Serangan Israel terhadap Jalur Gaza terus berlangsung tanpa henti, meskipun Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengklaim bahwa Israel telah “menghentikan sementara pengeboman” untuk memberi kesempatan bagi kesepakatan pembebasan tawanan.
Pada Jumat (3/10) lalu, Hamas menyerahkan tanggapan atas rencana Trump untuk mengakhiri genosida dua tahun di Gaza, menyatakan kesediaannya melepaskan seluruh tahanan Israel dan memasuki perundingan melalui mediator internasional. Trump menyambut respons itu dengan optimisme, menulis di Truth Social bahwa Hamas “siap untuk perdamaian yang langgeng,” serta menyerukan agar Israel “segera menghentikan pengeboman Gaza.”
Sejumlah pemimpin dunia turut menyambut positif langkah Hamas dan menyerukan penghentian genosida. Namun, laporan lapangan menunjukkan realitas yang kontras. Sejak seruan Trump, Israel justru meningkatkan serangan udara dan artileri di seluruh Gaza. Sedikitnya 70 warga Palestina terbunuh dalam 24 jam terakhir, termasuk 47 orang di Kota Gaza yang kini dilanda kelaparan.
Pada Sabtu (4/10), serangan Israel membunuh sedikitnya tujuh warga Palestina, termasuk seorang anak perempuan, dan melukai banyak lainnya. Rumah-rumah di lingkungan Al-Tuffah, Al-Yarmouk, Al-Rimal, Tel al-Hawa, dan Kamp Shati menjadi sasaran. Di Kamp Nuseirat, seorang gadis kecil terbunuh saat rudal menghantam apartemennya. Serangan juga menghancurkan wilayah Khan Younis di selatan, sementara drone Israel menargetkan warga sipil di sekitar Al-Labbabidi.
Kendati radio militer Israel dan media resmi KAN mengumumkan adanya “penghentian operasi pendudukan Kota Gaza” dan perintah untuk mengurangi aktivitas militer menjadi “tindakan defensif,” serangan justru semakin brutal. Pasukan Israel terus mendorong penduduk untuk mengungsi ke selatan, memperingatkan bahwa wilayah utara Wadi Gaza “masih menjadi zona tempur berbahaya.”
Sementara itu, Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dilaporkan tengah mempersiapkan implementasi tahap pertama rencana Trump untuk pembebasan tawanan, meski dua menteri garis keras yaitu, Bezalel Smotrich dan Itamar Ben-Gvir menentang penghentian perang.
Sejak Oktober 2023, agresi Israel telah membunuh hampir 66.300 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak. PBB dan lembaga hak asasi manusia berulang kali memperingatkan bahwa Jalur Gaza kini “tak layak huni”, dengan kelaparan dan penyakit yang terus menyebar di tengah reruntuhan.
Sumber:
Qudsnen, MEE






![Pemandangan dari Sheikh Ridwan di Kota Gaza, Gaza, menunjukkan kerusakan parah yang ditinggalkan setelah tentara Israel mundur menyusul perjanjian gencatan senjata, pada 25 Oktober 2025. [Mahmoud Abu Hamda – Anadolu Agency]](https://adararelief.com/wp-content/uploads/2025/10/AA-20251026-39523597-39523583-DAILY_LIFE_IN_GAZAS_SHEIKH_RIDWAN_NEIGHBORHOOD_AFTER_CEASEFIRE-1-1-120x86.webp)
![Thunberg adalah aktivis paling terkenal yang terlibat dalam upaya mematahkan pengepungan Israel di Gaza [Getty]](https://adararelief.com/wp-content/uploads/2025/10/2218910971-75x75.jpeg)
