GAZA – Suara dentuman peledak dan desingan peluru bersahutan dengan pekik teriakan dan tangis anak Gaza. Mainan mereka berserak, hancur di bawah reruntuhan bangunan. Anak-anak yatim di Gaza dipaksa tumbuh bersama dengan kehilangan dan kekosongan dalam jiwanya. Hari ini ayahnya, esok saudaranya, rumahnya, mainannya, seluruh dari yang ia punya. Kehilangan demi kehilangan, menyisakan buku dengan lembaran yang masih terbuka, dan impian kecil yang belum sempat tumbuh namun lebih dulu sirna.

Data statistik menunjukkan lebih dari 80% anak-anak Gaza hidup dalam kondisi yang sangat sulit dan mengenaskan. Ribuan dari mereka kehilangan salah satu orang tuanya, bahkan keduanya. Sejak genosida berlangsung, terhitung sejumlah 22 anak yatim di bawah naungan orang tua asuh Indonesia syahid. Jumlah ini bukan hanya angka, melainkan wajah kecil tanpa dosa yang telah direnggut hidup dan impiannya.
Belum sempat bersinar, mimpi itu sirna di langit Gaza
Salah satu anak bercerita, ia memiliki mimpi kecil untuk membangun rumah bagi ibunya. Mimpi kecil yang seharusnya menjadi hak setiap manusia–memiliki tempat tinggal yang layak, namun mimpi itu sirna bersama dengan jiwanya.
Sedangkan anak lain berupaya menghafal Al-Quran–di tengah kondisi genosida–agar bisa memberi kebahagian untuk ayahnya yang telah syahid. Mimpi kecil, mimpi mulia generasi penerus Gaza yang kini sirna sebelum sempat bersinar.

Permata kecil itu telah sirna
Permata kecil itu telah tiada, mereka tewas saat tidur, bermain, mengantri makanan dan air, bahkan mencari perawatan medis. Inilah realita yang dihadapi anak-anak Gaza setiap harinya.
Muna ‘Ahed Kamil Jundiyah (9 tahun), salah satu anak orang tua asuh Indonesia melalui Adara. Ia tewas di hari Jumat 13 Oktober 2023, Muna dan 25 anggota keluarganya tewas di dalam rumahnya dalam serangan membabi buta Israel di wilayah Syuja’iyyah.
Tiga kakak beradik, Anas, Maryam, dan Yahya, serta 15 anggota keluarganya yang lain–11 di antaranya merupakan anak-anak. Jasad mereka dievakuasi ke RS Baptis dalam keadaan telah membusuk. Si kecil Anas semasa hidupnya bercita-cita menjadi seorang arsitek yang akan membangun kembali Gaza. Ia juga bercita-cita membangun rumah untuk keluarganya sendiri yang penuh dengan kehangatan dan kasih sayang, akan tetapi tubuh mungilnya telah pergi sebagai seorang syuhada.
Mereka bukan angka, ingatlah namanya
Muna dan Anas adalah dua permata kecil dari puluhan ribu generasi Gaza yang mimpinya telah direnggut oleh Israel.
Selain Muna dan Anas, 13 yatim dari orang tua asuh Indonesia melalui Adara juga telah syahid. Mereka bukan sekadar angka-angka, ingatlah namanya selalu dalam doa.
Ananda | TTL |
Moamen Abou Dan | 25 September 2014 |
Lama Awda | 02 November 2010 |
Myra Awda | 03 September 2015 |
Batoul Bris | 23 Mei 2015 |
Malak Al Madhoun | 9 Agustus 2015 |
Mohanad Abo Snima | 26 November 2006 |
Jomana Al Hams | 11 Juni 2007 |
Anas Al Sharabsih | 15 Desember 2008 |
Nisrin Al Silawyi | 18 April 2008 |
Tarek Tafesh | 11 Januari 2015 |
Mona Jndeya | 8 Agustus 2014 |
Iman Abu Zeid | 24 Maret 2013 |
Aesha Al Atawna | 21 September 2012 |
Lindungi mereka selagi kita bisa
Saat ini, genosida yang masih terus berlangsung di Gaza menyebabkan para yatim kehilangan tempat tinggal mereka dan tersebar ke berbagai pengungsian. Menurut data lapangan, sebanyak 90% yatim Adara tidak memiliki rumah sendiri, mereka kini tinggal di hunian sementara. Sementara itu, 40% dari mereka tinggal di tenda-tenda yang tak layak, dan 10% diantaranya mengungsi ke hunian keluarga lain.
Tidak ada kata aman dalam hidup mereka. Mereka terus mengungsi mencari tempat yang aman–padahal tidak ada tempat aman di dalam Gaza. Terhitung lebih dari 15 kali mereka terpaksa meninggalkan rumah sejak agresi dimulai. Saat ini–bahkan mungkin lebih dari itu, semenjak Israel membombardir Kota Gaza. Mereka terus berpindah dengan membawa beberapa helai pakaian, buku-buku, dan peralatan lainnya di tengah perubahan cuaca terik hingga dingin membeku. Aktivitas ini begitu melelahkan bagi orang dewasa, lantas bagaimana dengan kaki kecil mereka?
Hingga hari ini, seluruh permata Gaza tidak memiliki pilihan kecuali terus berpindah untuk menyelamatkan diri dan keluarganya. Dalam kondisi fisik yang begitu letih dan mental yang lelah. Namun, bukan keadilan yang mereka dapatkan, Israel justru meningkatkan eskalasinya di Gaza. Maka, pastikan kita terus bersama mereka. Pastikan kita selalu mengingat mereka dalam doa dan ikhtiar kita.
Asuh Yatim Gaza melalui Adara Relief International
Klik di sini untuk asuh dari jauh