• Profil Adara
  • Komunitas Adara
  • FAQ
  • Indonesian
  • English
  • Arabic
Kamis, Oktober 23, 2025
No Result
View All Result
Donasi Sekarang
Adara Relief International
  • Home
  • Tentang Kami
    • Profil Adara
    • Komunitas Adara
  • Program
    • Penyaluran
      • Adara for Palestine
      • Adara for Indonesia
    • Satu Rumah Satu Aqsa
  • Aktivitas
    • Event
    • Kegiatan
    • Siaran Pers
  • Berita Kemanusiaan
    • Anak
    • Perempuan
    • Al-Aqsa
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Hukum dan HAM
    • Seni Budaya
    • Sosial EKonomi
    • Hubungan Internasional dan Politik
  • Artikel
    • Sorotan
    • Syariah
    • Biografi
    • Jelajah
    • Tema Populer
  • Publikasi
    • Adara Palestine Situation Report
    • Adara Policy Brief
    • Adara Humanitarian Report
    • AdaStory
    • Adara for Kids
    • Distribution Report
    • Palestina dalam Gambar
  • Home
  • Tentang Kami
    • Profil Adara
    • Komunitas Adara
  • Program
    • Penyaluran
      • Adara for Palestine
      • Adara for Indonesia
    • Satu Rumah Satu Aqsa
  • Aktivitas
    • Event
    • Kegiatan
    • Siaran Pers
  • Berita Kemanusiaan
    • Anak
    • Perempuan
    • Al-Aqsa
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Hukum dan HAM
    • Seni Budaya
    • Sosial EKonomi
    • Hubungan Internasional dan Politik
  • Artikel
    • Sorotan
    • Syariah
    • Biografi
    • Jelajah
    • Tema Populer
  • Publikasi
    • Adara Palestine Situation Report
    • Adara Policy Brief
    • Adara Humanitarian Report
    • AdaStory
    • Adara for Kids
    • Distribution Report
    • Palestina dalam Gambar
No Result
View All Result
Adara Relief International
No Result
View All Result
Home Artikel

Energi sebagai Instrumen Kolonialisme Israel dalam Penjarahan Gas Palestina dan Diplomasi Global

by Adara Relief International
September 22, 2025
in Artikel, Sorotan
Reading Time: 9 mins read
0 0
0
Energi sebagai Instrumen Kolonialisme Israel dalam Penjarahan Gas Palestina dan Diplomasi Global

Poster di pelabuhan Kota Gaza menuntut hak atas gas di lepas pantai (Sumber/APA Images)

51
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsappShare on Telegram

Sejak pendudukan Israel atas Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Al-Quds bagian timur (Yerusalem Timur) pada 1967, penguasaan tanah, air, dan sumber daya alam menjadi inti pendudukan negara Zionis tersebut terhadap Palestina. Kontrol Israel bukan hanya sebatas memutus akses rakyat Palestina terhadap kekayaan mereka, melainkan juga menjadikan eksploitasi sumber daya sebagai bagian dari instrumen politiknya.

Pada akhir 1999, penemuan ladang gas Gaza Marine yang terletak sekitar 35 km dari pantai Gaza dengan potensi satu triliun kaki kubik dianggap sebagai fondasi menuju kemandirian Palestina. Namun, eksplorasi yang dilakukan melalui British Gas Group (BGG) tersebut tidak benar-benar dapat dimanfaatkan. Rencana kontrak antara BGG, Otoritas Palestina (PA), dan Israel sempat dibangun pada awal 2000-an, termasuk perjanjian bagi hasil dan pembangunan jaringan pipa ke Gaza. Namun, dinamika politik dan penolakan Israel pada akhirnya menghambat realisasi proyek tersebut.

Seiring waktu, negosiasi berulang kali dibuka dan ditutup. Israel menolak membeli gas dengan alasan biaya dan keamanan, meski faktor politik lebih dominan. Situasi makin rumit setelah perpecahan internal Palestina tahun 2007 dan operasi militer Israel pada 2008 yang memperkuat kontrol de facto atas ladang gas tersebut. Israel kemudian berhubungan langsung dengan BGG, melangkahi otoritas Palestina (PA) sebagai pemilik sah. Cadangan gas milik Gaza kemudian dimasukkan ke jaringan energi Israel, sehingga Palestina kehilangan kesempatan untuk mandiri dalam kebutuhan energinya.

