Tidak banyak umat Islam yang tahu bagaimana kondisi Al-Quds saat ini. Ada beberapa kemungkinan penyebabnya. Pertama, memang tidak ada di media, dengan kata lain, dinilai tidak menarik atau memang di-design untuk menjauhkan isu ini dari masyarakat. Kedua, lenyapnya rasa peduli umat Islam terhadap masjid suci Al-Aqsha. Penyebab kedua ini semoga tidak terjadi kepada kita.
Kabar tentang proyek Zionis Israel yang akan meruntuhkan masjid Al-Aqsha memang sudah sejak lama kita dengar. Para penjajah itu ingin menggantinya dengan Kuil (Ilusi) Sulaeman. Tapi apakah kita telah mencari tahu, bagaimana kondisinya saat ini? Lalu, masihkan kita peduli dengan nasib mereka? Apakah proyek itu masih berjalan, atau jangan-jangan, masjid suci ketiga yang dimuliakan itu sudah roboh?
Secara global, misi besar Zionis Israel adalah melakukan Yahudisasi terhadap kota Al-Quds, kota yang didalamnya terdapat masjid suci Al-Aqsha. Bukan terancam secara fisik, tapi yahudisasi ini merambah hingga sektor demografi, sejarah, identitas kota, kurikulum sekolah-sekolah Palestina, hingga masih banyak lagi. Para penjajah itu sangat serius untuk mencaplok Al-Quds secara keseluruhan dari tangan umat Islam.
Dalam beberapa hari terakhir Yahudisasi di kota Al-Quds semakin menjadi. Permukiman ilegal penjajah Israel jumlahnya terus bertambah, mengitari rumah-rumah warga Palestina yang ada di sana. Satu demi satu rumah mereka dirobohkan, dengan cara itu perlahan-lahan orang-orang Palestina terusir hingga dipastikan tak ada lagi yang tinggal di sana.
Yahudisasi bukan saja urusan pembangunan ratusan unit permukiman ilegal Yahudi, namun juga sampai pada proyek penggalian di bawah areal masjid suci Al-Aqsha. Targetnya tidak lain adalah merapuhkan pondasi dari masjid suci itu, sehingga pada masanya nanti akan roboh dengan sendirinya. Sangat mudah bagi Israel untuk membuat goncangan menyerupai gempa, yang kemudian dapat berimbas kepada robohnya masjid Al-Aqsha.
Beberapa waktu lalu diberitakan, sekumpulan komunitas penduduk ilegal Yahudi tengah merancang pergelaran festival yang sangat tidak etis di kota Al-Quds. Perusahaan-perusahaan Israel pada hari Senin (28/8/2016) kemarin, mengumumkan rencana gila mereka dengan mengadakan festival minum anggur di atas areal perkuburuan Ma’manallah yang berada di Al-Quds selama dua hari, yaitu Rabu dan Kamis (1/9/2016).
Acara ini mendapat dukungan dari walikota Israel di Al-Quds, karena memang bagian dari proyek Yahudisasi mereka. Walhasil, mereka dengan bebas menggelar pesta arak, menari-nari dan bernyanyi-nyanyi dari malam hingga pagi. Mereka melakukan itu semua di kota Al-Quds, tak jauh dari masjid suci Al-Aqsha.
Menurut informasi dari media Israel, dalam pesta itu ada 120 jenis anggur yang dijajakan dari berbagai negara, mereka juga menampilkan artis-artis dunia untuk turut bernyanyi meramaikan acara yang menghinakan identitas Islam dan masjid Al-Aqsha di sana. Sampai-sampai pihak panitia menjual murah aneka macam makanan dan minuman dalam festival tersebut, dengan tujuan ribuan Zionis Israel berbondong-bondong dapat menghadiri acara yang melecehkan umat Islam ini.
Siapapun yang berkuasa dalam pemerintahan Israel, target utama mereka adalah meyahudisasikan Al-Quds. Baru-baru ini PM. Israel, Benjamin Netanyahu menyampaikan rencananya untuk membangun proyek skylift atau kereta gantung. Kereta tersebut akan melewati langit kota Al-Quds. Nantinya akan menjadi penghubung bagi 19 permukiman ilegal Yahudi yang akan dibangun di atas tanah wakaf umat Islam itu.
Ini pertanda bahaya. Karena dengan cara ini Israel menginjak-injak kedaulatan rakyat Palestina. Lembaga Tertinggi Islam di Al-Quds mewanti-wanti proyek ini. Karena bertujuan untuk memunculkan karakter Yahudi di kota Al-Quds dan melenyapkan kesakralan dari warisan umat Islam disana. Rute dari Skylift itu akan melewati makam gerbang Al-Asbath, komplek pemakaman muslim, istana peninggalan Umayyah yang semua itu adalah milik umat Islam.
