menghadapi berbagai tantangan.
Namun nyatanya, pemerintah setempat menggagalkan upaya tersebut. Pemerintah Mesir menghalangi, mengepung, menyita paspor, menawan, bahkan melakukan deportasi pada aktivis yang tengah berjuang. Selaras dengan intervensi yang dilakukan pada Global March to Gaza, gerakan darat Sumud Convoy yang dimulai dari Tunisia juga dicegat oleh polisi Libya Timur, membuat mereka tak bisa melanjutkan perjalanan ke Kairo.
Menurut Nurjanah, gagalnya rencana aktivis bela Palestina untuk berkumpul bersama di depan pintu Rafah dalam Global March to Gaza bukan akhir dari perjuangan. Ini menjadi ujian kesabaran untuk terus menyuarakan pembelaan pada Palestina di negara masing-masing. Insya Allah, jika waktunya tiba kita bisa bersama-sama membuka blokade dan menghentikan genosida di Gaza secara permanen.
Adara Mengunjungi Mitra Penyaluran di Mesir

Dalam perjalanan ini, Adara juga berkesempatan untuk mengunjungi mitra penyaluran di Mesir, Medics World Wide, organisasi swadaya global yang menyediakan layanan kesehatan ke berbagai wilayah yang membutuhkan bantuan, salah satunya Palestina. Pertemuan ini membahas kerja sama antara Adara dan Medics, baik yang sudah dilakukan maupun program-program ke depan. Salah satu program yang telah berjalan yaitu penyaluran ambulans untuk Gaza yang saat ini masih mengantri di Mesir.
Terpantau ada belasan ambulans lain dari beberapa lembaga kemanusiaan Indonesia yang juga masih dalam antrian. Harapannya pintu perbatasan segera dibuka sehingga bantuan bisa segera masuk.

Selain itu Adara juga bekerja sama dalam bantuan pengobatan untuk warga Gaza. Dalam hal ini Adara menyalurkan bantuan biaya operasi bagi korban luka yang sedang berobat di Mesir.
Adara juga berkesempatan mengunjungi 5 orang korban luka Gaza yang masih dalam tahap pengobatan dan menyerahkan bantuan uang tunai untuk mereka. Para korban luka ini sangat membutuhkan bantuan dari lembaga kemanusiaan karena pihak pemerintah Mesir tidak memberikan bantuan.

Blokade yang dilakukan oleh Israel menjadi pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan hukum internasional yang terus berlangsung hingga saat ini. Dunia tak bisa terus berdiam diri, tekanan terhadap Israel harus datang dari berbagai penjuru. Global March to Gaza dan Sumud Convoy menjadi bentuk nyata perlawanan damai dari masyarakat global. Aksi ini bukan sekadar perjalanan menuju Rafah, tetapi juga simbol dari tekad kolektif untuk menuntut keadilan, kemanusiaan, dan kemerdekaan Palestina.