Percepatan teknologi memang mengharuskan orang tua untuk melek akan dunia digital dan mengawasi mereka. Game (permainan) dan gadget (gawai) adalah dua sejoli yang semakin memerangi anak-anak kita dewasa ini. Tak hanya itu, fenomena bullying atau perundungan juga banyak terjadi di lingkungan rumah hingga di sekolah, bahkan tidak sedikit memakan korban jiwa. Hal ini seharusnya menjadi catatan bagi para orang tua untuk lebih peduli akan dampak yang ditimbulkan dari teknologi zaman now, salah satunya dengan dengan melakukan pengawasan ketat terhadap penggunaan gawai oleh anak. Jangan sampai anak kecanduan.
Belum lama terjadi, media sosial dihebohkan dengan penemuan grup chat WhatsApp LGBT di salah satu ponsel anak SD di Pekanbaru.[1] Kejadian ini sontak membuat semua orang tua kaget. Pasalnya grup tersebut diduga merupakan hasil dari paparan kelompok organisasi LGBT yang menyasar anak-anak. Maka, keluarga adalah gerbang utama yang mampu membentengi anak dari segala pengaruh dunia. Penyimpangan seksual atau LGBT dapat dicegah dengan perlindungan ekstra dari orang tua.
Berikutnya, angka kesehatan mental juga semakin mengkhawatirkan. Setiap harinya, jutaan remaja bergelut dengan kondisi kejiwaan mereka dan membutuhkan bantuan dari orang-orang terdekat, khususnya orang tua. Banyak faktor yang memengaruhi hal tersebut, salah satunya adalah permasalahan orang tua dan tingginya angka depresi yang dialami remaja. Permasalahan kesehatan mental bukan lagi persoalan yang pantas untuk diabaikan, sebab fakta di lapangan menunjukan bahwa banyak anak dan remaja yang membutuhkan bantuan. Dalam kasus kesehatan mental yang parah, jalan pintas terburuk, yaitu bunuh diri, banyak dilakukan oleh remaja.
Di dalam Islam, tanggung jawab pendidikan anak dibebankan di atas pundak kedua orang tua. Tugas pengasuhan dan pendidikan anak berada di atas pundah ayah dan ibu, bukan salah satunya. Sinergi antara keduanya sangat menentukan tumbuh kembang anak. Dengan demikian, kedua orang tua hendaknya bertanggung jawab dalam mendidik diri dan keluarga, serta memerintahkan anak agar melakukan kebaikan dan menjauhkan diri dari keburukan. Sebagaimana Allah Swt. berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahrim: 6)
Nabi kita Rasulullah Saw., sebagai teladan bagi seluruh umat dalam segala aspek kehidupan, menunjukkan keagungan akhlak beliau kepada keluarga dan mencontohkan pola asuh terbaik bagi anak-anak. Allah Swt. menyanjung beliau dalam Surat Al Ahzab ayat 21:
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Rasulullah saw. membebankan tanggung jawab pendidikan anak sepenuhnya di pundak kedua orang tua karena anak adalah amanah Allah Swt. bagi orang tua, terutama dalam hal pembentukan kepribadian anak yang pada gilirannya akan membentuk jiwa anak. Hal ini sebab orang tua merupakan sumber utama tumbuhnya kepribadian dan jiwa anak. Ayah dan ibulah yang menjadi tonggak bagi anak untuk bernaung, karena dari kedua orangtuanya, seorang anak merasakan kehangatan jiwa dan kasih sayang.
Di antara akhlak terhadap anak yang dicontohkan oleh Rasulullah adalah
1.Memberi ciuman, perhatian, dan kasih sayang[2]
Mencium anak berperan aktif dalam menggerakkan perasaan dan kejiwaan anak, sebagaimana ia mempunyai peran besar dalam menenangkan gejolak dan gelora jiwa anak serta kemarahannya. Selain itu juga akan melahirkan ikatan yang kuat dalam menumbuhkan kasih sayang antara yang tua dengan yang lebih muda.
Dari Aisyah radliallahu ‘anha, ia berkata, “Seorang badui datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu berkata,
أَتُقَبِّلُوْنَ صِبْيَانَكُمْ؟!فَـمَا نُقَبِّلُهُمْ
‘Apakah kalian mencium anak -anak kalian? (orang Badui itu menjawab) Demi Allah, kami tidak pernah menciumnya.’
Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أو أملك لك أن نزع الله من قلبك الرحمة؟”
’Sungguh aku tidak mampu mencegah jika ternyata Allah telah mencabut sifat kasih sayang dari hatimu.”[3]
Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim juga diceritakan bahwa Abu Hurairah berkata, ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mencium Hasan, putra Ali ketika Aqra’ ibnu Habis At Tamimi sedang duduk di samping beliau. Aqra lalu berkata,
إِنَّ لِي عَشْرَةً مِنَ اْلوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَداً
“Saya punya sepuluh orang anak dan tidak pernah satupun dari mereka yang saya cium.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memandangnya dan berkata,
مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ
’Siapa yang tidak memiliki sifat kasih sayang, niscaya tidak tidak akan memperoleh rahmat Allah.”[4]
2. Bermain dan bercanda dengan anak
Rasulullah Saw. bermain dan bercanda dengan anak-anak. Kisah tentang kedekatan Rasulullah Saw. dengan kedua cucunya ini dikisahkan Imam Thabrani:
“Kami menemui Rasulullah SAW dan diundang untuk makan, seketika itu Nabi melihat Husain ra. bermain di jalan bersama anak-anak kecil lain. Nabi pun bersegera mendekatinya, menjulurkan tangannya dan bergerak berlari kesana-kemari dan Rasulullah membuat Husain tertawa hingga bisa ditangkap Rasulullah.
“Dan, Nabi meletakkan salah satu tangannya di dagunya dan tangan lainnya di kepala dan telinganya. Kemudian, Husain dipeluk dan dicium dan Nabi berkata: Husain adalah bagian dariku dan aku bagian darinya! Allah mencintai siapa orang yang mencintainya, Hasan dan Husain dua putra dari segenap putra.”[5]
Dengan bercanda dan bermain inilah Rasulullah Saw. berinteraksi dengan anak-anak. Beliau mengisi dan memenuhi jiwa mereka dengan perasaan yang tulus dan kasih sayang yang tidak dibuat-buat. Jauh dari sikap kasar.
3. Memberikan hadiah, penghargaan, dan pujian kepada anak
Hadiah atau penghargaan mempunyai pengaruh yang baik pada diri manusia secara umum. Pada diri seorang anak, hal ini akan lebih berpengaruh dan bermanfaat. Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw. sendiri meletakkan kaidah dalam mencintai sesama, yaitu:
“تهدوا تحابوا ”
“Saling memberi hadiahlah kalian agar saling mengasihi.”[6]
Rasulullah Saw. menjelaskan kepada kita secara aplikatif mengenai kekuatan hadiah dan penghargaan dalam membangun, mengarahkan, dan mendidik jiwa serta perasaan anak.
4. Mengusap kepala anak
Dalam riwayat Al Nasai, disebutkan bahwa Rasulullah biasa mengunjungi kaum Anshar dan menyapa anak-anak laki-laki dan mengusap kepala mereka. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengisahkan,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزُوْرُ الأَنْصَارَ وَيُسَلِّمُ عَلَى صِبْيَانِهٍمْ وَيَمْسَحُ رُؤوْسَهُمْ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengunjungi (perkampungan) Kaum Anshar. Beliau mengucapkan salam kepada anak-anak Anshar dan mengusap kepala mereka.”[7]
5. Menyambut anak dengan kehangatan
Bertemu dan bergaul dengan anak adalah suatu keharusan, sementara pertemuan paling berkesan adalah pada detik-detik awal. Jika pertemuan berjalan dengan baik, maka anak akan mampu mengikuti percakapan dan pembicaraan. Anak akan mulai membuka jiwanya, membicarakan apa yang terbetik dalam jiwanya, dan mengungkapkan permasalahannya. Semua itu akan terealisasi ketika seorang anak mendapatkan sambutan yang baik, dengan penuh perasaan cinta dan sayang. Inilah yang diserukan Rasulullah Saw. kepada umatnya untuk dipraktikkan.
Ibnu Asakir meriwayatkan bahwa Abdillah Ibnu Ja’far ra. berkata, “Tatkala Rasulullah Saw. datang dari suatu perjalanan, beliau menemui dua orang anak dari keluarganya. Saya berlomba untuk menghampirinya, kemudian beliau menggendongku. Setelah itu, beliau mengajak putra Fathimah, yaitu Hasan dan Husain ra. dan membonceng di belakangnya, sehingga kami bertiga memasuki kota Madinah dengan menaiki kendaraan.”[8]
6. Memperhatikan dan menanyakan keadaan anak
Sering kita temukan, seorang anak berjalan sendiri, kemudian tersesat di jalan yang ditempuhnya. Jika orang tua tanggap dan memperhatikan keadaan anak, ia akan segera sadar akan apa yang dialami anaknya, kemudian mencarinya dengan segera.
Sikap tanggap orang tua dalam kondisi tersebut, memainkan peran yang besar dalam jiwa anak. Keterlambatan dalam menanggapi situasi tersebut akan menambah kecemasan, kekhawatiran, dan ketakutan anak. Kegundahannya semakin bertambah, ketika orang tua tidak segera tanggap dengan apa yang dialaminya. Karenanya, Rasulullah Saw. bersegera dan meminta bantuan kepada para sahabat untuk menyebar di jalan-jalan agar segera menemukan cucunya yang tersesat..
At-Tabrani meriwayatkan bahwa Salman ra. berkata, “Kami berada di sekitar Rasulullah Saw., kemudian tiba-tiba Ummu Aiman ra. datang dan berkata, ‘Ya Rasulullah Saw. Hasan dan Husain tersesat. Pada waktu itu, siang sudah mulai beranjak sore. Maka Nabi Saw. berkata, ‘Berdirilah kalian dan carilah kedua anakku.’ Maka setiap orang mengambil arah yang berbeda. Dan aku searah dengan Nabi Saw. hingga sampai di lereng gunung. Hasan dan Husain terlihat saling berangkulan ketakutan karena seekor ular yang baru keluar dari lubangnya berdiri dengan ekornya. Rasulullah Saw. segera menghampiri ular tadi dan ular itu lari, masuk ke sela-sela bebatuan. Rasulullah Saw. segera mendatangi kedua cucunya dan melepaskan rangkulan mereka dan mengusap kepalanya sambil berkata, “Demi ibu dan ayahku, semoga Allah Swt. memuliakan kalian.” Rasulullah Saw. kemudian menggandeng keduanya. Dan aku berkata, “Kebaikan untuk kalian berdua, sebaik-baik tunggangan adalah tunggangan kalian.” Rasulullah Saw. berkata, “Dan sebaik-baik penunggang adalah keduanya dan orangtuanya lebih baik dari keduanya.”
Sikap tersebut dilakukan Nabi Muhammad Saw. tiada lain karena kesungguhan dan perhatian beliau kepada perasaan dan jiwa anak agar tetap stabil dan terjaga dengan baik.
7. Pengawasan khusus bagi anak perempuan dan yatim
Anak perempuan dan yatim membutuhkan kasih sayang, cinta, dan pemeliharaan yang lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya dalam membentuk kepribadian dan kejiwaannya. Hal ini karena adanya perasaan lemah dan hilangnya unsur-unsur kekuatan dari kedua anak tersebut, sementara masyarakat memandang kecil urusan keduanya dibandingkan dengan yang lain. Padahal, Islam adalah satu-satunya ajaran yang memberikan perhatian dan pembelaan, serta melakukan perlawanan dari setiap bentuk kezaliman terhadap anak perempuan dan anak yatim.
Model-model masyarakat jahiliyah telah menghancurkan hak-hak mereka, yakni ketika suatu umat, masyarakat, dan atau keluarga jauh dari manhaj dan syariat Allah Swt., baik dalam tataran teori maupun praktik. Rasulullah Saw. memberikan peringatan dan nasihat tentang keberadaan dua anak tersebut, dengan sabdanya,
إِنَّي أُحَرِّجُ عليكم حقَّ الضعيفينِ : اليتيمُ ، والمرأةُ
“Sesungguhnya saya menekankan kalian akan hak dua orang lemah ini, yaitu anak yatim dan anak perempuan.”[9]
Selain itu, sarana terpenting dalam memperbaiki rumah tangga adalah memperhatikan dan meningkatkan pendidikan perempuan (anak dan istri), yaitu dengan membekalinya pendidikan keagamaan yang memadai, memperhatikan perilaku, dan memberikannya kesempatan serta ruang untuk mengenal urusan kerumahtanggaan. Ini dapat dilakukan misalnya dengan menerjemahkan kisah-kisah perempuan teladan, seperti Nusaibah binti Ka’ab, Asma binti Abu Bakar, Shafiyah binti Abdul Muthalib, Khaulah binti Azwar, Sakinah binti Husain dan lainnya. Ulama terdahulu, melalui bait-bait syairnya, menyatakan tentang pentingnya pendidikan bagi perempuan.
