Haji Agus Salim adalah tokoh bangsa, diplomat ulung, dan ulama besar yang dimiliki bangsa Indonesia. Beliau dikenal dengan kehidupannya yang sangat sederhana dan jauh dari kemewahan. Sosok Haji Agus Salim selama ini lekat sebagai salah seorang pendiri Republik Indonesia dengan segala perjuangan dan pengorbanannya. Ia berkeliling ke berbagai belahan dunia, dari negara-negara Eropa hingga Timur Tengah, untuk membawa misi kemerdekaan Indonesia.
Haji Agus Salim memiliki pengetahuan tentang keislaman yang luas dan mendalam. Beliau sudah berdakwah sejak zaman penjajahan Belanda, baik melalui corong radio maupun penerbitan. Sejumlah karya dilahirkan dari tangannya, antara lain Tjerita Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw. (1935); Riwayat Kedatangan Islam di Indonesia (1941); Keterangan Filsafat Tentang Tauhid; Takdir dan Tawakal (1953); Ketuhanan Yang Maha Esa (1953); Muhammad sebelum dan Sesudah Hijrah (1958); dan Pesan-Pesan Islam: Rangkaian Kuliah Musim Semi 1953 di Cornell university Amerika Serikat (2011).
Pada April–Juni 1947, Haji Agus Salim ditunjuk oleh pemerintah Indonesia untuk menjadi ketua misi diplomatik ke negara-negara Arab. Misi tersebut bertujuan untuk menghimpun pengakuan dari negara-negara Arab terhadap kemerdekaan Indonesia. Ketika itu, Haji Agus Salim bersama timnya berhasil mendapatkan pengakuan kemerdekaan dari Mesir, Suriah, Lebanon, Arab Saudi, dan Yaman. Keberhasilan misi diplomatik tersebut tentu tidak lepas dari kepiawaian Haji Agus Salim dalam berdiplomasi dan kefasihannya berbicara dalam bahasa Arab. Selain itu, beliau bukanlah sosok yang asing di dunia Arab kala itu dan juga memahami berbagai isu sosial dan politik yang berkembang di Timur Tengah.
Perhatian Haji Agus Salim terhadap dunia Islam dan Timur Tengah membuat beliau banyak menuliskan pemikirannya, salah satunya tentang Palestina. Dalam bukunya, Tjerita Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw., beliau menjelaskan urgensi memahami salah satu peristiwa penting dalam sejarah umat Islam. Palestina adalah salah satu destinasi Nabi Muhammad saat diperjalankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam peristiwa Isra’ Mi’raj.
Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan suci, bukan sekadar perjalanan “wisata” biasa bagi Nabi Muhammad Saw. Peristiwa ini juga menjadi perjalanan bersejarah bagi umat Islam di seluruh dunia sekaligus menjadi titik fokus inti permasalahan dunia saat ini dikarenakan Palestina adalah satu-satunya negara yang belum merdeka sedangkan di dalamnya terdapat Masjid Al-Aqsa, kiblat pertama umat Islam. Haji Agus menulis serangkaian peristiwa-peristiwa yang dialami Nabi Muhammad Saw. saat Isra’ dan Mi’raj dengan bentuk cerita yang menarik, berdasarkan Surah Al Isra’ ayat satu.
سُبْحَٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَا ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Haji Agus Salim menjelaskan tentang buraq, yakni kendaraan yang dipakai oleh Nabi Muhammad Saw. selama perjalanan Isra’ dan Mi’raj. Nama Buraq berasal dari kata ‘barq’ yang bermakna kilat karena hewan tunggangan ini melaju secepat kilat. Haji Agus Salim juga menyebutkan ciri-ciri fisik buraq; putih berkilat dan berkilau cahaya.
“Lalu dibawa oleh Jibril sebangsa hewan kendaraan: ‘besar daripada keledai, kecil daripada baghal, putih jernih warnanya, kilau-kilauan; kendaraan nabi-nabi yang sudah-sudah di zaman lalu’. Ketika Rasulullah hendak dinaikkan oleh Jibril ke atas kendaraan itu, agak bertingkah ia. Ditegur oleh Jibril, katanja: ‘Hei Buraq! Belum pernah engkau ditunggang oleh seorang manusia jang (Ah)mad ini!’ Maka berpentjaran keringat Buraq, dan diam ia dinaiki oleh Rasulullah. Adapun ia dinamakan Buraq, nama pecahan daripada ‘Barq’, artinja kilat, karena tangkas lompatnya: ‘Tiap-tiap langkahnya sejauh pemandangan matanya’.
