• Profil Adara
  • Komunitas Adara
  • FAQ
  • Indonesian
  • English
  • Arabic
Minggu, Mei 18, 2025
  • Login
No Result
View All Result
Donasi Sekarang
Adara Relief International
  • Home
  • Tentang Kami
    • Profil Adara
    • Komunitas Adara
    • Gerai Adara
    • Gerai Buku Adara
  • Program
    • Adara for Children
    • Adara for Woman
    • Adara for Humanity
    • Penyaluran
  • Aktivitas
    • Event
    • Kegiatan
    • Siaran Pers
  • Berita Kemanusiaan
    • Anak
    • Perempuan
    • Al-Aqsa
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Hukum dan HAM
    • Seni Budaya
    • Sosial EKonomi
    • Hubungan Internasional dan Politik
  • Artikel
    • Sorotan
    • Syariah
    • Biografi
    • Jelajah
    • Tema Populer
  • Publikasi
    • Adara Humanitarian Report
    • Palestina dalam Gambar
    • AdaStory
    • Adara for Kids
    • Distribution Report
  • Home
  • Tentang Kami
    • Profil Adara
    • Komunitas Adara
    • Gerai Adara
    • Gerai Buku Adara
  • Program
    • Adara for Children
    • Adara for Woman
    • Adara for Humanity
    • Penyaluran
  • Aktivitas
    • Event
    • Kegiatan
    • Siaran Pers
  • Berita Kemanusiaan
    • Anak
    • Perempuan
    • Al-Aqsa
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Hukum dan HAM
    • Seni Budaya
    • Sosial EKonomi
    • Hubungan Internasional dan Politik
  • Artikel
    • Sorotan
    • Syariah
    • Biografi
    • Jelajah
    • Tema Populer
  • Publikasi
    • Adara Humanitarian Report
    • Palestina dalam Gambar
    • AdaStory
    • Adara for Kids
    • Distribution Report
No Result
View All Result
Adara Relief International
No Result
View All Result
Home Artikel

40 Tahun Hari Anak Nasional, Anak-Anak Indonesia Harus Bebas dari Segala Bentuk Kekerasan

by Adara Relief International
Juli 26, 2024
in Artikel, Sorotan
Reading Time: 8 mins read
0 0
0
40 Tahun Hari Anak Nasional, Anak-Anak Indonesia Harus Bebas dari Segala Bentuk Kekerasan
27
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsappShare on Telegram

Dan, perempuan yang memeluk bayi di dadanya berkata, bicaralah tentang anak-anak.
Dan, katanya:
Anakmu bukanlah anakmu.
Mereka adalah putra putri kerinduan kehidupan terhadap dirinya sendiri.
Mereka terlahir lewat dirimu, tetapi tidak berasal dari dirimu.
Dan, meskipun mereka bersamamu, mereka bukan milikmu.

Baca Juga

Dualisme Hari Besar 15 Mei: Hari Keluarga untuk Dunia, Hari Malapetaka Bagi Keluarga Palestina

Tiga “Koridor Kematian” Gaza: “Perbatasan” yang Dibangun di atas Ribuan Nyawa Penduduk Gaza

…

Kau boleh memberi mereka cintamu, tetapi bukan pikiranmu.
Sebab, mereka memiliki pikiran sendiri.
Kau bisa memelihara tubuh mereka, tetapi bukan jiwa mereka.
Sebab, jiwa mereka tinggal di rumah masa depan, yang takkan bisa kau datangi, bahkan dalam mimpimu.
Kau boleh berusaha menjadi seperti mereka, tetapi jangan menjadikan mereka seperti kamu.
Sebab, kehidupan tidak bergerak mundur dan tidak tinggal bersama hari kemarin.

…

Kau adalah busur yang meluncurkan anak-anakmu sebagai panah hidup.
Pemanah mengetahui sasaran di jalan yang tidak terhingga, dan Ia melengkungkanmu sekuat tenaga-Nya agar anak panah melesat cepat dan jauh.
Biarlah tubuhmu yang melengkung di tangannya merupakan kegembiraan.
Sebab, seperti cinta-Nya terhadap anak panah yang melesat, Ia pun mencintai busur yang kuat.

