Pada pertengahan September lalu, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, meresmikan situs wisata arkeologi kontroversial yang dipimpin oleh kelompok pemukim Israel di Al-Quds (Yerusalem). Situs tersebut diberi nama Rute Peziarah (Pilgrims Route), berupa sebuah terowongan yang digali di bawah rumah-rumah penduduk Palestina di dekat Kota Tua di Al-Quds. Terowongan tersebut membentang dari Silwan, dibangun di bawah rumah-rumah penduduk Palestina dan tembok Kota Tua, hingga berakhir di dekat fondasi Tembok Barat, bagian dari struktur penahan kompleks Masjid Al-Aqsa.
Penggalian yang dilakukan Israel di dekat kawasan Masjid Al-Aqsa ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengungkapkan bahwa penduduk Silwan selama bertahun-tahun telah menghadapi perintah penggusuran dan pembongkaran rumah akibat proyek penggalian terowongan yang dilakukan oleh Israel. Di balik penderitaan penduduk Palestina yang berulang kali digusur dan diusir dari rumah mereka, Rubio menyebutkan bahwa proyek tersebut “mungkin merupakan salah satu situs arkeologi terpenting di planet ini.”
Hingga saat ini, Israel masih terus menjalankan proyek penggalian di lingkungan Masjid Al-Aqsa. Beberapa dilakukan secara senyap, namun tak sedikit yang dilakukan secara terang-terangan. Penggalian Masjid Al-Aqsa merupakan proyek jangka panjang yang dilakukan Israel untuk menghapuskan identitas Islam di Masjid Al-Aqsa secara khusus dan di Al-Quds secara umum, serta menggantinya dengan identitas Yahudi. Jika proyek ini dibiarkan terus-menerus, bukan mustahil jika suatu saat nanti Umat Islam kehilangan Al-Aqsa, masjid yang menjadi kiblat pertama kita.
Pilgrims Road, Terowongan yang Dibangun di Balik Penderitaan Penduduk Silwan

Proyek terowongan Pilgrims Route pertama kali diresmikan oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk Israel, David Friedman, pada Juni 2019. Terletak di sebelah selatan Masjid Al-Aqsa, terowongan ini memiliki panjang sekitar 600 meter dan membentang hanya tiga-empat meter di bawah rumah-rumah penduduk Palestina di Wadi Hilweh di Silwan, Al-Quds. Penggalian tersebut diklaim untuk mengungkap jalan dari era Romawi pada abad pertama Masehi, yang digunakan oleh para peziarah Yahudi yang melakukan perjalanan ke Bait Suci.
Pilgrims Route merupakan bagian dari proyek pariwisata Israel bernama “Kota David” yang dipimpin oleh Ir David (dikenal juga dengan sebutan El-Ad), sebuah organisasi pemukim Yahudi, yang melakukan penggalian berdasarkan kerja sama dengan Otoritas Purbakala Israel. Proyek ini mendapat dana dari pemerintah Israel sekitar 50 juta shekel (255 miliar rupiah) dan hingga kini masih terus dikerjakan.
Israel mengklaim bahwa penggalian yang mereka lakukan bertujuan untuk mengungkap Bait Suci Yahudi Pertama dan Kedua yang berusia tiga milenium, yang diyakini oleh orang-orang Yahudi dibangun di lokasi Masjid Al-Aqsa sekarang. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Menteri Ekonomi Israel, Nir Barakat, ketika peresmian Pilgrims Route, “Siapa pun yang mengunjungi terowongan itu tahu persis siapa tuan tanah kota ini.”
Untuk mewujudkan tujuan mereka, Israel mendekorasi terowongan tersebut sedemikian rupa sehingga hanya memberikan informasi mengenai sejarah Yahudi di Al-Quds, terlepas dari fakta bahwa Al-Quds adalah kota penuh sejarah yang mencakup banyak agama dan budaya. Di dalam terowongan, ada sebuah layar yang diberi lampu, menunjukkan model tiga dimensi dari bangunan kuil Yahudi, beserta ilustrasi pekerja yang membangun dan meletakkan batu-batu di kuil. Beberapa gulungan kertas berisi ayat-ayat Taurat juga diselipkan ke rak-rak kaca.