Upaya baru dimulai pada 2016 setelah Shell, pewaris saham BGG, keluar dari proyek gas tersebut. Skema kepemilikan diubah menjadi: Palestine Investment Fund (PIF) dan Consolidated Contractors Company (CCC), yang masing-masing memegang 27,5% kepemilikan, sedangkan 45% lainnya dialokasikan untuk operator internasional. Pada 2021, PIF dan CCC menandatangani MoU dengan perusahaan gas Mesir, EGAS. Kesepakatan ini diperkuat pada saat Framework Agreement 2022 untuk menyalurkan gas ke El Arish, Mesir. Israel memberikan persetujuan awal pada 2023 dengan syarat koordinasi keamanan dan diplomasi, sementara Mesir berperan sebagai mediator utama bagi kepentingan semua pihak.

Namun, dimulainya agresi Israel ke Gaza pada Oktober 2023 menghentikan seluruh langkah yang telah disepakati. Sebuah spekulasi muncul di media yang mengaitkan agresi dengan perebutan “rejeki nomplok gas” dengan narasi yang berlebihan. Padahal cadangan gas Gaza Marine relatif kecil dibandingkan ladang gas lain di Mediterania Timur, dan nilainya tidak sebesar klaim publik. Namun, jika dikembangkan, Gaza Marine berpotensi menyumbang miliaran dolar bagi pemasukan Palestina, yang diharapkan dapat membantu pembiayaan rekonstruksi pascaperang dan memberi peluang stabilitas fiskal.

Tampak udara menunjukkan rig gas alam Leviathan di lepas pantai Laut Mediterania, Israel utara (Sumber: Reuters)

Kontras dengan Gaza Marine yang terus dibekukan, Israel secara agresif mendorong eksplorasi gas di wilayah lain. Pada 17 Maret lalu, hanya beberapa jam sebelum Israel melancarkan serangan udara yang membunuh sedikitnya 400 warga Gaza termasuk 100 anak-anak, perusahaan energi dunia seperti SOCAR (Azerbaijan), British Petroleum (Inggris), dan NewMed (Israel) berkumpul di Tel Aviv untuk mengumumkan proyek eksplorasi baru bernama Cluster I di kawasan Laut Mediterania yang berdekatan dengan ladang Leviathan yang dikelola Chevron (Amerika Serikat).

Proyek Cluster I hanyalah satu dari sekian banyak izin eksplorasi lepas pantai yang ditawarkan Israel, termasuk di wilayah perairan yang dianeksasi secara ilegal. Sementara Gaza Marine terus terhalang, ladang-ladang gas lain justru dimanfaatkan untuk menopang ekonomi Israel, memperkuat infrastruktur militernya, serta memperdalam hubungan energi dengan aktor-aktor global.

Situasi ini memperlihatkan bahwa di satu sisi, Israel sebagai kekuatan pendudukan secara sistematis melemahkan Otoritas Palestina dengan menghambat pemanfaatan sumber daya gas yang berulang kali terabaikan. Di sisi lain, Israel justru gencar melakukan eksplorasi serta memperkuat diplomasi energi di wilayah yang telah dianeksasi dan dijadikan bagian dari wilayahnya. Langkah tersebut bukan semata untuk memperkuat sektor energinya, melainkan juga menjadi fondasi material bagi kelanjutan operasi militer dan strategi untuk memperkuat genosida terhadap rakyat Gaza.

Jika dalam uraian sebelumnya terlihat bagaimana Israel secara sistematis menyingkirkan Palestina dari hak atas sumber daya gasnya, maka bagian selanjutnya akan memperlihatkan wajah lain dari strategi energi Israel yaitu diplomasi global yang dibangun melalui jejaring korporasi dan negara mitra. Energi tidak hanya berfungsi sebagai sumber daya ekonomi, tetapi juga sebagai instrumen geopolitik yang menopang pendudukan dan memperluas legitimasi internasional Israel.