“The Child” Kahlil Gibran

Setiap tanggal 23 Juli, Indonesia memperingati Hari Anak Nasional. Peringatan Hari Anak Nasional memiliki makna dan harapan agar Indonesia selalu menunjukkan kepeduliannya terhadap anak-anak. Anak-anak adalah generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan dari generasi sebelumnya. Oleh karena itu, seluruh anak tanpa terkecuali harus mendapatkan hak mereka atas perlindungan, pendidikan, kesehatan, dan hak-hak lainnya.

Bertepatan dengan tanggal Hari Anak Nasional, Indonesia mengesahkan Undang-Undang No. 4/1979 tentang Kesejahteraan Anak pada tahun 1979. Penyusunan undang-undang ini berlatar belakang mengenai kesadaran Indonesia akan potensi anak sebagai penerus cita-cita bangsa. Untuk itu, negara perlu menjamin bahwa anak-anak harus memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dengan baik secara rohani, jasmani, dan sosial. Anak-anak belum bisa menjamin kesejahteraan diri mereka sendiri, maka negara menyusun dan mengesahkan undang-undang ini.

Undang-Undang Kesejahteraan Anak berisi tentang hak-hak anak, tanggung jawab orang tua terhadap anak, dan bentuk-bentuk usaha untuk kesejahteraan anak. Akan tetapi, meskipun Indonesia telah memiliki undang-undang tentang kesejahteraan anak, pada kenyataannya anak-anak Indonesia masih ada yang belum mendapatkan hak-hak mereka. Bahkan, tak sedikit anak-anak Indonesia yang harus ‘melupakan’ masa kecil mereka karena tuntutan keadaan. Selain itu, sejumlah masalah juga masih menghantui anak-anak Indonesia hingga detik ini, salah satunya mengenai perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan.

Berangkat dari permasalahan yang dialami oleh anak-anak Indonesia, berdasarkan Pedoman Hari Anak Nasional (HAN) 2024, tema peringatan HAN ke-40 Tahun 2024 adalah “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. Dalam tema tersebut ada enam sub-tema, di antaranya: Anak Cerdas Berinternet Sehat; Suara Anak Membangun Bangsa; Pancasila di Hati Anak Indonesia; Dare to Lead and Speak Up: Anak Pelopor dan Pelapor; Pengasuhan Layak untuk Anak: Digital Parenting; Anak Merdeka dari Kekerasan, Perkawinan Anak, dan Pekerja Anak.

Logo peringatan Hari Anak Nasional tahun ini juga dibuat sedemikian rupa agar bisa menjadi lambang yang menunjukkan harapan terhadap anak-anak Indonesia. Tiga anak yang memegang bendera merah putih melambangkan setiap anak–termasuk anak disabilitas– berhak memiliki impian (cita-cita) yang dapat diraih dengan doa, semangat, dan dukungan keluarga. Anak sebagai generasi penerus bangsa, perlu didukung dan dilindungi agar tumbuh sebagai manusia dewasa yang berjiwa Pancasila di bawah naungan Sang Saka Merah Putih. Warna merah dan putih melambangkan kebersamaan dan nasionalisme anak-anak Indonesia untuk tetap kreatif dan bersemangat, tetap saling mendukung dalam melewati masa sulit. Garis berwarna abu-abu melambangkan meski banyak tantangan dalam perubahan pola hidup pada anak-anak, tetapi semua pihak tetap mengupayakan anak terpenuhi hak-haknya, bergembira, dan penuh kreativitas di bawah naungan perlindungan keluarga.

