Laporan PBB terbaru menggambarkan tingkat kelaparan di Jalur Gaza sebagai situasi bencana. Laporan tersebut memperingatkan bahwa hampir setengah juta orang di daerah kantong Palestina tersebut menderita kerawanan pangan yang ekstrem.
Seluruh keluarga tidak memiliki makanan selama berhari-hari. Komisaris Jenderal UNRWA menyatakan badan tersebut menghadapi krisis pendanaan yang parah dan dananya akan habis akhir Agustus. Hamas juga menyatakan bahwa Jalur Gaza tidak menerima truk bantuan selama 50 hari.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres mengatakan bahwa perang di Gaza berbeda dari perang lainnya, karena biasanya ada satu kekuatan yang menyerang dan menduduki wilayah pihak lain, lalu mengambil tindakan untuk memastikan keamanan dan pengelolaan wilayah yang diduduki. Sementara yang terjadi di Gaza adalah serangan dan pengeboman. Kemudian pasukan pendudukan pindah ke tempat lain, menyisakan kekacauan dalam wilayah yang mereka tinggalkan.
Warga sipil membayar harga dari kekacauan ini. Badan-badan kemanusiaan menderita hambatan dan pembatasan administratif, akses internet dan kondisi jalan yang buruk, serta kekurangan bahan bakar yang parah untuk transportasi bantuan. Oleh karena itu, deskripsi PBB tentang Gaza adalah bencana; sangat dekat dengan deklarasi bencana kelaparan besar-besaran di Jalur Gaza.
Menurut klasifikasi PBB, ada beberapa tahap menuju ketahanan pangan, dan tahap kedua terakhir sebelum deklarasi bencana kelaparan dikenal sebagai kerawanan pangan akut darurat. PBB menyatakan bahwa 96 persen populasi sebenarnya telah mencapai keadaan kerawanan pangan akut.
Jika kita mempertimbangkan faktor-faktor lain yang disebutkan dalam laporan PBB, yaitu kekurangan tenaga kerja; serangan terhadap pekerja yang mendistribusikan bantuan kemanusiaan; kondisi umum yang kacau; dan kurangnya koordinasi serta struktur untuk menerima truk bantuan setelah pasukan Israel menghancurkan kantor-kantor organisasi kemanusiaan, dapat dikatakan bahwa Gaza menghadapi situasi yang sulit dijelaskan. Dampaknya sangat jelas terutama terhadap anak-anak, wanita, dan lansia.
Hal ini menunjukkan niat Israel untuk menggunakan kelaparan sebagai senjata perang melawan warga Palestina di Gaza. Masalah utama bukan hanya masuknya bantuan yang minim atau kesulitan mendistribusikan bantuan di tengah pertempuran intens, tetapi alasan-alasan inilah yang justru saling terkait.
Berdasarkan hukum internasional, Israel jelas merupakan kekuatan pendudukan di Jalur Gaza. Hal itu yang menyebabkan Israel harus bertanggung jawab untuk menyediakan kebutuhan pokok seperti makanan, air, bahan bakar, dan obat-obatan bagi masyarakat yang diduduki.
Namun, kita semua mendengar menteri keuangan Israel mengklaim bahwa menerima bantuan ke Gaza berarti memberi makan Hamas, dan bahwa ia tidak akan mengizinkannya. Begitu pula dengan menteri pertahanan, yang mengatakan sejak awal serangan Israel bahwa tidak akan ada makanan, minuman, listrik, atau bahan bakar yang diizinkan masuk ke Gaza.
Jelas bahwa rezim pendudukan dengan demikian mencegah bantuan memasuki Gaza; apa yang terjadi di lapangan di depan mata dunia adalah konfirmasi dari strategi Israel untuk melenyapkan rakyat Palestina. Lalu, bentuk apa ini kalau bukan genosida?
Aspek lain dari kejahatan mengerikan terhadap warga Palestina di Jalur Gaza adalah malapetaka yang menimpa anak-anak di daerah kantong itu. Mata anak-anak terlihat cekung karena kelaparan yang luar biasa, mulut menganga, dan tulang-tulang mencuat dari kulit.
Fakta bahwa banyak korban terbunuh dan terluka adalah anak-anak yang hancur oleh bom dan peluru Israel, mendorong PBB untuk menambahkan Israel ke dalam daftar hitam negara dan organisasi yang menyakiti anak-anak di daerah konflik.
PBB telah melaporkan banyak pelanggaran yang dilakukan oleh Israel, seperti pembunuhan, mutilasi, kekerasan seksual, pemerkosaan, penolakan akses terhadap bantuan, dan serangan terhadap sekolah dan rumah sakit.
Meskipun organisasi internasional tersebut mengatakan bahwa 7.500 anak telah terbunuh di Gaza selama perang, para pejabat di Gaza menyebutkan angkanya lebih dari 15.000.
Kejahatan semacam itu, tentu saja, tidak dimulai pada 7 Oktober tahun lalu. Israel telah membunuh dan menganiaya warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki selama bertahun-tahun.
Negara pendudukan tersebut merupakan satu-satunya negara di dunia yang membunuh 500–700 anak setiap tahun, menurut organisasi yang mengkhususkan diri dalam kesejahteraan anak. Selama enam tahun terakhir, misalnya, Israel telah membunuh 12.300 anak Palestina, jumlah yang hampir sama dengan jumlah korban tewas akibat konflik di seluruh dunia.
PBB dan organisasi internasional, serta pengadilan internasional, kini menghadapi tantangan nyata terhadap kredibilitas mereka. Apakah mereka lembaga untuk keadilan internasional, atau tunduk pada kemauan politik dan kebijakan AS yang memberi Israel perlindungan diplomatik, ekonomi, dan militer untuk bertindak tanpa hukuman, mengabaikan hukum dan konvensi internasional?
Rakyat Palestina punya alasan kuat untuk merasa dikhianati oleh masyarakat internasional, yang gagal menangani kejahatan dan pelanggaran hak asasi manusia Israel. Mereka juga dikhianati oleh tetangga Arab mereka, yang bahkan tidak bisa mengambil sikap selemah-lemahnya terhadap bencana yang terjadi di depan pintu rumah mereka.
Kedutaan besar negara Zionis itu masih buka di negara-negara Arab, dan pertemuan koordinasi keamanan dan militer mereka dengan Israel masih berlangsung, yang terakhir terjadi di Bahrain beberapa minggu lalu. Konsep keamanan kolektif Arab jelas tidak ada artinya.
Kelaparan dan fakta-fakta masa kanak-kanak di Gaza merupakan tanda-tanda memalukan pada abad ke-21. Masyarakat internasional, PBB, dan Liga Arab harus mengakui peran memalukan mereka dalam hal ini, dan kemudian bertindak untuk mengakhiri situasi bencana di Jalur Gaza. Langkah untuk memboikot perusahaan-perusahaan yang mendukung Israel merupakan sebuah awal, tetapi masih jauh dari kata cukup
Sumber:
https://www.middleeastmonitor.com
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini