Israel kembali melancarkan serangan udara besar-besaran di Jalur Gaza pada Rabu, hanya beberapa jam setelah malam paling mematikan sejak dimulainya gencatan senjata yang ditengahi Amerika Serikat. Militer Israel mengklaim serangan tersebut menargetkan gudang senjata di Beit Lahia, Gaza utara, yang disebut digunakan untuk “serangan teror yang akan segera terjadi.”
Rumah Sakit Al-Shifa melaporkan dua warga Palestina terbunuh dalam serangan terbaru itu, sementara badan pertahanan sipil Gaza menyebut 104 orang, termasuk 46 anak dan 24 perempuan, terbunuh akibat serangan malam sebelumnya. Dalam 12 jam terakhir, otoritas Gaza mencatat sedikitnya 109 korban jiwa, termasuk 52 anak-anak, akibat rentetan serangan Israel di berbagai wilayah.
Serangan baru ini terjadi setelah seorang tentara Israel terbunuh dalam insiden di Rafah pada Selasa. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dilaporkan memerintahkan “serangan kuat” ke wilayah tersebut, disusul gelombang pengeboman udara di berbagai titik Gaza.
Militer Israel mengklaim telah menargetkan 30 komandan Hamas dan membunuh “puluhan pimpinan kelompok” tersebut. Namun, Hamas menegaskan tidak terlibat dalam insiden penembakan di Rafah dan menegaskan bahwa Israel melanggar gencatan senjata yang berlaku sejak 10 Oktober.
Gencatan senjata yang disepakati antara Israel dan Hamas, dengan dukungan AS, Mesir, Turki, dan Qatar—mulanya mencakup pemulangan 20 tawanan hidup dan 28 jenazah. Namun, keterlambatan dalam pengembalian sisa jenazah memicu ketegangan baru. Israel menuduh Hamas melanggar kesepakatan, sementara Hamas mengatakan butuh waktu untuk menemukan jenazah-jenazah yang tertimbun reruntuhan akibat serangan Israel.
Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mengecam keras pembunuhan warga sipil dalam serangan udara Israel, terutama anak-anak, dan menyerukan semua pihak agar tidak membiarkan perdamaian “terlepas dari genggaman.” Komisioner HAM PBB Volker Turk menyebut laporan jumlah korban yang sangat tinggi sebagai hal yang “mengerikan,” sementara Uni Eropa, Inggris, dan Jerman mendesak agar gencatan senjata segera ditegakkan kembali secara penuh.
Sementara itu, ribuan keluarga pengungsi di Gaza kembali kehilangan harapan. “Kami baru saja mulai bernapas, mencoba membangun hidup kami, lalu bom kembali datang,” kata Khadija al-Husni, ibu berusia 31 tahun yang tinggal di kamp pengungsian Al-Shati. “Ini kejahatan. Tidak mungkin ada gencatan senjata sekaligus perang. Anak-anak berpikir perang sudah berakhir.”
Sejak Oktober 2023, serangan Israel telah membunuh lebih dari 68.600 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, serta melukai lebih dari 170.000 orang lainnya.
Sumber: The New Arab

![Tentara Israel menahan seorang anak laki-laki Palestina setelah ia melempar batu menjelang kunjungan kaum Yahudi Ultra-Ortodoks ke kuil Atnaeil Ben Kinaz di kota Hebron, Tepi Barat yang diduduki Israel, pada 16 April 2025. [Foto oleh HAZEM BADER/AFP via Getty Images] Tentara Israel menahan seorang anak laki-laki Palestina setelah ia melempar batu menjelang kunjungan kaum Yahudi Ultra-Ortodoks ke kuil Atnaeil Ben Kinaz di kota Hebron, Tepi Barat yang diduduki Israel, pada 16 April 2025. [Foto oleh HAZEM BADER/AFP via Getty Images]](https://adararelief.com/wp-content/uploads/2025/10/GettyImages-2209950033-1-360x180.webp)