Bahaya Kekerasan pada Anak, Hancurkan Mental Generasi Penerus Bangsa

Kampanye mengecam kekerasan pada anak (Kompas)

Anak-anak adalah jiwa-jiwa murni yang baru mengenal kehidupan. Mereka bukanlah orang dewasa yang terjebak di dalam tubuh yang kecil, melainkan manusia utuh yang layak dihormati hak-haknya sebagaimana orang dewasa, termasuk hak dasar untuk mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan. Namun, pada kenyataannya, beberapa kali masih terdengar anak-anak menjadi korban kekerasan, salah satunya kekerasan seksual.

Salah satu kekerasan seksual dialami oleh Bayuni (bukan nama sebenarnya) ketika usianya sekitar tiga sampai empat tahun. Pelakunya adalah tetangganya sendiri, yang duduk di bangku SMP. Dia melakukan tindakan yang tidak pantas terhadap Bayuni berulang kali, sampai akhirnya ibu Bayuni memergoki perbuatan pelaku.

Orang tua Bayuni lantas membawa anaknya ke dokter untuk diperiksa. Tangisan orang tuanya masih terekam baik di memori Bayuni, meski waktu itu dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi. “Waktu itu saya masih terlalu kecil. Dibilang nangis juga nggak, sedih juga nggak, marah juga nggak karena saya nggak tau apa yang terjadi.”

Bayuni baru memahami kejadian itu setelah dewasa, tepatnya saat kuliah, ketika mulai banyak informasi soal apa itu kekerasan seksual. Sepanjang hidupnya sampai usianya kini memasuki kepala tiga, Bayuni selalu dibayang-bayangi rasa kecemasan yang berlebihan, sampai menganggap dirinya tidak berharga.

Bayuni mulai terganggu dengan perasaan-perasaan itu dan memutuskan untuk berkonsultasi dengan psikolog. Dari sesi konsultasi itulah Bayuni menyadari bahwa kekerasan seksual yang dialaminya waktu kecil sudah membentuk dirinya yang sekarang. Tak hanya ‘membentuk karakter’, pengalaman buruk Bayuni bahkan menciptakan trauma berkepanjangan. “Saya masih benar-benar merasa itu sesuatu yang nggak bisa dilupakan, sesuatu yang traumatis dan itu akan selalu saya bawa sampai saya mati nanti.”

Psikolog klinis dan forensik, Kasandra Putranto, mengatakan bahwa Bayuni mengalami post-traumatic stress disorder (PTSD) atau gangguan stres pascatrauma. Hal itu bisa merusak konsep diri, mengganggu kualitas hubungan, menimbulkan masalah emosional, sampai mengganggu kapasitas berpikir.

Tingkat keparahan trauma itu, kata Kasandra, dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain usia korban, jenis kekerasan seksual yang dialami, dan durasi kekerasan seksual itu terjadi. Sayangnya, kebanyakan korban kekerasan seksual tidak bisa pulih sepenuhnya dari trauma mereka, seperti yang terjadi pada Bayuni. Berangkat dari kasus ini, dapat dilihat bahwa persoalan kekerasan pada anak bukanlah masalah yang ringan. Kasus ini tidak cukup diselesaikan dengan menangkap dan memenjarakan pelaku, namun membutuhkan proses yang panjang untuk memulihkan kondisi psikis anak yang menjadi korban kekerasan.

Bayuni bukanlah anak terakhir yang menjadi korban kekerasan. Hingga hari ini, kasus kekerasan terhadap anak masih marak terjadi. Kementerian Koordinator bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyebut kasus kekerasan kepada anak pada 2024 banyak terjadi di lingkup rumah tangga. Peningkatan kasus kekerasan yang menimpa anak salah satunya dilihat dari data Simfoni Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) pada 2024.

Berdasarkan data Simfoni PPA, kekerasan terhadap anak yang terjadi di rumah tercatat sebanyak 2.132 kasus, fasilitas umum 484 kasus, dan sekolah 463 kasus. Sementara itu, pelaku terbanyak merupakan teman atau pacar yakni 809 pelaku, 702 orang tua, keluarga/saudara 285 orang, hingga guru 182 pelaku. Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, mengungkapkan bahwa terdapat tantangan dalam mengumpulkan informasi mengenai kekerasan anak, yakni persoalan data dan informasi karena data dan informasi yang ada saat ini terkait kekerasan terhadap anak masih belum terintegrasi, sehingga, masing-masing instansi masih memiliki mekanisme dan desain sendiri.