Seperti yang pernah diutarakan oleh penulis asal Lebanon, Beshare Merhej di halaman situs raialyoum.com beberapa waktu lalu. Ia mengatakan kondisi Yahudisasi di Al-Quds sudah sangat membahayakan. Pertama, melalui sektor agama dan budaya, kedua, mengubah struktur demografi di Al-Quds.
Dari sektor agama dan budaya, Israel berkonsentrasi untuk melenyapkan masjid Al-Aqsha dan menggantinya dengan Kuil (ilusi) Sulaeman. Disamping terus melakukan penggalian di bawah masjid, mereka juga bersikeras menerapkan pembagian waktu penggunaan masjid. Cara ini pernah diterapkan Israel terhadap masjid Al-Ibrahimi. Sayangnya umat Islam diam melihat kondisi di masjid yang berada di Al-Khalil itu, dimana jadwal penggunaan masjid tersebut diatur oleh penjajah Israel. Ada pembagian waktu untuk muslim dan Yahudi. Mungkin Israel menilai cara itu sukses dan
berjalan tanpa hambatan, sehingga membuat mereka yakin cara serupa dapat diterapkan di Al-Aqsha.
Hal lainnya adalah yahudisasi terhadap situs-situs bersejarah milik umat Islam, termasuk dengan mengubah nama-namanya. Sebagai contoh Baab Al-Hadid mereka sebut menjadi Terowongan Hahdash dan Baab Al-Khalil disebut Terowongan Yafu, serta nama pintu-pintu lainnya yang mereka ganti nama aslinya dengan istilah Ibrani.
Masih menurut Beshare, dalam sektor demogarafi, Israel berencana menyingkirkan penduduk Palestina dari Al-Quds. Target mereka orang-orang Palestina yang berada di kota itu tidak lebih dari 20%. Diantara cara yang mereka lakukan adalah melalui jalur pendudukan. Caranya dengan membangun berbagai permukiman ilegal sehingga Al-Quds dapat menampung lebih banyak lagi orang Yahudi.
Kita perlu mengelus dada dengan kondisi Yahudisasi di Al-Quds saat ini. Seperti pemaparan Menlu Indonesia, Ratno L.P Marsudi dalam wawancaranya dengan merdeka.com pada Maret 2016 lalu yang menjelaskan, kondisi di Al-Quds semakin memprihatinkan. Dari jumlah penduduk, kini orang Palestina yang menempati Al-Quds hanya tinggal 36,8 persen. Akses pendidikan tinggal 41 persen, dan jumlah orang Palestina di kota itu yang berada di bawah garis kemiskinan mencapai 75 persen.
Cara lainnya menurut Beshareh adalah mencabut KTP orang Palestina di Al-Quds dan menggantinya dengan kartu Biru yang menandakan statusnya sebagai pemukim dan bukan warga negara. Sejak tahun 1967 hingga 2013 jumlah kartu Biru yang sudah diterapkan oleh Israel ini sebanyak 14.306 buah, sehingga memaksa mereka hidup tanpa identitas dan tinggal di pengungsian.
Selanjutnya dengan cara merobohkan rumah-rumah warga. Targetnya hanya ada 14% saja rumah-rumah di Al-Quds yang ditempati oleh orang Palestina. Israel tidak memberikan surat izin bangunan kepada warga Palestina, yang dengan itu mereka beralasan dapat merobohkan rumah orang Palestina secara semena-mena. Sejak tahun 1967 hingga 2013 terdapat 1700 rumah warga Palestina yang dirobohkan sehingga menyebabkan 8.382 orang yang menghuninya menjadi pengungsi.
Data yang dipaparkan ini dalam tulisan ini masih sangat sedikit. Karena yahudisasi terjadi secara merata di Al-Quds di tengah sibuknya umat Islam dengan urusan mereka masing-masing. Warga Al-Quds harus bertahan sendiri mempertahankan warisan umat Islam berupa tanah dan masjid suci Al-Aqsha. Kalau kondisinya seperti ini, nampaknya kita pun harus berbuat jauh lebih masif lagi. Menyadarkan umat akan kondisi terkini mereka, sehingga dapat memberikan bantuan dalam beragam bentuk. Kalau umat ini terus diam, maka jangan salahkan kalau ketika kita bangun di pagi hari, dan kita mendapati berita masjid Al-Aqsha telah mereka robohkan.
Muhammad Syarief
Divisi Kajian ASPAC For Palestine