• Profil Adara
  • Komunitas Adara
  • FAQ
  • Indonesian
  • English
  • Arabic
Rabu, November 5, 2025
No Result
View All Result
Donasi Sekarang
Adara Relief International
  • Home
  • Tentang Kami
    • Profil Adara
    • Komunitas Adara
  • Program
    • Penyaluran
      • Adara for Palestine
      • Adara for Indonesia
    • Satu Rumah Satu Aqsa
  • Aktivitas
    • Event
    • Kegiatan
    • Siaran Pers
  • Berita Kemanusiaan
    • Anak
    • Perempuan
    • Al-Aqsa
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Hukum dan HAM
    • Seni Budaya
    • Sosial EKonomi
    • Hubungan Internasional dan Politik
  • Artikel
    • Sorotan
    • Syariah
    • Biografi
    • Jelajah
    • Tema Populer
  • Publikasi
    • Adara Palestine Situation Report
    • Adara Policy Brief
    • Adara Humanitarian Report
    • AdaStory
    • Adara for Kids
    • Distribution Report
    • Palestina dalam Gambar
  • Home
  • Tentang Kami
    • Profil Adara
    • Komunitas Adara
  • Program
    • Penyaluran
      • Adara for Palestine
      • Adara for Indonesia
    • Satu Rumah Satu Aqsa
  • Aktivitas
    • Event
    • Kegiatan
    • Siaran Pers
  • Berita Kemanusiaan
    • Anak
    • Perempuan
    • Al-Aqsa
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Hukum dan HAM
    • Seni Budaya
    • Sosial EKonomi
    • Hubungan Internasional dan Politik
  • Artikel
    • Sorotan
    • Syariah
    • Biografi
    • Jelajah
    • Tema Populer
  • Publikasi
    • Adara Palestine Situation Report
    • Adara Policy Brief
    • Adara Humanitarian Report
    • AdaStory
    • Adara for Kids
    • Distribution Report
    • Palestina dalam Gambar
No Result
View All Result
Adara Relief International
No Result
View All Result
Home Berita Kemanusiaan

100 Hari Perang di Gaza: Warga Palestina Merasa Terisolasi, Ditinggalkan, dan Ketakutan

by Adara Relief International
Januari 16, 2024
in Berita Kemanusiaan, Hukum dan HAM
Reading Time: 5 mins read
0 0
0
100 Hari Perang di Gaza: Warga Palestina Merasa Terisolasi, Ditinggalkan, dan Ketakutan
27
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsappShare on Telegram

Ketika Yara Waheidi meninggalkan rumahnya pada pertengahan Oktober, ia berpikir bahwa agresi Israel di Gaza hanya akan berlangsung beberapa hari. Ia kemudian membawa pakaian ringan untuk ketiga anaknya dalam sebuah koper kecil. Dia melakukan perjalanan yang panjang ke selatan. Pertama ke Kota Gaza, kemudian ke Nuseirat, dan akhirnya ke Deir al-Balah di Jalur Gaza tengah.

Dengan berani ia menghadapi serangan udara dan tembakan penembak jitu Israel. Dia terus melarikan diri ke area yang semakin mengecil di Gaza dengan hanya satu harapan dalam pikiran yaitu bertahan hidup dari serangan Israel. Namun, setelah 100 hari teror, Waheidi mengatakan dia telah menyadari bahwa penderitaannya kemungkinan akan bertambah buruk, dengan konflik berkepanjangan yang tidak menunjukkan akhir yang jelas.

“Ketika kami memutuskan untuk mengungsi, saya membawa tas kecil dengan beberapa potong pakaian ringan untuk anak-anak saya,” kata wanita berusia 39 tahun itu kepada Middle East Eye.

“Di Gaza masih musim gugur. Kami memakai pakaian tebal dan berat sekitar pertengahan Desember. Saya pikir kami tidak akan membutuhkannya karena perang tidak akan berlangsung sampai akhir Oktober. Tapi Oktober berakhir, November berakhir, Desember berakhir, dan sekarang kami di bulan Januari. Dalam mimpi terburuk pun, saya tidak pernah berpikir bahwa kami akan terusir hingga di titik ini.”

Waheidi mengatakan bahwa dia sekarang mempertimbangkan untuk melarikan diri lagi karena Israel meningkatkan serangan udara dan darat di lingkungan yang berdekatan dengan tempat dia berlindung.

“Saya tidak percaya bahwa setelah 100 hari kami masih berbicara tentang mencari tempat berlindung, ke mana harus pergi, dan tempat mana yang aman. Saya lelah dalam menghadapi kondisi yang keras, kesulitan dan tantangan yang kami hadapi dalam melakukan tugas sehari-hari, tetapi lebih dari itu, saya secara mental lelah memikirkan apa yang harus saya lakukan dan apa yang akan terjadi selanjutnya.”

Selama 100 hari, dunia menyaksikan bagaimana serangan bombardir Israel yang brutal dan invasi darat telah mengubah sebagian besar wilayah Gaza menjadi gurun yang hancur. Penjajahan Israel-Palestina yang sudah berlangsung puluhan tahun meningkat pada 7 Oktober ketika pejuang Palestina menyerbu selatan Israel setelah Israel berulang kali melakukan provokasi di situs suci ketiga umat Islam, Masjid Al-Aqsa di AL-Quds (Yerusalem).

Kini, sebagian besar utara Gaza telah menjadi gurun berdebu, dan hampir 24.000 warga Palestina, lebih dari dua pertiga dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, terbunuh di seluruh jalur Gaza.  Warga Palestina berulang kali menyebutkan bahwa mereka tidak dapat mengambil kembali jenazah yang membusuk di jalanan karena takut akan dibunuh.

Sebanyak 1,9 juta warga Palestina telah mengungsi, sebagian besar dari mereka harus membawa anak-anak mereka dari satu tempat ke tempat lain dalam pencarian keselamatan yang sulit ditemukan. Sementara itu, dalam beberapa minggu terakhir, Israel menghadapi tekanan internasional yang meningkat untuk mengakhiri agresinya, tetapi kepentingan Israel dijaga oleh dukungan diplomatik dan militer AS.

Pada hari Sabtu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dengan tegas mengatakan bahwa negaranya tidak akan terhalang oleh tuduhan bahwa Israel melakukan genosida terhadap rakyat Palestina di Gaza.

“Tidak ada yang akan menghentikan kami, bukan Den Haag, bukan Poros Jahat, tidak ada,” katanya, merujuk pada Mahkamah Internasional (ICJ) ketika  Afrika Selatan mengklaim Israel melakukan genosida. Putusan sementara ICJ diharapkan keluar dalam beberapa pekan ke depan, tetapi pengadilan memiliki sedikit cara untuk memberlakukan tindakan apa pun yang mungkin diusulkan. Oleh karena itu, hasilnya kemungkinan besar akan bersifat simbolis. Pada tahun 2004, pengadilan mengeluarkan pendapat tidak mengikat bahwa pembangunan tembok penghalang beton Israel di Tepi Barat yang dijajah  ilegal dan seharusnya dirobohkan. Namun, lebih dari 20 tahun kemudian, tembok dan pagar apartheid itu masih berdiri.

Pada awal agresi, Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, menggambarkan Palestina sebagai “manusia binatang” ketika ia mengumumkan bahwa Israel akan memotong pasokan makanan, listrik, air, dan bahan bakar ke wilayah Jalur Gaza.  Abu Muhammed Gharbi, seorang pria berusia 55 tahun yang telah berulang kali mengungsi sejak awal agresi, mengatakan pemerintah Israel tidak memperlakukan mereka secara manusiawi.

“Kami mencari perlindungan di tempat-tempat yang hanya cocok untuk hewan jalanan,” kata Gharbi kepada MEE di sebuah jalan yang penuh sampah di Deir al-Balah, Jalur Gaza tengah. “Tidak ada manusia yang dapat hidup di bawah keadaan seperti ini. Namun, sekarang kami telah hidup seperti ini selama lebih dari tiga bulan atau selama seperempat tahun.”

Gharbi mengakui bahwa banyak warga Palestina, jika mereka selamat dari agresi, kemungkinan tidak akan memiliki rumah untuk kembali.

“Dampak agresi ini sangat merusak, tetapi sejauh mana sebenarnya baru akan terungkap ketika kami kembali ke Gaza, kembali ke rumah dan lingkungan kami, dan menyaksikan jumlah kehancuran yang sebenarnya. Di sana, kami akan menghadapi pengusiran lagi sampai kami membangun kembali rumah kami atau menemukan alternatif.”

Menurut data dari kantor media pemerintah Palestina di Gaza, yang dikutip oleh Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB, diperkirakan 65.000 unit perumahan telah hancur atau tidak layak huni dan 290.000 lainnya telah rusak. Penilaian Pusat Satelit Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang hanya mencakup 50 hari pertama perang, menemukan sekitar 18 persen struktur di Gaza telah hancur atau rusak.

Sementara itu, analisis data satelit yang dikutip oleh Associated Press menunjukkan bahwa sekitar dua pertiga dari semua struktur di utara Gaza telah hancur. AP mengatakan bahwa tingkat kehancuran ini lebih buruk daripada penghancuran Aleppo di Suriah antara 2012-2016 atau pengeboman Rusia di Mariupol pada tahun 2022.