Grafik jumlah anak korban kekerasan 2024 berdasarkan provinsi (SIMFONI-PPA)

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melaporkan, ada 16.854 anak yang menjadi korban kekerasan pada 2023. Bahkan, anak korban kekerasan tersebut dapat mengalami lebih dari satu jenis kekerasan. Tercatat, ada 20.205 kejadian kekerasan yang terjadi di dalam negeri pada 2023. Berbagai kekerasan tersebut tak hanya berbentuk fisik, tapi juga psikis, seksual, penelantaran, perdagangan anak, hingga eksploitasi.

Jenis kekerasan yang paling banyak terjadi di tanah air sepanjang tahun lalu yakni kekerasan seksual, yang jumlahnya mencapai 8.838 kejadian. Kemudian, jumlah kekerasan fisik terhadap anak tercatat sebanyak 4.025 kejadian. Ada pula 3.800 kekerasan psikis pada anak yang terjadi pada 2023. Tak hanya itu, tercatat ada 955 kejadian penelantaran anak sepanjang tahun lalu. Kemudian, eksploitasi terhadap anak tercatat sebanyak 226 kejadian. Selain itu, kejadian anak sebagai korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Indonesia ada 195. Sementara itu, 2.166 jenis kekerasan dalam bentuk lainnya terjadi sepanjang tahun lalu.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyebutkan, jumlah kasus kekerasan terhadap anak sempat mengalami peningkatan yang signifikan pada 2022. Pada 2019 jumlah kasus kekerasan terhadap anak tercatat 11.057 kasus. Pada 2020 meningkat 221 kasus menjadi 11.278. Lalu, kenaikan signifikan terjadi pada 2021, yakni mencapai 14.517 kasus. Kenaikan signifikan berikutnya terjadi pada 2022 yang mencapai 21.249 kasus.

Ditinjau berdasarkan jenis kekerasan yang dialami korban selama 2022, yang terbanyak adalah kekerasan seksual dengan 9.591 kasus, disusul kekerasan psikis dengan 4.162 kasus, kekerasan fisik dengan 3.748 kasus, penelantaran dengan 1.270 kasus, trafficking atau perdagangan manusia dengan 219 kasus, eksploitasi dengan 216 kasus, dan bentuk kekerasan lainnya dengan 2.043 kasus. Adapun, berdasarkan tempat kejadian kekerasan selama 2022, yang terbanyak adalah rumah tangga dengan 8.563 kasus, fasilitas umum dengan 2.068 kasus, sekolah dengan 1.080 kasus, tempat kerja dengan 122 kasus, lembaga pendidikan dengan 48 kasus, dan tempat kejadian lainnya dengan 4.223 kasus.

Tak hanya di dunia nyata, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat selama beberapa tahun terakhir jumlah kekerasan kepada anak terus meningkat di dunia maya. Laporan terakhir pada 2014 tercatat ada 5.066 kasus. Rata-rata kenaikan kasus dimulai pada tahun 2011 sebanyak 1.000 kasus kekerasan. Ada 10 kategori kekerasan pada anak, di antaranya kekerasan dalam keluarga, lembaga pendidikan serta pornografi dan cyber crime.

Khusus kekerasan pada anak yang dipicu dari sosial media dan internet tercatat ada sebanyak 322 kasus pada 2014. Jumlahnya terus naik dari tahun 2011 sekitar 100 kasus, namun jumlah tersebut belum diperbarui secara rinci lagi hingga tahun 2024. Kejahatan seksual lewat internet menjadi kategori kasus yang tinggi, yang juga berpengaruh pada jumlah korban kejahatan seksual yang terus naik. Sampai tahun 2014, dilaporkan ada 53 anak yang menjadi korban. Sementara itu, anak pelaku kejahatan seksual online tercatat ada 42 anak, anak korban pornografi dari media sosial ada 163 orang, dan anak pelaku kepemilikan media pornografi di video dan diunggah di media sosial ada 64 anak.

