JAKARTA — Sebagai bagian dari upaya memperkuat wawasan dan ruh perjuangan untuk Palestina, Adara Relief International mengundang Prof. Abdul Fattah El-Uwaisi untuk mengisi pembekalan aktivis Palestina dengan tema “Meraih Keberkahan dalam Upaya Pembebasan Baitul Maqdis” (20/10).

Berlangsung secara hybrid di lantai dua kantor Adara, sebanyak 72 peserta menghadiri pembekalan ini, terdiri dari karyawan dan komunitas Adara Relief International.
Perjalanan Intelektual dan Spiritualitas Baitul Maqdis
Prof. Abdul Fattah El-Uwaisi memulai sesi dengan bercerita titik awal perjuangannya untuk edukasi Palestina. Prof. El-Uwaisi juga merupakan pencetus The Barakah Theory, salah satu teori yang terkenal di studi kepalestinaan.

Saat menempuh studi magister di Inggris di tahun 1983, beliau menyadari bahwa banyak orang di Barat tidak mengenal Palestina. Bahkan, saat beliau menyebut Yerusalem, mereka lantas menyebut bahwa beliau adalah bagian dari Yahudi. Mereka tidak mengetahui bahwa Yerusalem sesungguhnya memiliki akar sejarah Islam yang kuat.
Prof. El-Uwaisi kemudian mendalami sirah Rasulullah SAW dan sejarah Baitul Maqdis untuk mencari istilah Yerusalem yang dahulu disebutkan oleh Rasulullah. Pencarian ini pun melahirkan gagasan tentang pentingnya respon ilmiah dan strategis terhadap isu Palestina.
Dalam sirah nabawiyah, Rasulullah memperkenalkan terminologi dan konsep baru terkait wilayah Iliya (Elia) sebagai pusat peradaban Islam. Istilah yang sebelumnya digunakan untuk daerah tersebut adalah Iliya, kemudian digantikan oleh istilah Baitul Maqdis.
Dalam Al-Qur’an yang diturunkan pada fase Makkiyyah, wilayah itu disebut sebagai “Al-Ard al-Mubarakah” (tanah yang diberkahi). Lalu, pada fase Madaniyah, turun istilah “Al-Ard al-Muqaddasah” (tanah yang disucikan).
Sejak saat itu, Prof. El-Uwaisi menggunakan istilah Baitul Maqdis secara konsisten dan memulai perjalanannya sebagai seorang Peneliti Strategi Hubungan Internasional.
Strategi Rasulullah Saw dalam Membebaskan Baitul Maqdis
“Membebaskan Baitul Maqdis dimulai dari tiga tahap, yaitu persiapan intelektual, politik, dan militer,” papar Prof. El-Uwaisi.
Beliau menyebutkan bahwa Rasul telah menyiapkan aspek intelektual selama sejak awal masa kenabian, sementara persiapan politik dan militer baru dimulai pada 6 H. “Artinya, ilmu pengetahuan adalah dasar. Tanpa ilmu, dua hal lain tidak akan kokoh,” tegasnya.
Peran Perempuan dalam Perjuangan untuk Palestina

Di sesi berikutnya, Prof. El-Uwaisi bercerita tentang Ummu Haram binti Milhan, Maimunah binti Sa’ad, serta Diyar Bakr, perempuan di zaman Rasulullah yang berjuang dengan jiwa dan raga untuk Baitul Maqdis.
Prof. El-Uwaisi juga menekankan pentingnya mempersiapkan anak-anak sebagai pemimpin masa depan. Bukan hanya pembebas, tetapi pemakmur Masjid Al-Aqsa.

“Pembebasan Baitul Maqdis adalah janji Allah, bukan janji manusia. Pertanyaannya bukan kapan, tapi apakah kita sudah berkontribusi untuk mewujudkannya,” tutup Prof. El-Uwaisi.