Meski disebut terowongan, namun proyek tersebut lebih cocok disebut “kota bawah tanah” jika dilihat dari segi infrastrukturnya. Dindingnya telah dilapisi dengan semen, struktur penopang besi, bahkan dilengkapi dengan pendingin udara. Terowongan ini juga dilengkapi dengan ruang doa dan bersuci, serta ruang khusus untuk upacara keagamaan dan konferensi.
Di balik proyek besar Israel tersebut, ada puluhan ribu penduduk Palestina yang menderita karena digusur dan diusir dari rumah mereka. Proyek “Kota David” dan penggalian-penggalian lainnya merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya Israel untuk memperkuat cengkeramannya terhadap Al-Quds dan memperkuat keberadaan pemukim ilegal Yahudi yang menduduki Al-Quds.
Terowongan-Terowongan Israel di Al-Quds, Bukti Yahudisasi dari Masa ke Masa

Sejak tahun 1967, Israel telah memulai proyek penggalian terowongan di Al-Quds, tak lama setelah Perang Timur Tengah terjadi. Terowongan pertama yang digali oleh Israel diberi nama “Terowongan Hasmonean”, memiliki panjang 500 meter dan terletak di sisi barat Masjid Al-Aqsa, tepatnya di kawasan Maroko di Kota Tua, Al-Quds, yang dihancurkan oleh Israel tiga hari setelah Israel merebut Al-Quds timur.
Abdel-Razzaq Matani, seorang peneliti arkeologi yang berbasis di Al-Quds mengatakan kepada Middle East Eye bahwa jumlah pasti terowongan yang digali di bawah kompleks Masjid al-Aqsa dan Kota Tua masih belum diketahui, karena Israel hanya mengumumkan terowongan-terowongan tertentu dan melarang arkeolog atau surveyor luar untuk meneliti area tersebut.
Menurut Matani, topografi Al-Quds Kuno terdiri dari beberapa lapisan di bawah tanah. Setiap periode menyaksikan pembangunan di atas lengkungan rumah-rumah tua, dibantu oleh lanskap lembah alami di area tersebut, hingga banyak lapisan terbentuk di atas lapisan batuan asli. Mayoritas terowongan aslinya digali selama periode Helenistik, Perang Salib, dan Islam, serta digunakan sebagai jalur air atau lorong yang kemudian dikubur seiring dengan dibangunnya lebih banyak bangunan di atasnya.
Para arkeolog menyebut Israel terlibat dalam pemalsuan sejarah dengan melakukan penggalian terowongan, juga menegaskan bahwa proyek terowongan secara terang-terangan telah mengabaikan teknik dasar dalam penggalian. Matani menegaskan, penggalian arkeologi saat ini dilakukan secara horizontal, sedangkan cara yang benar agar tidak merusak lapisan adalah dengan melakukan penggalian secara vertikal, dari permukaan ke bawah.
Penggalian terowongan secara horizontal oleh Israel juga telah diidentifikasi sebagai masalah oleh Emek Shaveh, sebuah LSM Israel, dan pejabat senior di Otoritas Purbakala Israel, yang menyebutnya sebagai “arkeologi yang buruk”. Di dalam terowongan, orang-orang bahkan dapat melihat fondasi Masjid Al-Aqsa yang terungkap akibat penggalian.
Dampak dari “arkeologi yang buruk” tersebut telah menimbulkan kesulitan bagi banyak pihak. Selama beberapa tahun terakhir, penggalian telah menyebabkan kerusakan struktural dan fondasi yang parah pada rumah-rumah Palestina, khususnya di Silwan, kata para ahli. Terowongan tersebut juga menimbulkan ancaman besar terhadap fondasi kompleks Masjid Al Aqsa.
Peneliti Najeh Bkairat mengatakan bahwa jaringan terowongan tersebut bercabang dan meluas ke lingkungan Al-Qarmi, sebelah barat Masjid Al-Aqsa di Kota Tua, serta ke timur dan utara dekat Gerbang Damaskus, bersama dengan cabang selatan yang mencapai Silwan. Bkairat menyatakan bahwa penggalian tersebut menyebabkan retakan pada bangunan-bangunan besar, dan mempengaruhi fondasi 16 monumen Islam di sepanjang rute.