Faktor yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan fisik dan/atau psikis terhadap anak di antaranya adalah adanya pengaruh negatif teknologi dan informasi, lingkungan sosial-budaya, lemahnya kualitas pengasuhan, kemiskinan keluarga, tingginya angka pengangguran, hingga kondisi perumahan atau tempat tinggal yang tidak ramah anak. Sebenarnya, aspek regulasi komitmen negara dalam upaya melindungi anak indonesia sudah relatif memadai, sebagaimana undang-undang yang telah ditetapkan. Namun komitmen regulasi tersebut seperti tidak berarti apa-apa karena pada saat yang bersamaan, fakta dan angka menunjukkan begitu banyaknya anak yang kehilangan haknya, dan jutaan anak menjadi objek eksploitasi.

Menyelesaikan permasalahan kekerasan pada anak bukanlah perkara mudah. Ini membutuhkan proses yang panjang dan sangat memerlukan kerjasama dari berbagai pihak, baik dari pemerintah, lembaga hukum, lembaga kemanusiaan, lembaga pendidikan, orang tua, dan tentunya anak-anak itu sendiri. Adara Relief International sebagai lembaga kemanusiaan yang peduli pada anak-anak dan perempuan hingga kini masih berjuang agar anak-anak Indonesia bisa mendapatkan hak-hak mereka. Melalui program-program kerjanya, Adara terus berusaha memberikan edukasi dan aksi nyata untuk membahagiakan anak-anak Indonesia. Adara percaya, setiap anak adalah anugerah yang tidak pantas untuk diperlakukan tanpa hormat, apalagi menjadi sasaran kekerasan. Anak-anak harus tumbuh di lingkungan yang aman dan bahagia, sebagaimana yang dijanjikan dalam tema Hari Anak Nasional : Anak Terlindungi, Indonesia Maju.

Salsabila Safitri, S.Hum.

Penulis merupakan Relawan Departemen Penelitian dan Pengembangan Adara Relief International yang mengkaji tentang realita ekonomi, sosial, politik, dan hukum yang terjadi di Palestina, khususnya tentang anak dan perempuan. Ia merupakan lulusan sarjana jurusan Sastra Arab, FIB UI.

Sumber:

https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan

https://www.kemenpppa.go.id/page/view/NTAxNg==

https://dataindonesia.id/varia/detail/data-jumlah-kekerasan-terhadap-anak-di-indonesia-menurut-jenisnya-pada-2023

https://www.metrotvnews.com/read/bVDCg6Al-laporan-kasus-kekerasan-anak-2024-paling-banyak-terjadi-di-rumah-tangga

https://www.kominfo.go.id/index.php/content/detail/4865/Maria+Ulfah%3A+Kekerasan+Pada+Anak+Dimulai+dari+Internet/0/sorotan_media

https://www.detik.com/jatim/budaya/d-7451111/hari-anak-nasional-2024-lengkap-filosofi-logo-dan-temanya

https://www.detik.com/jateng/berita/d-7450558/sejarah-hari-anak-nasional-2024-lengkap-dengan-tema-dan-logonya

https://www.bbc.com/indonesia/majalah-60068552

https://nasional.kompas.com/read/2024/07/18/10180041/tema-hari-anak-nasional-2024-logo-dan-sejarahnya

***

Kunjungi situs resmi Adara Relief International

Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.

Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini

Baca juga artikel terbaru, klik di sini

Tags: Artikel
ShareTweetSendShare
Previous Post

Update Hari ke-295: Netanyahu Tidak Serius tentang Kesepakatan Gencatan Senjata 

Next Post

Sekjen PBB: Situasi Kemanusiaan di Gaza adalah ‘Bencana Total’

Adara Relief International

Related Posts

Dualisme Hari Besar 15 Mei: Hari Keluarga untuk Dunia, Hari Malapetaka Bagi Keluarga Palestina
Sorotan

Dualisme Hari Besar 15 Mei: Hari Keluarga untuk Dunia, Hari Malapetaka Bagi Keluarga Palestina

by Adara Relief International
Mei 15, 2025
0

Pada 1993, Majelis Umum PBB memutuskan dalam sebuah resolusi bahwa tanggal 15 Mei ditetapkan sebagai Hari Keluarga Internasional dan diperingati...

Read moreDetails
Tiga “Koridor Kematian” Gaza: “Perbatasan” yang Dibangun di atas Ribuan Nyawa Penduduk Gaza

Tiga “Koridor Kematian” Gaza: “Perbatasan” yang Dibangun di atas Ribuan Nyawa Penduduk Gaza

Mei 14, 2025
Hari Tawanan Palestina : Kisah Kehidupan Tawanan yang Terhenti di Balik Jeruji Penjara Israel

Hari Tawanan Palestina : Kisah Kehidupan Tawanan yang Terhenti di Balik Jeruji Penjara Israel

April 16, 2025
Hari Tanah Palestina 2025 dan Harapan Idulfitri yang Telah Sirna

Hari Tanah Palestina 2025 dan Harapan Idulfitri yang Telah Sirna

Maret 30, 2025
Hari Air Sedunia: Kala Air Bersih Menjadi Mimpi yang Nyaris Mustahil Bagi Warga Palestina

Hari Air Sedunia: Kala Air Bersih Menjadi Mimpi yang Nyaris Mustahil Bagi Warga Palestina

Maret 23, 2025
Hidupkan Lailatulqadar

Hidupkan Lailatulqadar

Maret 21, 2025
Next Post
Sekjen PBB: Situasi Kemanusiaan di Gaza adalah ‘Bencana Total'

Sekjen PBB: Situasi Kemanusiaan di Gaza adalah ‘Bencana Total'

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TRENDING PEKAN INI

  • Adara Palestine Situation Report 39

    Adara Palestine Situation Report 39

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 91% Penduduk Gaza Alami Krisis Pangan, WHO dan Otoritas Gaza Serukan Status Kelaparan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meneladani Sikap Tolong Menolong Pada Masa Rasulullah Saw dan Para Sahabat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tiga “Koridor Kematian” Gaza: “Perbatasan” yang Dibangun di atas Ribuan Nyawa Penduduk Gaza

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasih Sayang Rasulullah Saw. kepada Anak Yatim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Currently Playing
  • Profil Adara
  • Komunitas Adara
  • FAQ
  • Indonesian
  • English
  • Arabic

© 2024 Yayasan Adara Relief Internasional
Alamat : GrahaQu Lt.2, Jl. Warung Buncit Raya Loka Indah No. 1, Kelurahan Kalibata, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta, Kode Pos 12740

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Tentang Kami
    • Profil Adara
    • Komunitas Adara
    • Gerai Adara
    • Gerai Buku Adara
  • Program
    • Adara for Children
    • Adara for Woman
    • Adara for Humanity
    • Penyaluran
  • Aktivitas
    • Event
    • Kegiatan
    • Siaran Pers
  • Berita Kemanusiaan
    • Anak
    • Perempuan
    • Al-Aqsa
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Hukum dan HAM
    • Seni Budaya
    • Sosial EKonomi
    • Hubungan Internasional dan Politik
  • Artikel
    • Sorotan
    • Syariah
    • Biografi
    • Jelajah
    • Tema Populer
  • Publikasi
    • Adara Humanitarian Report
    • Palestina dalam Gambar
    • AdaStory
    • Adara for Kids
    • Distribution Report
Donasi Sekarang

© 2024 Yayasan Adara Relief Internasional
Alamat : GrahaQu Lt.2, Jl. Warung Buncit Raya Loka Indah No. 1, Kelurahan Kalibata, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta, Kode Pos 12740