“Ini adalah perang atrisi yang telah berlangsung begitu lama dengan tujuan menguras kekuatan Palestina pada semua tingkatan. Hari ini, keprihatinan utama kami sehari-hari berkisar pada cara mendapatkan air untuk minum dan mencuci, mencari makanan, mencoba menghubungi anggota keluarga untuk memastikan bahwa mereka baik-baik saja, dan mencari tempat berlindung. Semakin lama berlangsung, semakin banyak orang yang akan merasa lelah dan kelelahan”, kata Gharibi. 

Ia menambahkan, “Setelah perang ini berakhir, kami kemungkinan besar akan membutuhkan setidaknya 15 tahun untuk membangun kembali apa yang hancur, dan mungkin seumur hidup untuk menyembuhkan luka psikologis yang mendalam dan trauma kompleks yang tak berujung.”

Bagi Lamia Saqqa, yang saat ini berada di Kota Gaza, hampir setiap hari sejak 7 Oktober, hari-hari yang dilaluinya ditandai dengan rasa sakit dan kehilangan.

Baca Juga

Israel Bangun Permukiman Baru di Atas Pasar Palestina

Kelaparan yang Direkayasa: Krisis Pangan Gaza di Tengah Gencatan Senjata

“Bagi dunia, ini adalah 100 hari, tetapi bagi kami rasanya seperti 100 tahun. Setiap menit, kami ketakutan bahwa menit berikutnya kami akan menerima kabar buruk, atau rumah kami akan dibom. Setiap jam, kami berjuang dengan tantangan baru untuk mencoba mengamankan makanan dan air. Kondisi sanitasi sangat buruk, dan warga Palestina secara rutin terlihat berebut makanan yang sesekali dibawa oleh truk bantuan dari Mesir,” ujarnya kepada MEE.

Menurut studi yang dikeluarkan pada bulan Desember oleh Euro-Med Human Rights Monitor, 98 persen responden mengatakan mereka makan makanan yang tidak cukup, sementara 64 persen peserta mengakui makan rumput, buah-buahan, makanan yang belum matang, dan bahan kadaluarsa untuk menghilangkan rasa lapar mereka. Studi tersebut menemukan bahwa tingkat akses terhadap air, termasuk air minum dan keperluan MCK, hanyalah 1,5 liter per orang per hari. Hal ini menandai 15 liter lebih sedikit dari jumlah air minimum yang diperlukan untuk bertahan hidup pada tingkat yang ditetapkan oleh standar internasional. 

Mengacu pada novel, Seratus Hari Kesendirian, Saqqa mengatakan bahwa warga Palestina merasa ditinggalkan oleh dunia luar. “Sekarang telah menjadi 100 hari terisolasi. Kami terputus dari dunia luar, menghadapi pemadaman listrik yang konstan dan merasa ditinggalkan saat dunia membiarkan tragedi ini berlanjut. Jika ada satu hal yang saya pelajari selama 100 hari terakhir ini, itu adalah komunitas internasional dan fokus mereka pada hak asasi manusia adalah kebohongan besar. Tidak ada hak asasi manusia”, katanya. 

sumber:

https://qudsnen.co/?p=42904

https://www.middleeasteye.net/news/war-gaza-100-days-palestinians-isolated-abandoned-and-afraid

***

Kunjungi situs resmi Adara Relief International

Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.

Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini

Baca juga artikel terbaru, klik di sini

ShareTweetSendShare
Previous Post

Afrika Selatan Ungkap Persoalan Akses Air di Forum Mahkamah Internasional (ICJ)

Next Post

Sebanyak 4.368 Siswa Palestina Terbunuh sejak Agresi Israel Dimulai 

Adara Relief International

Related Posts

Israel Bangun Permukiman Baru di Atas Pasar Palestina
Berita Kemanusiaan

Israel Bangun Permukiman Baru di Atas Pasar Palestina

by Adara Relief International
November 4, 2025
0
13

Pemerintah Kota Al-Khalil (Hebron) pada Senin (3/11) mengungkapkan bahwa otoritas Israel tengah memajukan rencana pembangunan permukiman baru di atas lahan...

Read moreDetails
Kelaparan yang Direkayasa: Krisis Pangan Gaza di Tengah Gencatan Senjata

Kelaparan yang Direkayasa: Krisis Pangan Gaza di Tengah Gencatan Senjata

November 4, 2025
12
Tank dan kendaraan militer Israel terlihat dikerahkan bersama beberapa kendaraan militer, helikopter, dan drone yang berpatroli di sepanjang wilayah perbatasan menyusul penerapan gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza dan penarikan pasukan Israel di dalam garis kuning di Sderot, Israel pada 14 Oktober 2025. [Mostafa Alkharouf – Anadolu Agency]

Trump Sebut Gencatan Senjata Gaza “Tidak Rapuh”, Padahal Israel Terus Langgar Perjanjian

