Di Jalur Gaza, keluarga-keluarga yang terusir akibat genosida Israel selama dua tahun terakhir kembali menghadapi kenyataan yang pahit: tiga musim dingin berturut-turut tanpa tempat berlindung yang layak. Malam-malam yang membeku, tenda-tenda yang sobek, dan kawasan rawan banjir kini menjadi keseharian mereka.
Farah Ashour, remaja berusia 19 tahun asal Tel al-Hawa, tidur setiap malam di bawah langit terbuka. “Bagaimana jika bom Israel jatuh menimpaku sekarang, meski ada gencatan senjata? Mereka kejam,” ujarnya kepada Quds News Network. Ia menambahkan, “Musim dingin sebentar lagi tiba, prakiraan cuaca memperingatkan hujan dan badai… tapi tak ada yang peduli pada nasib kami.”
Keluarga Farah, terdiri dari sepuluh orang, kini hidup dalam satu tenda rapuh di atas reruntuhan rumah mereka yang telah dua kali dibom Israel. “Tahun lalu, angin dan banjir menyobek tenda kami hingga kami terpaksa tidur di udara terbuka,” katanya. Bahkan kini, mereka tinggal di lantai dua rumah yang hancur sebagian, meski masih terdapat rudal aktif yang belum meledak di lantai atas.
Gencatan Senjata, Tapi Bantuan Tak Masuk
Menurut UNRWA, hampir seluruh penduduk Gaza kini mengungsi. Meski gencatan senjata mulai berlaku sejak 10 Oktober, Israel terus memblokir masuknya bantuan. Data Norwegian Refugee Council (NRC) mencatat bahwa Israel telah menolak 23 permohonan dari sembilan lembaga kemanusiaan untuk membawa perlengkapan darurat seperti tenda, selimut, kasur, dan perlengkapan dapur—sekitar 4.000 palet bantuan yang tertahan.
“Waktu kami sangat terbatas untuk melindungi keluarga-keluarga ini dari hujan dan dingin,” ujar Angelita Caredda, Direktur Regional NRC untuk Timur Tengah dan Afrika Utara. “Lebih dari tiga pekan setelah gencatan senjata, Gaza seharusnya menerima gelombang bantuan, tapi yang masuk hanya sebagian kecil.”
Sementara itu, badan koordinasi kemanusiaan mencatat lebih dari 1,5 juta orang membutuhkan tenda dan perlindungan darurat akibat lebih dari 282.000 unit rumah rusak atau hancur.
Ancaman Banjir, Penyakit, dan Kelaparan
Pemerintah Kota Gaza memperingatkan bahwa datangnya hujan musim dingin dapat memperburuk penderitaan ratusan ribu pengungsi. Sekitar 93 persen tenda kini telah roboh atau tak layak huni. Selain itu, tanpa pasokan bahan bakar, air bersih, serta alat perbaikan, sistem sanitasi bisa benar-benar lumpuh sehingga meningkatkan risiko banjir, wabah penyakit, dan pencemaran air.
“Tragedi warga Gaza dapat memburuk dalam beberapa pekan ke depan jika tidak ada intervensi internasional segera,” bunyi pernyataan resmi pemerintah kota.
UNRWA melaporkan bahwa 61 juta ton puing kini menutupi Gaza, mengakibatkan seluruh lingkungan hilang dari peta. Banyak keluarga terpaksa mencari perlindungan di reruntuhan rumah mereka sendiri.
Lembaga Gaza Rights Center (GRC) menegaskan bahwa 74 persen tenda yang digunakan pengungsi berstatus tidak layak huni. Sementara itu, lembaga kemanusiaan Inggris Muslims In Need (MIN) menyebut Israel menolak banyak izin untuk pengiriman bantuan, dengan alasan bahwa lembaga-lembaga tersebut “tidak berwenang menyalurkan bantuan ke Gaza.”
“Sebagian besar warga Gaza kini hidup di tenda, bahkan di jalan tanpa perlindungan sama sekali,” kata perwakilan MIN di Gaza. “Banyak yang meminta tenda sebelum musim dingin, tapi kami tak mampu menyediakannya. Hidup di sini nyaris tak tertahankan.”
Yang Paling Rentan: Anak-Anak dan Lansia
Di kamp pengungsian dekat laut di Deir al-Balah, Aya Sada bertanya lirih, “Apa yang dapat menghangatkan kami malam ini?” Keluarganya sudah dua tahun tinggal di tenda darurat. Ia berkata, “Tahun lalu, beberapa anak meninggal karena kedinginan. Sekarang, banyak bangunan telah rata, dan tenda-tenda yang tersisa sudah rusak parah.”
Amjad al-Shawa, Direktur Palestinian NGO Network, memperingatkan risiko tinggi banjir dan wabah penyakit akibat tumpukan sampah di dekat area permukiman. “Kita akan segera menghadapi musim hujan, dan situasinya sangat berbahaya,” ujarnya.
Aya menambahkan, “Orang-orang di Gaza kini membenci musim dingin. Sebagian besar keluarga hanya memiliki satu selimut untuk dipakai bersama sepanjang musim. Itulah kenyataannya.”
Sumber: Qudsnen

![Warga Palestina memeriksa rumah-rumah yang rusak parah di wilayah al-Ketiba setelah penarikan pasukan Israel dari Khan Yunis, Gaza, pada 11 November 2025. [Abed Rahim Khatib – Anadolu Agency]](https://adararelief.com/wp-content/uploads/2025/11/AA-20251111-39683171-39683140-PALESTINIANS_RETURN_TO_DESTROYED_HOMES_AFTER_ISRAELI_WITHDRAWAL-scaled-e1762881517683-120x86.webp)
![Banyak warga Palestina mengatakan mereka menghadapi penyiksaan saat berada di tahanan Israel [Getty]](https://adararelief.com/wp-content/uploads/2025/11/2192563299-120x86.jpeg)