Pusat Informasi Wadi Hilweh yang berbasis di Silwan menyatakan bahwa penggalian telah menyebabkan wilayah Ein al-Hilweh mengalami longsor dan kerusakan struktur tanah, terutama di lahan bermain, lahan parkir, dan lahan milik Gereja Ortodoks Yunani. Kerusakan infrastruktur semakin parah terjadi selama musim dingin, terutama saat hujan deras.
Bkairat menambahkan bahwa secara keseluruhan, bangunan yang paling terkena dampak penggalian berada di kompleks Masjid Al-Aqsa, khususnya Musala al-Marwani. Penggalian tidak hanya mengakibatkan retakan dan keruntuhan pada bangunan bersejarah di sebelah barat Al-Aqsa, tetapi sejumlah makam juga telah terpengaruh, kata peneliti tersebut.
Penggalian Masjid Al-Aqsa, “Proyek Rahasia” yang Mengancam Fondasi Masjid

Video terowongan di bawah Masjid Al-Aqsa:
https://x.com/MiddleEastMnt/status/1973051944181563499?s=20
Belum lama ini, pada 29 September 2025, beredar video yang menunjukkan terowongan kontroversial di dekat Masjid Al-Aqsa. Pemprov Palestina di Al-Quds menyebutkan bahwa video yang beredar tersebut merupakan penggalian ilegal yang dilakukan oleh Israel di bawah Masjid Al-Aqsa sejak bulan Agustus dengan tujuan untuk menghancurkan artefak Islam yang berasal dari periode Umayyah (661–750 M). Hal tersebut dilakukan Israel untuk menghapuskan identitas Islam di Masjid Al-Aqsa dan menggantinya dengan identitas Yahudi.
Sejak bulan Agustus, The New Arab menyebutkan bahwa Israel telah mempercepat penggalian di sekitar Masjid Al-Aqsa, membentang dari Alun-Alun Al-Buraq di barat, memanjang ke Gerbang Maghariba, hingga mencapai Gerbang Jaffa (dikenal juga sebagai Bab Al-Khalil) di barat laut tembok masjid. Dikatakan bahwa penggalian tersebut dimulai sejak sembilan bulan lalu, namun Israel melakukan pembatasan ketat yang mencegah penduduk Palestina setempat mengetahui rinciannya.
Fakhri Abu Diab, anggota Dewan Pengawas Masjid Al-Aqsa, mengatakan bahwa akses ke lokasi penggalian hanya diberikan kepada karyawan Otoritas Purbakala Israel, dan lokasi penggalian ditutupi oleh tenda-tenda. Abu Diab mengatakan dia mencoba mencapai lokasi tersebut, tetapi dihentikan oleh polisi Israel, yang mengambil foto kartu identitasnya.
Sheikh Ikrima Sabri, mantan Mufti Besar Al-Quds dan kepala Dewan Islam Tertinggi di Al-Quds saat ini, juga mengatakan bahwa serangkaian penggalian telah dilakukan Israel dalam beberapa tahun terakhir. Sheikh Sabri mengatakan bahwa lokasi yang disebut Israel sebagai “wilayah Yahudi” kuno di bawah tanah, sebenarnya adalah saluran air tua yang digunakan untuk menampung air di masjid dan rumah-rumah di sekitarnya. Israel mengeringkan dan memperluas saluran tersebut, sehingga tampak seperti jaringan terowongan bawah tanah yang saling terhubung, kata Sheikh Sabri.
Terowongan rahasia ini diperkirakan memiliki panjang 550 meter dan dapat menghancurkan situs arkeologi Islam, Kanaan, dan Romawi karena Israel berupaya menutupi sejarah tersebut dengan membangun “Museum Alkitab”. Terowongan ini melintasi area yang kaya akan sejarah kuno dan berpotongan dengan jalan raya Romawi yang membagi Kota Tua Al-Quds menjadi bagian timur dan barat. Sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, area ini tidak boleh dirusak, terutama mengingat penduduk asli Palestina masih tinggal di atas tanah di area terowongan.
Berbeda dengan terowongan-terowongan sebelumnya, terowongan baru ini dimulai di dalam Kota Tua dan berakhir di luarnya, di Alun-alun Bab al-Khalil, yang dikenal di Israel sebagai Alun-alun Mamilla, menurut Abu Diab. Hal ini memungkinkan alat berat dan kendaraan besar juga kendaraan pemukim Israel untuk mengakses terowongan, ujarnya.