Dalam konteks inilah, artikel ini akan menelusuri tiga simpul penting yang menunjukkan bagaimana energi dijadikan kendaraan kolonialisme modern melalui keterlibatan British Petroleum dalam eksplorasi gas Israel; hubungan timbal balik antara Azerbaijan dan Israel yang berlandaskan minyak serta persenjataan, serta proyek pipa gas Mesir yang berdiri di atas penderitaan Gaza. Ketiga kasus ini membuka tabir bahwa diplomasi energi Israel bukan sekadar proyek ekonomi, melainkan bagian integral dari mesin penjajahan yang terus diperluas melalui aliansi internasional.

Keterlibatan British Petroleum dalam Ekspansi Gas Israel yang Melegitimasi Genosida Gaza

Pada Maret 2025, bertepatan dengan memburuknya genosida Israel di Gaza, Menteri Pertahanan Israel memulai kembali sebuah proyek eksplorasi gas yang sempat tertunda. Proyek ini pertama kali diumumkan pada Oktober 2023 sebagai sebuah “proyek kepercayaan” yang berkontribusi pada sektor energi global, namun mandek akibat genosida Israel hingga awal 2025.

Proyek eksplorasi ini penting karena menandai awal keterlibatan British Petroleum (BP) sebagai salah satu badan penyedia energi asal Inggris dengan sektor gas alam Israel. Pada Maret 2025, BP memperoleh lisensi setelah Israel kembali melanggar perjanjian gencatan senjata. Lisensi tersebut memberi BP akses luas untuk mengeksplorasi perairan Palestina yang sebelumnya telah dieksploitasi secara ilegal oleh Israel.

Meskipun eksplorasi ini masih berada pada tahap awal, perjanjian antara Israel dan Inggris ini membuka peluang bagi peningkatan cadangan gas Israel di masa mendatang. Cadangan tersebut tidak hanya memperkuat pasar domestik, tetapi juga berpotensi besar untuk diekspor. Selain itu, gas yang diekstraksi juga akan digunakan untuk menopang infrastruktur militer Israel, penjara, dan permukiman ilegal di wilayah pendudukan.

Saat ini Israel memiliki dua cadangan gas utama, yaitu ladang Tamar dan Leviathan yang keduanya dioperasikan oleh Chevron, perusahaan gas ternama milik Amerika. Ladang Tamar berperan sebagai pemasok utama bagi Israel Electric Corporation (IEC), perusahaan milik negara yang menyediakan energi untuk lembaga pemerintah Israel, termasuk pangkalan militer Israel, penjara dan permukiman ilegal di Tepi Barat.

Baca Juga

Empat Gencatan Senjata dalam Dua Tahun Genosida Gaza: Upaya Perdamaian Atau Bagian dari Episode Genosida Berikutnya?

Perang Psikologis di Gaza dan Siklus Duka yang Tidak Pernah Menemukan Akhir

IEC juga mengendalikan jaringan listrik Palestina yang seharusnya sebagian besarnya dialirkan ke Gaza. Salah satu bentuk hukuman kolektif Israel, yang turut didukung Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, terhadap warga Palestina adalah strategi sistematis Israel dalam menduduki Gaza dan merekayasa genosida melalui pembatasan energi dan bahan bakar yang esensial bagi kehidupan.

Selain dipakai untuk membiayai penjara dan pendudukan, cadangan gas Israel juga jadi sumber kekuatan ekonomi melalui ekspor. Dengan produksi gas, Israel bisa membuat kesepakatan normalisasi berbasis energi dengan Mesir, Yordania, dan Uni Eropa. Hal ini membuat Israel makin terhubung dengan ekonomi regional sekaligus memberi legitimasi atas pendudukannya di Palestina. Izin eksplorasi terbaru pun harus dilihat sebagai strategi jangka panjang untuk memperbesar kapasitas ekspor dan memperkuat hubungan ekonomi dengan negara lain, termasuk dengan Azerbaijan dan Inggris.

BTC Pipeline dan Konvergensi Kepentingan Energi Azerbaijan – Israel 
Logo SOCAR Energy terlihat di sebuah stasiun pengisian bahan bakar milik perusahaan di Kiev, Ukraina, 6 Oktober 2017. REUTERS/Valentyn Ogirenko/Foto Arsip

Sejak kemerdekaan Azerbaijan dari Uni Soviet pada 1991, negara ini segera menjadi arena kepentingan energi dan militer kekuatan global. British Petroleum (BP) masuk sebagai aktor dominan pasca-Soviet yang menandatangani “Contract of The Century” pada 1994 senilai USD 7,4 miliar untuk mengelola ladang minyak utama Azerbaijan di Laut Kaspia, yaitu Azeri, Chirag, dan Gunashli (ACG). Kontrak ini bukan hanya membentuk Azerbaijan International Operating Company (AIOC), tapi juga memberi kekuasaan besar kepada pihak asing melalui klausul stabilisasi yang berlaku selama 40 tahun, bahkan melebihi hukum nasional. Sejak saat itu, Azerbaijan sering dijuluki “Negara BP”, karena kedaulatannya dianggap tunduk pada perusahaan energi raksasa dunia tersebut.

Minyak mentah dari ladang ACG dialirkan melalui terminal Sangachal menuju jaringan pipa Baku–Tbilisi–Ceyhan (BTC), yang selesai dibangun pada 2005. Pipa sepanjang 1.768 kilometer ini dibangun melintasi Azerbaijan, Georgia, dan Turki, hingga bermuara di pelabuhan Ceyhan, sebelum diangkut dengan kapal tanker ke pasar internasional. Sejumlah perusahaan pelayaran, di antaranya yaitu Oilmar, Vitol, Glencore, Petraco, dan SOCAR, menjadi penghubung utama distribusi minyak Azeri. Salah satu tujuan utama minyak tersebut adalah pelabuhan Israel di Ashkelon, Ashdod, dan Haifa. Hal ini menjadikan BTC sebagai jalur vital dalam rantai pasokan energi yang menopang mesin ekonomi dan militer Israel.

Sejak 1990-an, Israel menjalin hubungan diplomatik dan militer yang dekat dengan Azerbaijan. Israel membuka kedutaannya di Baku pada 1993, dan sejak 1999 Azerbaijan mulai menyalurkan minyak ke Israel. Hubungan ini makin kuat ketika Israel menjadi pemasok utama senjata bagi Azerbaijan, sekitar 60–70% dari total impor senjata pada 2015–2020. Termasuk di dalamnya adalah drone dan teknologi militer yang sangat berperan memenangkan Azerbaijan atas Armenia dalam perang 44 hari pada 2020.

Kerja sama energi semakin dipererat melalui keterlibatan SOCAR dalam proyek energi Israel, termasuk kepemilikan saham di ladang Med Ashdod dan lisensi eksplorasi gas di Mediterania Timur pada 2023. Hubungan politik pun kian formal setelah Azerbaijan membuka kedutaan besar di Tel Aviv pada 2022. Bahkan pasca 7 Oktober 2023, ketika Gaza dibombardir, hubungan bilateral tetap intensif; aktivitas penerbangan tetap aktif, pariwisata meningkat, dan perdagangan energi berlanjut.

Dengan demikian, hubungan Azerbaijan–Israel bukan sekadar diplomasi bilateral, tetapi bagian dari arsitektur energi global yang dibangun melalui BP dan jaringan BTC. Azerbaijan menyediakan minyak, Israel memasok senjata, sementara perusahaan energi internasional memastikan aliran minyak mentah menuju pelabuhan Israel. Simbiosis ini memperlihatkan bagaimana energi dijadikan instrumen geopolitik yang menopang pendudukan, perang, dan legitimasi Israel di kawasan, sekaligus memperlihatkan keterhubungan erat antara kolonialisme energi global dan genosida terhadap rakyat Palestina.

Transformasi Relasi Energi Mesir–Israel: Dari Eksportir ke Importir
Israel, Mesir dan Uni Eropa menandatangani kesepakatan ekspor gas alam ke Eropa

Hubungan energi Mesir–Israel berakar dari dinamika pasca-Perjanjian Damai Camp David pada 1979. Meskipun normalisasi politik berlangsung lambat, sektor energi justru menjadi ruang awal yang mempererat relasi antar kedua negara.