الأُم مَدْرَسَةُ الْأُوْلَى, إِذَا أَعْدَدْتَهَا أَعْدَدْتَ شَعْبًا طَيِبَ الْأعْرَاقِ
“Ibu adalah madrasah yang pertama, jika kamu menyiapkannya, berarti kamu menyiapkan lahirnya sebuah masyarakat yang baik budi pekertinya”
Terdapat pula hadis tentang keutamaan menyantuni anak yatim. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَنَا وَكاَفِلُ الْيَتِيْمِ فِي الْجَنَّةِ كَهَاتَيْنِ، أَوْ كَهَذِهِ مِنْ هَذِهِ -شَكَّ سُفْيَانُ فِي الْوُسْطَى أَوِ الَّتِيْ يَلِيْ الإِبْهَامُ
“Kedudukanku dan orang yang mengasuh anak yatim di surga seperti kedua jari ini atau bagaikan ini dan ini.” [Salah seorang perawi Sufyan ragu apakah nabi merapatkan jari tengah dengan jari telunjuk atau jari telunjuk dengan ibu jari]. (HR. Bukhari)
8. Memberikan kecintaan kepada anak secara proposional atau tawazun, tidak berlebihan dan tidak juga menelantarkan
Memberikan kasih sayang haruslah berlangsung secara seimbang, karena kasih sayang yang berlebihan pun akan melahirkan kemanjaan pada diri anak. Oleh sebab itu, mendidik anak memerlukan metode pengajaran dengan cinta, sekaligus memberi batasan dan peringatan. Dengan cara demikian, anak akan terpelihara kemuliaan jiwanya, kuat memegang prinsip, serta berani menyampaikan kalimat kebenaran pada tempatnya.
Maka, cinta dan kasih sayang yang seharusnya diberikan orangtua kepada anak-anaknya adalah membimbing anak-anak dengan diajarkannya mencintai Allah dan Rasul-Nya agar nantinya, anak dapat memenuhi rasa cinta kepada siapa pun dengan batas yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.
Pada akhirnya, anak merupakan amanah yang diberikan Allah kepada orang tua. Ketika orang tua mampu mendidiknya menjadi anak-anak yang saleh, maka anak menjadi mutiara yang paling mahal karena keberadaannya akan senantiasa mendoakan orang tua sebelum meninggal maupun setelah kedua orang tua tiada. Dalam sebuah hadis dikatakan bahwa ilmu agama yang bermanfaat, anak shalih yang selalu mendoakan ortunya, dan sedekah jariyah adalah di antara amalan yang bermanfaat bagi mayit walaupun ia sudah di alam kubur.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang saleh”
(HR. Muslim)
Semoga Allah memberikan kekuatan kepada setiap orang tua untuk membimbing anak-anaknya menjadi pewaris nilai-nilai kebaikan dan dikumpulkan lagi menjadi keluarga Allah di surga kelak.
Wallahua’alam
Fatmah Ayudhia Amani, S. Ag.
Penulis merupakan Relawan Departemen Penelitian dan Pengembangan Adara Relief International yang mengkaji tentang realita ekonomi, sosial, politik, dan hukum yang terjadi di Palestina, khususnya tentang anak dan perempuan. Ia merupakan lulusan Diploma in Islamic Early Childhood Education, International Islamic College Malaysia dan S1 Tafsir dan Ulumul Qur’an, STIU Dirosat Islamiyah Al Hikmah, Jakarta.
- https://www.detik.com/sumut/berita/d-6782798/disdik-bantah-ada-grup-whatsapp-lgbt-siswa-sd-di-pekanbaru ↑
- Ir. Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid. 2004. Cara Nabi Mendidik Anak. Jakarta: Al-I’tishom. ↑
- (Shahih) – [Bukhari: 78-Kitab Al Adab, 18-Bab Rahmatul Walad Taqbiluhu wa Mu’anaqotuhu. Muslim: 43-Kitab Al Fadha’il, hal. 64] ↑
- (Shahih) Lihat Ghayatul Maram (70-71): [Bukhari: 78-Kitab Al Adab, 18-Bab Al Walad Taqbiluhu wa Mu’anaqotuhu. Muslim: 43-Kitab Al Fadha’il, hal. 65] ↑
- Hasan, Imam Bukhari meriwayatkan dalam Al-Adab, juga Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Al Hakim. ↑
- Ath-Thabrani meriwayatkan dalam Al-Ausath. Al-Harabi dalam Al-Hidayah. Al-Askari dalam Al-Amsal. Lihat Al-Maqashidul Hasanah, no.hadits 352. ↑
- (HR. At-Tirmidzi, no. 2696 dan An-Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra, no. 8349, As-Silsilah Ash-Shahihah, 5/149) ↑
- Shahih. Diriwayatkan Ahmad, Muslim, dan Abu Daud. Lihat Shahihul Jami’, no. 4765. ↑
- Al Hakim, Al Baihaqi, meriwayatkan dalam Asy Syu’ab dari Abu Hurairah. Ibnu Majah, Imam Ahmad, dan Ibnu Hibban meriwayatkan dalam shahihnya) ↑
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini