Bagaimana rasanya menjadi anak-anak Palestina? Dunia anak seharusnya berwarna-warni, penuh senyuman, dan lukisan kebahagiaan untuk bekal masa depan. Namun, hanya sedikit warna-warna hari yang dikenal anak Palestina: merah untuk darah, kelabu untuk langit, dan hitam untuk asap.
Bagaimana rasanya menjadi anak-anak Palestina? Suara yang sering kali mereka dengar bukanlah lagu, sapaan guru, atau panggilan main dari teman-teman seumur, melainkan derap kaki serdadu, desingan suara peluru, tank-tank yang menderu, juga teriakan pilu.
Akhir pekan ini, Palestina merekam peristiwa pembunuhan yang membuat wajah penduduknya semakin muram. Rayyan Suleiman, anak Palestina berusia 7 tahun yang berasal dari Betlehem, meninggal karena dikejar tentara Israel (29/09).
Rayyan ketika masih hidup (kiri) dan usai wafat di RS (kanan), sumber gambar: Time of Gaza
Rayyan dan dua kakaknya dikejar oleh militer Israel ketika mereka dalam perjalanan pulang dari sekolah. Tentara menuduh mereka sebagai pelaku pelempar batu. Merasa tidak melakukan hal tersebut, mereka kemudian berlari dan militer Israel ikut mengejarnya hingga ke rumahnya.
Tentara Israel yang mengejarnya kemudian menggedor pintu rumahnya dengan kencang. Ketika ayahnya membuka pintu, terjadi keributan dan banyak teriakan. Militer Israel mengancam akan kembali pada malam hari untuk menangkap Rayyan dan dua saudara laki-lakinya yang berusia 8 dan 10 tahun. Di tengah keributan tersebut, Rayyan terjatuh ke lantai dan tidak sadarkan diri. Rasa takut yang terus mengikutinya sepanjang pengejaran tentara Israel hingga ke rumahnya, menyebabkan jantungnya berhenti untuk selamanya.
Bocah 7 tahun itu dibawa ke rumah sakit di Bait Jala, selatan kota Al-Quds, tetapi nyawanya tidak tertolong. Menurut dokter spesialis anak, Mohammed Ismail, Rayyan dalam kondisi sehat dan tidak mengalami gangguan medis sebelumnya. “Skenario yang paling memungkinkan terjadi adalah rasa tertekan atau stress yang kemudian memicu sekresi adrenalin secara berlebihan, mengakibatkan peningkatan tekanan jantung dan menyebabkan terjadinya serangan jantung,” ungkap Ismail.
Tentara Israel berdiri di dekat foto Rayan Suleiman, anak berusia 7 tahun yang meninggal karena serangan jantung akibat dikejar oleh tentara Israel, sumber gambar: Reuters
“Dia anak laki-laki yang sehat seutuhnya dan penuh kebahagian. Hanya dalam hitungan menit, kami kehilangannya,” ungkap Mohammed Sulaiman, paman dari Rayyan.
Ia baru berusia tujuh tahun dan duduk di bangku kelas dua sekolah dasar, tidak wajar bila terkena serangan jantung di usia yang begitu belia. Tapi bagi orang Palestina, hal tersebut menjadi tidak aneh karena realita penjajahan yang harus mereka hadapi setiap hari. Tidak peduli laki-laki, perempuan, lansia, bahkan anak-anak, mereka akan mendapati risiko yang sama untuk ditangkap atau bahkan dibunuh. Persis seperti yang Rayyan alami.
Hadeel Salman, salah seorang tetangganya mengatakan bahwa militer Israel memang sedang melakukan pencarian terhadap pelempar batu, dan mereka mencari ke seluruh penjuru untuk menemukan anak kecil yang dapat mereka tuduh. “Tentara tersebut juga memanggil adik laki-laki saya, menuduhnya melempar batu, dan mengancam akan menahannya,” ujar Salman. “Adik saya bersikeras bahwa ia tidak melakukan hal tersebut.” Tentara Israel seolah mencari alasan dan kambing hitam untuk menangkap anak-anak Palestina.
Arak-arakan jenazah Rayyan, sumber gambar: Time of Gaza
Selama 74 tahun penjajahan Israel, anak-anak Palestina turut menjadi korban dan objek permanen kejahatan Israel. Di bawah hukum militer yang diterapkan, anak-anak dapat dibawa ke pengadilan militer dengan tuduhan melempar batu, atau tanpa kesalahan apa pun, melalui aturan Penahanan Administratif, yang bisa menahan siapa saja tanpa terkecuali, tanpa dakwaan ataupun pengadilan.
Baca juga: Menjadi Palestina Tidak Pernah Mudah: Kisah Penduduk Palestina yang Hidup di Bawah Bayang-Bayang Penangkapan
Anak-anak Palestina, dapat ditangkap kapan pun dan di mana pun, entah ketika mereka tengah bermain di lingkungan rumah, belajar di sekolah, entah ketika telah terlelap pada malam hari di rumahnya.