Sejak 2005, Mesir memasok gas ke Israel melalui perusahaan East Mediterranean Gas Company (EMG). Pipa gas yang dibangun dari El Arish (Sinai) ke Ashkelon (Israel) menjanjikan suplai 1,7 miliar meter kubik per tahun. Namun, kontrak ini memicu kritik keras di Mesir karena harga gas dinilai terlalu murah dibanding harga pasar global. Ketidakstabilan di Sinai, ditambah aksi sabotase berulang terhadap jaringan pipa, memperparah situasi ini. Kemudian, pasca Revolusi tahun 2011, pemerintah Mesir akhirnya membatalkan kontrak di tahun 2012 dengan alasan pelanggaran perjanjian dan faktor keamanan.

Namun, arah hubungan energi berbalik pada 2018, ketika Israel yang menemukan cadangan besar di ladang Tamar dan Leviathan dan mulai mengekspor gas ke Mesir. Kontrak jangka panjang antara perusahaan Israel (Delek Drilling dan Noble Energy) dengan perusahaan Mesir Dolphinus Holdings membuka jalur ekspor resmi pada Januari 2020, menggunakan infrastruktur pipa lama yang sebelumnya menyalurkan gas Mesir ke Israel.

Hubungan diplomasi gas ini menguat pada Agustus 2025, ketika Mesir menandatangani perjanjian senilai USD 35 miliar dengan mitra Leviathan untuk mengimpor 130 miliar meter kubik gas Israel hingga 2040. Perjanjian ini mencakup pembangunan pipa baru di perbatasan Nitzana dan pengembangan fasilitas pencairan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) di Damietta dan Idku, memperkuat peran Mesir sebagai penghubung ekspor gas ke Eropa sekaligus memenuhi kebutuhan energi domestiknya.

Rencana pembangunan pipa baru diproyeksikan dimulai awal 2025 dan selesai pada 2028, dengan investasi sekitar USD 400 juta, dengan rincian USD 200 juta ditanggung Mesir dan sisanya oleh perusahaan Israel. Pipa ini akan menambah kapasitas hingga 6 miliar meter kubik gas per tahun.

Tambahan pasokan tersebut dirancang untuk menutup kesenjangan energi domestik Mesir, yang pada 2024 mencatat konsumsi 60 miliar meter kubik sementara produksinya hanya 47,5 miliar. Pemerintah Mesir menilai impor gas dari Israel krusial demi stabilitas energi nasional, bahkan menargetkan peningkatan produksi domestik menjadi 6,6 miliar kaki kubik per hari pada 2027.

Di tengah genosida Israel yang semakin intensif di Gaza, kerja sama energi Mesir–Israel menuai kontroversi. Kritik tajam diarahkan pada keputusan Mesir yang menandatangani kontrak selangit ketika agresi Israel telah membunuh puluhan ribu warga Palestina. Para pengamat menilai, perjanjian ini justru memperkuat fondasi ekonomi Israel dan secara tidak langsung menopang mesin perangnya, sementara Gaza terus terjebak dalam blokade, kelaparan, dan kehancuran.

Energi sebagai Kendaraan Normalisasi dan Kolonialisme Modern

Eksplorasi dan perdagangan gas menjadi instrumen strategis Israel untuk menopang ekonomi domestik sekaligus memperkuat infrastruktur militernya di tengah genosida di Gaza. Proyek-proyek baru seperti Cluster I, keterlibatan perusahaan energi global seperti British Petroleum, Chevron, dan SOCAR, hingga kerja sama dengan Mesir menunjukkan bagaimana sumber daya energi diperalat bukan hanya untuk keuntungan ekonomi, tetapi juga sebagai kendaraan politik dan diplomasi normalisasi.

Dalam laporan berjudul “Dari Ekonomi Pendudukan ke Ekonomi Genosida”, Pelapor Khusus PBB Francesca Albanese menegaskan peran perusahaan energi sebagai penyokong infrastruktur pendudukan dan kekerasan. Ia menyoroti peran perusahaan-perusahaan energi tersebut dan menjelaskan, “Dengan memasok batu bara, gas, minyak, dan bahan bakar kepada Israel, perusahaan-perusahaan ini telah berkontribusi pada infrastruktur sipil yang digunakan Israel untuk memperkuat aneksasi permanen dan mempersenjatai mereka dalam penghancuran kehidupan warga Palestina. Artinya, infrastruktur yang melayani militer Israel adalah sama dengan yang digunakan untuk menghancurkan Gaza, termasuk jaringan yang memasok sumber daya yang disediakan oleh perusahaan-perusahaan ini. Sifat sipil dari infrastruktur tersebut tidak membebaskan perusahaan dari tanggung jawab.”

