Pada suatu pagi bulan Agustus yang terik, di dekat Rumah Sakit Nasser, Khan Younis, Imad Al-Shaer meninggalkan rumahnya untuk membeli sarapan bagi keluarganya. Istrinya, Aida, tengah menyiapkan adonan roti, sementara tiga anak mereka menunggu di apartemen kecil di samping rumah sakit. Tak lama kemudian, dentuman meriam Israel mengguncang kawasan itu.
Imad sempat menyerahkan makanan kepada putranya dan berjanji akan menyusul pulang. Namun naluri kemanusiaannya mendorongnya berlari ke lokasi ledakan untuk menolong orang lain. Ia memang seorang pemadam kebakaran, tetapi di Gaza, panggilan tugas tak mengenal jam kerja. Serangan kedua datang. Serpihan logam menembus dadanya dan langsung merenggut nyawanya.
Imad meninggalkan Aida, anak-anak, serta keluarga yang berduka tanpa bisa menghadiri pemakamannya. Dalam keterpaksaan akibat pengepungan, Aida sendiri yang mempersiapkan jasad sang suami dan menguburkannya. “Imad adalah segalanya bagiku,” ujar Aida dengan suara bergetar. “Bersamanya, tidak ada yang berarti, tidak lapar, tidak takut, bahkan kehilangan rumah pun tidak terasa.”
Namun, Imad bukan satu-satunya korban di sekitar RS Nasser. Sebuah investigasi terbaru mengungkap bahwa serangan Israel di lokasi itu juga membunuh jurnalis Hussam al-Masri bersama 21 orang lainnya, termasuk empat jurnalis dan beberapa petugas penyelamat. Israel berdalih bahwa ada kamera di atap rumah sakit yang digunakan Hamas. Faktanya, kamera itu adalah milik Hussam, yang rutin meliput dari tangga luar rumah sakit dan menutupi kameranya dengan kain putih untuk melindungi dari panas dan debu.
Associated Press (AP) melaporkan bahwa posisi tersebut telah lama diketahui militer Israel sebagai titik berkumpul para jurnalis. Bahkan sekitar 40 menit sebelum serangan, drone Israel terlihat mengamati lokasi itu. Setelah serangan pertama, pasukan Israel kembali menghantam area yang sama ketika tim medis dan jurnalis berdatangan untuk menolong korban. Jenis amunisi yang digunakan diduga berdaya ledak tinggi, bukan senjata presisi yang bisa meminimalkan korban sipil.
Bagi Aida, tidak ada keraguan atas maksud serangan itu. “Ini genosida,” katanya tegas. “Tidak ada penjelasan lain.” Kini, ia hanya ingin dunia mengingat nama suaminya: Imad Al-Shaer, seorang pemadam kebakaran yang gugur saat berusaha menyelamatkan nyawa orang lain, bahkan di luar jam kerjanya.
Seperti halnya Hussam al-Masri, jurnalis yang dibungkam saat merekam kebenaran, Imad menjadi bagian dari daftar panjang korban sipil yang ditargetkan di Gaza, para penyelamat dan saksi yang seharusnya dilindungi, tetapi justru menjadi sasaran.
Sumber: Qudsnen