November 4, 2025
14
Seorang gadis Palestina yang terusir memegang boneka sambil bermain di luar tenda keluarganya di kamp pengungsian dekat pelabuhan di Kota Gaza, pada 19 Oktober 2025. [Foto oleh Majdi Fathi/NurPhoto via Getty Images]

Israel Menanam Jebakan Mainan untuk Membunuh Anak-anak di Gaza

November 4, 2025
15
Warga Palestina, termasuk anak-anak, menunggu dengan panci untuk menerima makanan hangat yang didistribusikan oleh lembaga amal, sementara mereka berjuang melawan kelaparan akibat blokade makanan Israel di kamp pengungsi Nuseirat di Kota Gaza, Gaza pada 21 Oktober 2025. [Moiz Salhi – Anadolu Agency]

Lebih dari Sejuta Anak Gaza Masih Kelaparan Meski Gencatan Senjata Berlaku

November 4, 2025
11
Hari Kota Sedunia: Gaza, Kota Tertua yang Kini Berjuang untuk Bertahan Hidup

Hari Kota Sedunia: Gaza, Kota Tertua yang Kini Berjuang untuk Bertahan Hidup

November 3, 2025
14
Next Post
Lebih dari 4.000 Siswa Sekolah di Gaza Dibunuh Akibat Agresi Israel

Sebanyak 4.368 Siswa Palestina Terbunuh sejak Agresi Israel Dimulai 

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TRENDING PEKAN INI

  • Seorang perempuan menangis di samping jasad anak-anak yang menjadi korban serangan Israel (MEE)

    Perang Psikologis di Gaza dan Siklus Duka yang Tidak Pernah Menemukan Akhir

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 1,5 Juta Warga Palestina Kehilangan Tempat Tinggal, 60 Juta Ton Puing Menutupi Gaza

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perjuangan Anak-Anak Palestina di Tengah Penjajahan: Mulia dengan Al-Qur’an, Terhormat dengan Ilmu Pengetahuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gencatan Senjata, Momen untuk Membangun Kembali Harapan Anak Yatim Gaza di Tengah Luka yang Terkoyak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Eskalasi dan Agresi; Dalih Israel untuk Mengambil Alih Kendali Masjid Al-Aqsa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Currently Playing

Edcoustic - Mengetuk Cinta Ilahi

Edcoustic - Mengetuk Cinta Ilahi

00:04:42

Sahabat Palestinaku | Lagu Palestina Anak-Anak

00:02:11

Masjidku | Lagu Palestina Anak-Anak

00:03:32

Palestinaku Sayang | Lagu Palestina Anak-Anak

00:03:59

Perjalanan Delegasi Indonesia—Global March to Gaza 2025

00:03:07

Company Profile Adara Relief International

00:03:31

Qurbanmu telah sampai di Pengungsian Palestina!

00:02:21

Bagi-Bagi Qurban Untuk Pedalaman Indonesia

00:04:17

Pasang Wallpaper untuk Tanamkan Semangat Kepedulian Al-Aqsa | Landing Page Satu Rumah Satu Aqsa

00:01:16

FROM THE SHADOW OF NAKBA: BREAKING THE SILENCE, END THE ONGOING GENOCIDE

00:02:18

Mari Hidupkan Semangat Perjuangan untuk Al-Aqsa di Rumah Kita | Satu Rumah Satu Aqsa

00:02:23

Palestine Festival

00:03:56

Adara Desak Pemerintah Indonesia Kirim Pasukan Perdamaian ke Gaza

00:07:09

Gerai Adara Merchandise Palestina Cantik #lokalpride

00:01:06
  • Profil Adara
  • Komunitas Adara
  • FAQ
  • Indonesian
  • English
  • Arabic

© 2024 Yayasan Adara Relief Internasional Alamat: Jl. Moh. Kahfi 1, RT.6/RW.1, Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Daerah Khusus Jakarta 12630

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Tentang Kami
    • Profil Adara
    • Komunitas Adara
  • Program
    • Penyaluran
      • Adara for Palestine
      • Adara for Indonesia
    • Satu Rumah Satu Aqsa
  • Aktivitas
    • Event
    • Kegiatan
    • Siaran Pers
  • Berita Kemanusiaan
    • Anak
    • Perempuan
    • Al-Aqsa
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Hukum dan HAM
    • Seni Budaya
    • Sosial EKonomi
    • Hubungan Internasional dan Politik
  • Artikel
    • Sorotan
    • Syariah
    • Biografi
    • Jelajah
    • Tema Populer
  • Publikasi
    • Adara Palestine Situation Report
    • Adara Policy Brief
    • Adara Humanitarian Report
    • AdaStory
    • Adara for Kids
    • Distribution Report
    • Palestina dalam Gambar
Donasi Sekarang

© 2024 Yayasan Adara Relief Internasional Alamat: Jl. Moh. Kahfi 1, RT.6/RW.1, Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Daerah Khusus Jakarta 12630