Sejak tahun 2000, sebanyak 12.000 anak telah ditangkap dan ditawan, kebanyakan karena tuduhan melempar batu dan dapat ditahan hingga 20 tahun. Setiap tahunnya, rata-rata terdapat 700 anak yang dituntut di pengadilan Israel.
Baca juga: Nasib Tawanan Anak Palestina dalam Tahanan Militer Israel
Tidak hanya itu, anak-anak Palestina juga hidup dalam bayang-bayang pembunuhan. Sejak 2015, angka pembunuhan terhadap anak Palestina meningkat secara signifikan, dengan tahun 2021 sebagai tahun dengan jumlah tertinggi anak Palestina yang terbunuh. Sementara itu, sejak awal 2022 hingga saat ini, tercatat 40 anak Palestina telah terbunuh, termasuk Rayan.
Data tingkat pembunuhan anak-anak Palestina yang dibunuh oleh militer Israel maupun pemukim bersenjata tahun 2015-2021, sumber gambar: DCIP
Tingginya tingkat penahanan dan pembunuhan terhadap anak-anak Palestina bukanlah karena ketidaksengajaan. Badan Pendanaan Darurat PBB untuk Anak-Anak atau UNICEF pada 2013 pernah mengeluarkan laporan bahwa kejahatan Israel terhadap anak Palestina, terutama yang berada di dalam tahanan, merupakan sistem yang berlaku luas, sistematis, dan inkonstitusional.
Salah satu LSM di Palestina menerbitkan laporan bahwa setidaknya terdapat lebih dari 65 hukum Israel yang secara langsung maupun tidak, memberlakukan aturan diskriminatif terhadap penduduk Palestina yang tinggal di wilayah penjajahan (Israel) maupun di wilayah Palestina. Undang-undang tersebut telah membatasi hak-hak penduduk Palestina di seluruh area kehidupannya. Mulai dari hak untuk berpartisipasi dalam politik, hak memiliki tanah dan tempat tinggal, hak mengenyam pendidikan, hingga untuk mencintai dan dicintai saja, Israel merasa harus ikut campur mengatur.
Kematian Rayyan tentu menggoreskan kesedihan tersendiri, tetapi bagi Israel terbunuhnya anak Palestina tidak berarti apa-apa, kecuali semakin berkurangnya populasi penduduk Palestina. Artinya, angka 40 yang merupakan jumlah anak Palestina yang dibunuh Israel sepanjang 2022, kemungkinan besar akan bertambah, sebab selama penjajahan terjadi, selama itu pula ancaman kematian akan terus mengintai penduduk Palestina.
Sumber Gambar: Time of Gaza
Baru-baru ini Israel telah menerbitkan aturan yang memperbolehkan penggunaan drone yang dilengkapi senjata, sehingga sewaktu-waktu, drone dapat melukai siapa saja. Akhir pekan lalu, Israel juga telah memasang smart shooter, yaitu mesin tembak otomatis yang diletakkan di pos pemeriksaan di Kota Hebron (Al-Khalil). Alat ini bisa mengenali wajah warga Palestina, dan menembakkan peluru kejut.
Pemerintahan Biden, melalui juru bicaranya memang menyampaikan duka cita atas kematian Rayyan dan merasa ‘patah hati’ atas insiden tersebut. Namun pertanyaannya, apakah itu cukup berarti? Sebab, hanya dua hari berselang setelah kematian Rayyan, seorang anak di kota yang sama (Betlehem) dengan usia yang hampir sama dengan Rayyan, ditembak di bagian kepala oleh militer Israel (1/10). Kekejaman ini nyatanya tidak akan pernah berujung, hingga Israel berhenti dan mengakhiri penjajahannya atas tanah Palestina.
Sumber gambar: Time of Gaza
Fitriyah Nur Fadilah, S.Sos., M.I.P.
Penulis merupakan Ketua Departemen Resource Development and Mobilization Adara Relief International yang mengkaji tentang realita ekonomi, sosial, politik, dan hukum yang terjadi di Palestina, khususnya tentang anak dan perempuan. Ia merupakan lulusan sarjana dan master jurusan Ilmu Politik, FISIP UI.
Sumber:
https://www.dci-palestine.org/2021_is_deadliest_year_for_palestinian_children_since_2014
https://adararelief.com/nasib-tawanan-anak-palestina-dalam-tahanan-militer-israel/
https://www.#/20220205-israel-and-the-silent-genocide-of-palestinian-children/
***
Tetaplah bersama Adara Relief International untuk anak dan perempuan Palestina.
Kunjungi situs resmi Adara Relief International untuk berita terbaru Palestina, artikel terkini, berita penyaluran, kegiatan Adara, dan pilihan program donasi.
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini seputar program bantuan untuk Palestina.
Donasi dengan mudah dan aman menggunakan QRIS. Scan QR Code di bawah ini dengan menggunakan aplikasi Gojek, OVO, Dana, Shopee, LinkAja atau QRIS.
Klik disini untuk cari tahu lebih lanjut tentang program donasi untuk anak-anak dan perempuan Palestina.