Lebih dari 300 penulis, akademisi, dan tokoh publik, termasuk hampir 150 kontributor tetap The New York Times, mengumumkan boikot terhadap rubrik Opini media tersebut. Mereka menilai bahwa media tersebut menunjukkan bias anti-Palestina dan terlibat dalam pembenaran genosida Israel di Gaza.
Boikot ini diorganisasi oleh koalisi penulis dan kelompok advokasi yang menuntut media tersebut memenuhi tiga syarat utama sebelum mereka bersedia menulis kembali:
Melakukan tinjauan menyeluruh terhadap bias sistemik terhadap Palestina, termasuk reformasi kebijakan redaksi dan perekrutan.
Mencabut artikel “Screams Without Words”, yang dinilai menggunakan saksi tidak kredibel dan gagal dalam pemeriksaan fakta.
Mengeluarkan seruan resmi untuk embargo senjata AS terhadap Israel.
Tokoh-tokoh terkemuka yang menandatangani boikot ini antara lain Rima Hassan, Rashida Tlaib, Gabor Maté, Sally Rooney, Greta Thunberg, Rupi Kaur, Mohammed El-Kurd, Noura Erakat, Mariam Barghouti, Susan Abulhawa, dan Viet Thanh Nguyen.
Dalam pernyataannya, mereka menegaskan bahwa The New York Times telah berperan besar dalam menutupi dan membenarkan kejahatan Israel di Gaza, dengan cara mengutip propaganda pejabat Israel, menyensor suara rakyat Palestina, serta menyajikan genosida seolah-olah perdebatan akademis.
Para penandatangan juga menyoroti rekam jejak buruk The Times dalam meliput isu besar dunia, mulai dari kesalahan laporan soal “senjata pemusnah massal” di Irak hingga kegagalannya meliput Holocaust secara akurat. Mereka menuntut adanya pertanggungjawaban publik serupa atas liputan Gaza.
Boikot ini diinisiasi oleh kelompok seperti Writers Against the War on Gaza (WAWOG), Palestinian Youth Movement, Palestinian Feminist Collective, dan Democratic Socialists of America.
Pernyataan koalisi itu menegaskan, “(Pemilihan) bahasa membuat genosida menjadi dapat diterima. The New York Times dan media Barat lainnya membantu mempertahankan mesin perang.”
Koalisi ini menilai, sebagai “koran rujukan utama AS,” The Times memiliki pengaruh besar dalam membentuk opini global yang melegitimasi agresi Israel. Oleh karena itu, mereka menolak memberi kontribusi yang dapat “memberi legitimasi pada media yang mencuci bersih kejahatan perang.”
Boikot kemudian terus berkembang, dengan semakin banyak penulis dan kontributor yang bergabung dalam kampanye tersebut.
Sumber: Qudsnen





![Pemandangan dari Sheikh Ridwan di Kota Gaza, Gaza, menunjukkan kerusakan parah yang ditinggalkan setelah tentara Israel mundur menyusul perjanjian gencatan senjata, pada 25 Oktober 2025. [Mahmoud Abu Hamda – Anadolu Agency]](https://adararelief.com/wp-content/uploads/2025/10/AA-20251026-39523597-39523583-DAILY_LIFE_IN_GAZAS_SHEIKH_RIDWAN_NEIGHBORHOOD_AFTER_CEASEFIRE-1-1-120x86.webp)


