Otoritas Israel menahan seorang anak laki-laki Palestina berusia 14 tahun yang mengalami autisme dan disabilitas penuh, serta memperlakukannya dengan kekerasan di penjara, menurut laporan media lokal pada Rabu (29/10).
Harian Haaretz melaporkan bahwa anak tersebut ditangkap dua pekan lalu oleh dinas keamanan Shin Bet dan kepolisian Israel atas dugaan “pelanggaran keamanan”, tanpa rincian lebih lanjut. Ia ditahan ketika mengunjungi keluarganya di Tepi Barat yang diduduki. Identitas dan alasan penangkapannya dilarang dipublikasikan.
Menurut sang ibu dan pengacara, anak itu mengalami kekerasan serta kondisi penahanan yang brutal.Sang ibu menceritakan bahwa puluhan tentara Israel menyerbu rumah mereka sebelum fajar, menodongkan senjata ke kamar anak-anak, dan menyita ponsel serta komputer keluarga.
Anak tersebut telah empat kali dihadapkan ke Pengadilan Anak di Tel Aviv, dan setiap itu pula masa penahanannya diperpanjang. Dalam sidang terakhir pada 22 Oktober, hakim Tal Levitas Ben Peretz memperpanjang penahanannya selama sepekan. Banding pengacaranya ditolak.
Saja Misherqi Baransi, pengacara dari Public Committee Against Torture in Israel, menyatakan bahwa anak itu diborgol dengan tangan diangkat ke atas kepala dan juga mengalami kelaparan, kedinginan, dan kesakitan di kepala serta tenggorokan.
Pengacaranya, Jgal Dotan, menambahkan bahwa kondisi anak tersebut memburuk. Ia menjadi korban kekerasan terus-menerus sementara otoritas penjara dan kejaksaan seolah lepas tangan terhadap kesejahteraan anak di bawah umur itu.
Sementara itu, pada hari yang sama, Israel juga melarang kunjungan perwakilan Komite Palang Merah Internasional (ICRC) ke ratusan tawanan Palestina di penjara-penjara Israel. Menurut penyiar publik KAN, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menandatangani perintah pelarangan tersebut dengan alasan “keamanan negara”.
Larangan ini mencakup ribuan tawanan yang dikategorikan sebagai “kombatan ilegal”, istilah yang digunakan untuk menahan warga Palestina dari Jalur Gaza tanpa batas waktu dan tanpa akses ke pengacara atau pengadilan terbuka. Hingga Juli, jumlah tawanan dengan status tersebut mencapai 2.454 orang.
Berbagai organisasi hak asasi manusia Palestina dan Israel melaporkan bahwa para tawanan itu mengalami penyiksaan sistematis, pemukulan berat, kelaparan, dan penelantaran medis. Banyak di antara mereka meninggal di penjara akibat kondisi yang tidak manusiawi.
Sejak dimulainya agresi Israel di Gaza pada Oktober 2023, lebih dari 68.600 warga, mayoritas perempuan dan anak-anak, telah terbunuh, dan lebih dari 170.000 lainnya terluka.
Sumber:
MEMO
![Tentara Israel menahan seorang anak laki-laki Palestina setelah ia melempar batu menjelang kunjungan kaum Yahudi Ultra-Ortodoks ke kuil Atnaeil Ben Kinaz di kota Hebron, Tepi Barat yang diduduki Israel, pada 16 April 2025. [Foto oleh HAZEM BADER/AFP via Getty Images] Tentara Israel menahan seorang anak laki-laki Palestina setelah ia melempar batu menjelang kunjungan kaum Yahudi Ultra-Ortodoks ke kuil Atnaeil Ben Kinaz di kota Hebron, Tepi Barat yang diduduki Israel, pada 16 April 2025. [Foto oleh HAZEM BADER/AFP via Getty Images]](https://adararelief.com/wp-content/uploads/2025/10/GettyImages-2209950033-1-750x375.webp)