Oleh sebab itu, ia menekankan bahwa seruan embargo energi sejalan dengan seruan embargo senjata. Dalam hal ini, Kolombia telah menetapkan embargo batu bara terhadap Israel. Sementara, serikat pekerja minyak Brasil turut mendesak pemerintahannya untuk menghentikan ekspor minyak ke Israel pada 2025 yang mencapai 2,7 juta barel.

Mesir, Azerbaijan, dan sejumlah aktor global secara langsung maupun tidak langsung turut menopang mesin perang Israel melalui kemitraan energi, bahkan di tengah blokade, kelaparan, dan kehancuran yang dialami rakyat Palestina. Dengan demikian, energi bukanlah sekadar komoditas ekonomi, melainkan sarana kolonialisme modern Israel. Penjarahan sumber daya fosil dari Gaza hingga Mesir bukan hanya memperkuat legitimasi Israel di mata Barat, tetapi juga memperdalam penderitaan rakyat Palestina dan memperluas ketergantungan negara-negara regional kepada Israel.

Yunda Kania Alfiani, S.Hum

Penulis merupakan anggota Departemen Research and Development Adara Relief International yang mengkaji tentang realita ekonomi, sosial, politik, dan hukum yang terjadi di Palestina, khususnya tentang anak dan perempuan. Ia merupakan lulusan sarjana jurusan Ilmu Sejarah, FIB UI.

Referensi:

Israel unleashes bloody Gaza bombardment, killing hundreds and breaking truce

How Israel’s energy diplomacy is fueling the Gaza genocide

Energy Embargo for Palestine, an anti-imperialist climate group based in Britain, break down the role of BP and the British state in fuelling the Zionist genocide.

Bid to halt Egypt-Israel gas deal

Israel begins exporting natural gas to Egypt

Israel’s Leviathan signs $35 billion natural gas supply deal with Egypt

Israel Signs $35 Billion Natural Gas Supply Seal With Egypt Amid Gaza Genocide

From economy of occupation to economy of genocide 

Pipeline to genocide BP’s oil route to Israel

Azerbaijan’s silence over Gaza is not surprising

Conflict in Nagorno-Karabakh raises scrutiny of Israel’s arms sales to Azerbaijan

25 Years After the “Contract of the Century”: The Implications for Caspian Energy

 

ShareTweetSendShare
Previous Post

Kesaksian Tentara Israel Bongkar Klaim Palsu Soal Pemerkosaan 7 Oktober

Next Post

Serangan Israel Lumpuhkan Layanan Kesehatan Gaza

Adara Relief International

Related Posts

Penduduk Gaza berjalan di puing-puing kehancuran akibat Genosida (MEE)
Sorotan

Empat Gencatan Senjata dalam Dua Tahun Genosida Gaza: Upaya Perdamaian Atau Bagian dari Episode Genosida Berikutnya?

by Adara Relief International
Oktober 21, 2025
0
22

“Perang akan berakhir. Para pemimpin akan berjabat tangan. Perempuan tua itu akan terus menunggu putranya yang syahid. Perempuan itu akan...

Read moreDetails
Seorang perempuan menangis di samping jasad anak-anak yang menjadi korban serangan Israel (MEE)

Perang Psikologis di Gaza dan Siklus Duka yang Tidak Pernah Menemukan Akhir

Oktober 14, 2025
35
Aktivis memasang bendera Palestina pada kapal yang berpartisipasi dalam Global Sumud Flotilla (MEE)

Global Sumud Flotilla: Misi Maritim Terbesar untuk Mengakhiri Blokade Gaza dan Memecah Keheningan Dunia

Oktober 6, 2025
955
Sekolah Dar Al-Arqam di Gaza yang telah dihancurkan Israel pada April 2025 (Al Jazeera)

Educide: Perampasan Hak Anak-Anak Palestina untuk Menempuh Pendidikan Melalui Genosida dan Yahudisasi

