Dua tahun setelah dimulainya genosida, Gaza kini nyaris rata dengan tanah. Lebih dari 67.000 warga Palestina terbunuh, termasuk 20.179 anak-anak dan 10.427 perempuan, sementara lebih dari 160.000 lainnya terluka dan 9.500 masih hilang. Serangan udara dan artileri Israel terus menggempur permukiman padat penduduk di Kota Gaza dan Khan Younis, bahkan menargetkan warga yang berlindung di zona yang disebut “kemanusiaan” di al-Mawasi.
Kementerian Kesehatan Gaza menyebut agresi ini bukan sekadar krisis kemanusiaan, melainkan “keruntuhan total fondasi keberadaan manusia”, dengan sistem kesehatan sebagai korbannya. Dalam dua tahun, Israel telah menjatuhkan lebih dari 200.000 ton bom, menghancurkan lebih dari 90 persen infrastruktur Gaza, termasuk rumah, sekolah, universitas, rumah ibadah, dan 38 rumah sakit, menyisakan hanya 13 fasilitas yang masih berfungsi sebagian.
Sementara itu, organisasi hak tawanan Palestina melaporkan sedikitnya 77 tawanan terbunuh di penjara Israel, dan lebih dari 11.100 warga Palestina kini masih ditahan, belum termasuk mereka yang disekap di kamp militer.
Di sisi lain, pembicaraan gencatan senjata kembali digelar di Mesir untuk membahas rencana perdamaian yang diusulkan Amerika Serikat. Namun, pertempuran terus berlangsung di lapangan, memperlihatkan kontras tajam antara diplomasi dan kenyataan di Gaza.
Di tengah situasi itu, Yitzhak Brick, mantan Mayor Jenderal Angkatan Darat Israel, memperingatkan bahwa Israel telah mencapai “titik tanpa kembali”. Dalam wawancara dengan Maariv, ia menilai militer Israel telah kehabisan tenaga tanpa mampu mematahkan perlawanan Palestina. Brick menyebut pemerintah dan militer “menyesatkan publik dengan propaganda kemenangan”, padahal Israel tengah terjebak dalam perang yang berkepanjangan dan melelahkan yang mengancam kehancuran internal.
Ia juga mengakui bahwa Israel gagal mencapai tujuan strategisnya, mulai dari menghancurkan Hamas, memulihkan efek gentar, hingga mengamankan permukiman di sekitar Gaza. Menurutnya, pasukan Israel baru menghancurkan sekitar 20 persen jaringan terowongan Hamas, sementara gerakan tersebut justru berhasil memulihkan kekuatan militernya dengan lebih dari 30.000 pejuang aktif. Brick menegaskan, ketergantungan Israel pada serangan udara tak akan membawa kemenangan karena pasukan darat tak siap dan tak memiliki rencana strategis yang jelas.
Dua tahun setelah 7 Oktober 2023, genosida di Gaza belum menunjukkan tanda berakhir. Di saat rakyat Palestina bertahan di bawah reruntuhan, bahkan sebagian dunia mulai kehilangan empati, suara-suara dari dalam Israel sendiri kini mulai mengakui, perang ini bukan kemenangan melainkan kegagalan moral, kemanusiaan, dan strategi.
Sumber:
MEE, MEMO