Keberadaan terowongan ini dikhawatirkan akan memengaruhi fondasi Masjid Al-Aqsa, salah satu situs suci Umat Islam. Bangunan-bangunan di Al-Quds juga telah merasakan dampak penggalian, terutama di daerah Bab al-Silsila dan Bab al-Maghariba, yang mengalami retakan atau bahkan runtuh sebagian.
Dari Indonesia, Kita Bisa Ikut Menjaga Masjid Al-Aqsa

Menurut Lembaga Internasional Al Quds, pada tahun 2025, setidaknya terdapat 64 penggalian dan terowongan yang dilakukan oleh Israel di bawah Masjid Al-Aqsa. Sepanjang bulan Oktober 2025 saja, Israel dilaporkan telah melakukan 27 intrusi ke kompleks Masjid Al-Aqsa di Al-Quds bagian timur. Kementerian Wakaf dan Agama Palestina mengatakan dalam sebuah laporan bulanan bahwa pasukan Israel dan pemukim ilegal menyerbu situs suci tersebut, melakukan ritual Talmudik, dan melakukan pengorbanan di dalam halaman masjid pada bulan Oktober.
Masjid Al-Aqsa bukan sekadar bangunan bersejarah, melainkan juga masjid suci yang menjadi kiblat pertama umat Islam dan menjadi salah satu tempat yang disinggahi oleh Rasulullah saw. pada peristiwa Isra’ Mi’raj. Oleh sebab itu, Masjid Al-Aqsa bukanlah masjid yang hanya dimiliki oleh penduduk Palestina, melainkan masjid milik seluruh umat Islam di dunia.
Sudah bertahun-tahun Masjid Al-Aqsa menjadi target yahudisasi oleh Israel yang berusaha menghilangkan identitas Islamnya dan menggantinya dengan identitas Yahudi. Selama itu pula, saudara-saudara kita di Palestina telah berupaya untuk melindungi Masjid Al-Aqsa dengan raga dan jiwa mereka, dengan memperbanyak kehadiran ke Al-Aqsa meski menghadapi penyerangan dan larangan terus-menerus. Lalu, bagi kita yang berada jauh di Indonesia, apa yang bisa kita lakukan untuk Al-Aqsa?
Tentunya selain mendoakan saudara-saudara kita yang berjuang mempertahankan Masjid Al-Aqsa, kita juga dapat berpartisipasi dalam berbagai program untuk Al-Aqsa, salah satunya program Satu Rumah Satu Aqsa dari Adara. Diluncurkan pada Agustus 2024, program Satu Rumah Satu Aqsa telah memberikan edukasi kepalestinaan dan telah menjangkau 6.214 rumah dari Aceh hingga Merauke. Melalui program ini, Adara mengajak masyarakat Indonesia untuk memajang gambar Masjid Al-Aqsa di rumah masing-masing, sekolah-sekolah, juga masjid-masjid, sebagai pengingat bahwa Masjid Al-Aqsa adalah milik kita semua.
Dengan kondisi Al-Aqsa yang hingga hari ini masih menjadi sasaran yahudisasi melalui penodaan dan penggalian terus menerus oleh Israel, Adara mengajak masyarakat Indonesia untuk bersatu menunjukkan kepedulian terhadap Al-Aqsa dengan berdonasi melalui tautan bit.ly/donasiposteraqsa. Di tengah kondisi Al-Aqsa yang semakin gencar dinodai oleh Israel, setiap dukungan dan gerakan dari kita menjadi bukti keberpihakan, bahwa kita tidak diam ketika Al-Aqsa diserang. Hari ini kita memperjuangkan kebebasan Masjid Al-Aqsa, semoga esok kita akan salat berjamaah di dalamnya dalam kondisi Palestina telah merdeka.
Salsabila Safitri, S.Hum.
Penulis merupakan Relawan Departemen Penelitian dan Pengembangan Adara Relief International yang mengkaji tentang realita ekonomi, sosial, politik, dan hukum yang terjadi di Palestina, khususnya tentang anak dan perempuan. Ia merupakan lulusan sarjana jurusan Sastra Arab, FIB UI dan saat ini sedang menempuh pendidikan magister di program studi linguistik, FIB UI.
Sumber:
Al Jazeera
Anadolu Agency
Al Arabiya
BBC
Middle East Monitor
Middle East Eye
The New Arab
Peace Now