September 28, 2025
30
Zionisme: Sistem Raksasa yang Mengelola Rangkaian Kehancuran dan Penderitaan di Tanah Palestina

Zionisme: Sistem Raksasa yang Mengelola Rangkaian Kehancuran dan Penderitaan di Tanah Palestina

September 1, 2025
125
Belajar Palestina Lewat Kuis Kemerdekaan 17 Agustus 2025

Belajar Palestina Lewat Kuis Kemerdekaan 17 Agustus 2025

Agustus 28, 2025
97
Next Post
Serangan Israel Lumpuhkan Layanan Kesehatan Gaza

Serangan Israel Lumpuhkan Layanan Kesehatan Gaza

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TRENDING PEKAN INI

  • Aktivis memasang bendera Palestina pada kapal yang berpartisipasi dalam Global Sumud Flotilla (MEE)

    Global Sumud Flotilla: Misi Maritim Terbesar untuk Mengakhiri Blokade Gaza dan Memecah Keheningan Dunia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 1,5 Juta Warga Palestina Kehilangan Tempat Tinggal, 60 Juta Ton Puing Menutupi Gaza

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 79 Tahun Kemerdekaan Indonesia: Peran Palestina dalam Kemerdekaan Indonesia dan Ikatan Persaudaraan yang Tak Lekang Oleh Masa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meneladani Sikap Tolong Menolong Pada Masa Rasulullah Saw dan Para Sahabat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Adara Palestine Situation Report 62

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Currently Playing

Edcoustic - Mengetuk Cinta Ilahi

Edcoustic - Mengetuk Cinta Ilahi

00:04:42

Sahabat Palestinaku | Lagu Palestina Anak-Anak

00:02:11

Masjidku | Lagu Palestina Anak-Anak

00:03:32

Palestinaku Sayang | Lagu Palestina Anak-Anak

00:03:59

Perjalanan Delegasi Indonesia—Global March to Gaza 2025

00:03:07

Company Profile Adara Relief International

00:03:31

Qurbanmu telah sampai di Pengungsian Palestina!

00:02:21

Bagi-Bagi Qurban Untuk Pedalaman Indonesia

00:04:17

Pasang Wallpaper untuk Tanamkan Semangat Kepedulian Al-Aqsa | Landing Page Satu Rumah Satu Aqsa

00:01:16

FROM THE SHADOW OF NAKBA: BREAKING THE SILENCE, END THE ONGOING GENOCIDE

00:02:18

Mari Hidupkan Semangat Perjuangan untuk Al-Aqsa di Rumah Kita | Satu Rumah Satu Aqsa

00:02:23

Palestine Festival

00:03:56

Adara Desak Pemerintah Indonesia Kirim Pasukan Perdamaian ke Gaza

00:07:09

Gerai Adara Merchandise Palestina Cantik #lokalpride

00:01:06
  • Profil Adara
  • Komunitas Adara
  • FAQ
  • Indonesian
  • English
  • Arabic

© 2024 Yayasan Adara Relief Internasional Alamat: Jl. Moh. Kahfi 1, RT.6/RW.1, Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Daerah Khusus Jakarta 12630

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Tentang Kami
    • Profil Adara
    • Komunitas Adara
  • Program
    • Penyaluran
      • Adara for Palestine
      • Adara for Indonesia
    • Satu Rumah Satu Aqsa
  • Aktivitas
    • Event
    • Kegiatan
    • Siaran Pers
  • Berita Kemanusiaan
    • Anak
    • Perempuan
    • Al-Aqsa
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Hukum dan HAM
    • Seni Budaya
    • Sosial EKonomi
    • Hubungan Internasional dan Politik
  • Artikel
    • Sorotan
    • Syariah
    • Biografi
    • Jelajah
    • Tema Populer
  • Publikasi
    • Adara Palestine Situation Report
    • Adara Policy Brief
    • Adara Humanitarian Report
    • AdaStory
    • Adara for Kids
    • Distribution Report
    • Palestina dalam Gambar
Donasi Sekarang

© 2024 Yayasan Adara Relief Internasional Alamat: Jl. Moh. Kahfi 1, RT.6/RW.1, Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Daerah Khusus Jakarta 12630