Maka oleh karena warnanya (yang) putih jernih kilau-kilauan dan tangkas lompatnya itu, tidaklah kelihatan ia, melainkan sebagai kilat lalu. Di dalam beberapa berita ada disebutkan pertemuan dan penglihatan[1] Rasulullah di jalan. Berlain-lain ceriteranya; akan saya sebutkan nanti kemudian. Tidak lama di jalan sampailah Rasulullah bersama dengan malaikat Jibril di Bayt-al-Maqdis, masuk dari sebelah Selatan. Sampai di depan masjid berhenti. Rasulullah turun dari atas kendaraannya, menambatkan Buraq pada gelang besi di dinding masjid. Lalu masuk bersama dengan Jibril, masing-masing sembahyang dua raka’at.”[2]
Haji Agus Salim juga menyebutkan bahwa saat peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw. menjadi imam salat bagi nabi-nabi terdahulu. Dalam bab ‘Sembahyang dengan nabi-nabi’, beliau menuliskan, “Setelah itu teruslah Rasulullah bersama Jibril a.s. turun ke dunia, ke masjid Bayt-al-Maqdis. Dan bersama mereka turun pula sekalian nabi-nabi itu. Ketika sampai mereka berbunyi suara azan menyerukan sembahyang. Maka berkumpul-kumpul sekalian mereka itu di dalam masjid hendak sembahyang. Ketika itu Rasulullah disorongkan oleh Jibril a.s. untuk maju ke muka menjadi imam. Maka sembahyanglah sekalian nabi Allah berimamkan Rasulullah.”[3]
Dalam perjalanan ke Baitul Maqdis, Nabi Muhammad Saw. sempat berhenti di beberapa titik tempat bersama malaikat Jibril as. Haji Agus Salim menceritakan bagian tersebut dalam kisah ‘Berhenti di jalan’.
“Segala berita yang sudah tersebut itu menceritakan perjalanan ke Bayt-al-Maqdis tidak berhenti-henti. Tapi ada pula berita riwayat dari Anas di dalam kitab ‘Sunan’ Nasai menyebutkan, bahwa Rasulullah disuruh berhenti di jalan oleh Jibril a.s. (untuk) turun dari kendaraannya dan sembahyang. Pertama kali di Tayba (Yathrib atau Madinah), tempat hijrah; kedua kali di Tur Sina, tempat Allah Ta’ala bertutur kepada Musa a.s.; ketiga kali di Bayt Lahm tempat kelahiran Isa a.s. Satu berita pula (riwayat Syaddad bin Aus di dalam kitab Imam Al-Tirmadzy) menyatakan berhenti pertama kali di Yathrib (Madina), kedua kali di Midyan dekat pohon Nabi Musa a.s., dan ketiga kali Bayt Lahm, tempat kelahiran Nabi Isa a.s.”[4]
Peristiwa Isra Mi’raj terbagi dalam dua peristiwa berbeda yang terjadi pada waktu satu malam. Isra’ dimaknai dengan perjalanan malam hari yang dilaksanakan oleh Rasulullah dari Ka’bah di Makkah menuju Baitul Maqdis di Palestina, sedangkan Mi’raj adalah peristiwa diperjalankannya Rasulullah oleh Allah Swt. dari Baitul Maqdis melewati langit ke-7 menuju Sidratul Muntaha. Haji Agus Salim menyebutkan kisah tentang Rasulullah Saw. yang diperlihatkan kondisi surga dan neraka saat melakukan perjalanan Mi’raj.
Dalam bagian buku yang mengisahkan ‘Swarga dan neraka’, Haji Agus Salim menafsirkan, “Ada pula tersebut berita Rasulullah melalui swarga (surga) dan neraka di jalan Bayt-al-Maqdis. Tiba-tiba ia mendapat angin, harum baunya dan sejuk rasanya dan mendengar suara. Ia bertanya, maka diterangkan oleh Jibril a.s. bahwa bau, rasa, dan suara itu (berasal) dari swarga, (yang) bersedu kepada Allah memohon isinya.”[5]
Tulisan Haji Agus Salim dalam bukunya yang berjudul Tjerita Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw. tersebut menandakan bahwa beliau adalah tokoh nasional yang memiliki kepedulian terhadap penjajahan atas Palestina yang merupakan tempat terjadinya Isra’ Mi’raj. Melalui tulisan yang mudah dipahami dan dikemas dalam bentuk cerita ini, Haji Agus Salim hendak mengingatkan kita bahwa Palestina merupakan tempat bagi masjid suci dan peristiwa bersejarah yang amat penting untuk dijaga dari segala upaya yang menodai kesuciannya.
Wallahu’alam
Fatmah Ayudhia Amani, S. Ag.
Penulis merupakan Relawan Departemen Penelitian dan Pengembangan Adara Relief International yang mengkaji tentang realita ekonomi, sosial, politik, dan hukum yang terjadi di Palestina, khususnya tentang anak dan perempuan. Ia merupakan lulusan Diploma in Islamic Early Childhood Education, International Islamic College Malaysia dan S1 Tafsir dan Ulumul Qur’an, STIU Dirosat Islamiyah Al Hikmah, Jakarta.
Sumber:
- Hadji A. Salim. Tjeritera Isra’ dan Mi’radj Nabi Muhammad S.A.W. (Djakarta:Tintamas). Hlm. 10. ↑
- Ibid. Hlm. 11. ↑
- Ibid. Hlm. 16. ↑
- Ibid. Hlm. 18. ↑
- Ibid 18. ↑
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini