Hampir 42.000 orang di Jalur Gaza mengalami cedera yang mengubah hidup mereka sejak 7 Oktober 2023, menurut laporan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dirilis pada Kamis (2/10).
WHO mencatat, satu dari empat korban luka adalah anak-anak, dengan sedikitnya 5.000 orang menjalani amputasi. Cedera parah yang dilaporkan mencakup lebih dari 22.000 luka pada lengan dan kaki, lebih dari 2.000 cedera tulang belakang, 1.300 cedera otak, dan lebih dari 3.300 luka bakar berat. Laporan tersebut juga menyoroti meningkatnya kasus cedera wajah dan mata yang kompleks, khususnya pada mereka yang menunggu evakuasi, menambah beban disabilitas sekaligus stigma sosial.
WHO memperingatkan bahwa sistem kesehatan Gaza berada di ambang kehancuran. Tersisa hanya 14 dari 36 rumah sakit yang masih berfungsi sebagian, serta kurang dari sepertiga layanan rehabilitasi sebelum perang yang masih berjalan. Meski ribuan amputasi terjadi, Gaza hanya memiliki delapan ahli prostetik yang mampu membuat dan memasang anggota tubuh buatan.
Situasi tenaga kesehatan di bidang rehabilitasi juga terpuruk, dengan sedikitnya 42 spesialis terbunuh hingga September 2024. “Rehabilitasi sangat penting, tidak hanya untuk pemulihan trauma, tetapi juga bagi penderita penyakit kronis dan penyandang disabilitas,” kata Richard Peeperkorn, perwakilan WHO untuk wilayah Palestina yang diduduki. Ia menambahkan bahwa pengungsian, malnutrisi, dan kurangnya dukungan psikososial memperparah krisis.
WHO mendesak perlindungan segera terhadap sistem kesehatan, akses tanpa hambatan bagi pasokan medis, serta gencatan senjata segera. “Rakyat Gaza berhak atas perdamaian, hak atas kesehatan dan perawatan, serta kesempatan untuk pulih,” tegas badan PBB itu.
Peeperkorn juga menyoroti lonjakan trauma psikologis. Ia memperkirakan lebih dari satu juta orang di Gaza kini membutuhkan dukungan kesehatan mental dan psikososial, lebih dari dua kali lipat dibanding sebelumnya. Sebelum agresi besar-besaran Israel, Gaza memiliki enam pusat kesehatan mental berbasis komunitas dan satu rumah sakit jiwa, namun kini seluruhnya tidak lagi berfungsi.
“Sepertinya tidak ada seorang pun di Gaza yang tidak terdampak oleh apa yang sudah dan masih terus terjadi,” ujar Peeperkorn.
Sumber:
MEMO, Anadolu Agency